✍ empat

3.3K 786 190
                                    

“Gue gak nyangka berani keluarin uang sebanyak ini cuma buat nolong kalian berdua.” Ucap Silvia setelah melihat jumlah saldo rekeningnya dari aplikasi di ponsel.

Mereka—Hangyul dan Yohan yang duduk di sofa apartemen Silvia hanya bisa merunduk.

Sebut saja Silvia adalah anak orang kaya yang tak tahu bagaimana caranya untuk menghabiskan uang tabungannya sampai-sampai hanya karena iba ia rela menggelontorkan dana lebih dari seratus juta untuk menebus dua manusia yang tak sengaja terpeleset masuk ke dalam pekerjaan yang tak mereka duga.

“Dan parahnya, kalian berdua adalah orang asing buat gue.” Silvia mengangkat wajahnya, memandang Hangyul dan Yohan. “This is so fucking stupid. Did we knew each other in the previous life so that's why it's so easy for me to bought you right after you tell me the truth?”

“Gue tahu kata 'beli' itu kedengerannya kasar banget. Tapi rasanya memang kaya gue udah beli kalian dari seorang germo. Bukannya website itu legal ya? Kenapa jadi kaya tindak penculikan begini?? Gue perlu gak laporin soal ini ke polisi??”

Hangyul dan Yohan refleks mengangkat kepala mereka, mata keduanya terbelalak.

“J-jangan!” Seru keduanya bersamaan, buat Silvia langsung mengangkat heran sebelah alisnya.

“Kenapa?”

“Karena dulu perusahaan itu gak seketat sekarang. Perusahaan itu legal. Dulu semua model bebas untuk keluar masuk asrama, mereka bebas juga untuk punya kerja sampingan selagi nunggu penyewa. Tapi..” Yohan menjeda kalimatnya, gugup, ia memainkan jemari tangannya.

“... Semenjak ada yang kabur dengan bilang mau pulang ke kampung halaman dan gak balik-balik.. Semuanya berubah jadi ketat. Bahkan kita semua pun langsung dikasih kontrak kerja selama lima tahun, dan kalau kita dengan secara sepihak mau memutus kontrak, kita diharusin ganti rugi 150 juta, menghitung dari kerugian mereka kalau kita pergi.”

“Tapi ngurung anak orang di satu asrama dan gak bolehin mereka keluar juga itu gak manusiawi. Kalian punya otak gak sih?? Oh!” Mata Silvia melebar. “Apa jangan-jangan otak kalian udah dicuci?!” Tuduhnya.

“Gak ada yang otaknya dicuci. Semua model yang ada di sana memang daftar sendiri, ada seleksinya juga kok. Gue sama Yohan daftar di hari yang sama, diseleksi di hari yang sama dan diterima di hari yang sama juga. Seminggu sebelum ada satu model yang pamit pulang dan gak balik lagi.” Jelas Hangyul, suaranya jadi memelan di akhir kalimat.

“Hhh, ya, terserah kalian aja gimana. Gue gak perduli. Terus ini sekarang gimana? Kalian masih punya keluarga, kan? Kalian mau balik ke kampung halaman masing-masing?” Dan kembali lagi sifat terlalu cueknya Silvia.

“K-kalau kita balik, terus... Gimana caranya kita mau balas budi? Lo kan.. Udah ngeluarin banyak uang buat ngeluarin kami.” Yohan berucap.

“Gak usah dipikirin. Gue gak mau nyusahin orang. Kalau kalian mau pulang ke keluarga masing-masing juga gak apa-apa. Cuma tiga ratus juta ini.”

Mata Hangyul dan Yohan mendelik.

“Gila lo, tiga ratus juta dibilang cuma. Sekaya apa sih lo??” Hangyul kembali dengan mulut sengaknya.

“Tau Choi Siwon?” Tanya Silvia, menatap dua manusia di depannya dengan tatapan serius.

Keduanya mengangguk.

“Dia bokap gue.”




”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




“Gyul, ini seriusan kita balik ke kampung halaman masing-masing aja? Lo beneran gak mau balas budi ke dia karena udah mau bayarin denda pembatalan kontrak?” Tanya Yohan, mukanya kelihatan gak enak lahir batin setelah mereka berdua keluar dari apartemen Silvia.

“Lo tadi denger sendiri, kan orangnya gak mau?” Balas Hangyul tak acuh, kakinya refleks menendang kecil apapun yang menghalangi jalannya.

“Ya tapi tetep aja, Gyul. Lagian, kok bisa sih dia mau bantuin kita keluar dari sana? Tiga ratus juta bukan jumlah yang kecil loh, Gyul.”

“Tapi buat dia segitu gak ada artinya. Lusa kemarin sih gue cuma ngasih tau ke dia tentang keadaan kita semua. Gue juga gak tau kalau dia bakalan bantuin kita.”

“Dia kan cuma nyewa lo nih, tapi memang dalam ketentuannya cuma boleh pinjem satu sih buat sehari, tapi yaaa... Kok gue juga dibantuin?”

Hangyul menendang kerikil yang lumayan besar. “Mana gue tau? Yang pasti sih pas waktu penyewaan dia nanya kenapa harga sewa gue bisa lebih mahal dari lo, terus, yaa... Gitu lah. Gue juga gak paham.”

“Kenapa dia gak cuma bantuin lo aja? Kenapa gue juga?”

Hangyul meraup wajah gusar. Ia berhenti berjalan dan menoleh pada sang kawan seperjuangan. “Kenapa tadi gak lo tanya sendiri sih ke orangnya?” Tanyanya dengan mata mendelik.

Yohan mengejap beberapa kali, kemudian mengangguk-angguk dengan wajah penuh tekad. “Oke, gue tanyain ke dia.”

Tanpa Hangyul duga, Yohan malah berbalik dan berlari cepat kembali menuju ke gedung apartemen Silvia. Hangyul, sebagai seorang teman hanya bisa memisuh di tempat sebelum akhirnya mengejar sang kawan.

“Muka doang ganteng, otaknya cuma secuil.”

Tuesday, 5 November 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuesday, 5 November 2019

SEWA SEHARI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang