Aku memegang wajahnya, lalu mengecup bibirnya selama dua detik. Lalu melepasnya. Arga meraba kedua tanganku yang tengah mengelus wajahnya.
"Sofia..." Napasnya yang agak memburu, terasa hangat. Matanya nanar menatapku, dan aku kembali menarik wajahnya ke arahku. Kali ini lebih lama.
:
:
:
:
:
:
Entah sudah berapa detik--atau menit--berlalu, deru napas kami satu sama lain saling beradu. Menciptakan suatu simfoni yang hanya kami sendiri mengerti bagaimana merdunya. Tapi ditengah-tengah keindahan itu..."Agh!" Aku menjerit kecil ketika tangan Arga mulai menyentuh bagian belakang leherku. Sial seribu sial! Aku sampai lupa, bahwa punggungku tengah cedera. Aku harus bergerak dengan hati-hati.
Benar-benar Kellen sialan. Dia sukses 'memisahkan' aku dan Arga.
"Ken..kenapa?" Arga melepaskan dirinya dengan cepat, lalu menatapku cemas. "Ah...maaf, maafkan aku. Sakit ya?" Ia salah tingkah.
"Tidak. Tidak apa-apa." Aku mencoba meyakinkannya, sambil kembali menyandarkan diri di kasur, masih menyumpah serapahi Kellen dalam hati. Kalau saja dia tidak menyabotase mobil yang kunaiki, mungkin aku dan Arga...
"Maaf..."
"Tidak apa-apa, Arga." Aku meraih tangannya, agar tubuhnya mendekat padaku. Dengan hati-hati, ia merapatkan tubuhnya. Sebelah tangannya kuambil, kuletakkan hingga melingkari tubuhku, lalu ia menaruh dagunya di bahuku.
"Kau yakin aku boleh tidur denganmu?" Tanyanya setelah beberapa detik berlalu, dengan suara sedikit bergetar. Kentara sekali jika ia gugup. Napasnya terasa hangat membelai telingaku. Aku kembali dibakar hasrat yang datang tiba-tiba.
"Ya. Tidurlah denganku disini." Aku menoleh, wajah kami berhadapan, kembali bersitatap. Dan aku kembali mengecupnya. Namun buru-buru melepasnya sebelum ia sempat membalas. Lalu aku mendekatkan bibirku ke telinganya.
"Aku mencintaimu," bisikku. "Aku mencintaimu. Jangan pernah pergi."
Aku merasakan tubuhnya menegang. Sorotnya mengatakan kalau ia sangat terkejut dengan apa yang barusan kuungkapkan. Ia menatapku lurus-lurus. Seolah meyakinkan diri. Entahlah, aku mencoba mempelajari apa arti tatapan itu.
Aku menunggu reaksinya, menunggunya membalas ungkapan cintaku. Namun ia hanya diam, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.
Aku tak lagi bisa melihat rautnya. Hanya lengannya yang melingkari tubuhku semakin erat, masih tak menjawab apa-apa. Apa yang dipikirkannya? Mengapa ia tak menjawab sepatah pun?
Bersabarlah, Sofia. Bergerak perlahan saja. Jangan terburu-buru. Ingat, kau sedang menghadapi misteri besar. Laki-laki ini berbeda dari yang lain. Maka kau pun harus menjadi wanita yang berbeda dari yang lain.
Baiklah. Sementara ini cukup. Aku tak ingin memaksanya, atau mendesaknya. Biarkan perasaannya mengalir sesuai hakikat. Aku memutuskan untuk sabar menunggunya.
**********
Sinar matahari menyelinap melewati sela-sela gorden yang tak terlalu rapat. Membuatku terpicing, lalu memutuskan untuk membuka mata sepenuhnya. Aku tak terbiasa bangun sesiang ini. Aku yakin ini adalah efek obat yang kuminum semalam.
Perlahan, kutegakkan tubuhku yang masih terasa sakit. Kulihat Arga di sebelahku, tangannya masih melingkari pinggangku. Namun matanya terbuka. Entah sejak kapan.
"Arga? Kau sudah bangun? Sejak kapan? Kenapa tak membangunkanku?"
"Ehm...ya.." ia bergumam, lalu duduk dan menempelkan wajahnya pada bahuku, seperti anak kucing yang takut akan kehilangan induknya. "Aku tak ingin membangunkanmu," sahutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
She or He? (Telah dinovelkan)
RomanceBagaimana jadinya bila seorang wanita menikah dengan seorang gay? Sofia, seorang pemilik WO terkenal, menikahi Arga yang juga bekerja di bidang pernikahan. Namun sedari awal, Arga sudah berterus terang pada Sofia jika ia adalah gay. Sofia tetap maju...