empat: mimpi

1.4K 32 0
                                    

Hari minggu.

Hari yang paling aku tunggu-tunggu setiap saat. Karena dihari itu aku dapat mengistirahatkan pikiran dan badanku. Tidak harus bangun subuh dan menunggu bus dihalte. Tidak harus merasakan air yang super dingin. Dan hal lainnya yang tidak aku suka karena harus bangun sangat awal.

Aku berencana mengajak Lea untuk nongkrong disalah satu tempat belanja daerah sini karena ada yang ingin aku ceritakan padanya dan dia pun menyetujui ajakan ku.

Tak butuh waktu lama, Lea datang dan kami segera pergi ke tempat tujuan kami. Sesampainya disana, aku langsung memesan minuman untuk ku dan Lea.

"Kamu tau Septian kan?" aku membuka pembicaraan. To the point.

"Yang diakuntansi itu?" tanyanya dan kujawab dengan anggukan kepala. "Iya, tau. Kenapa?"

"Aku semalam mimpi dia"

"Hah?! Serius?!" Lea menaikan suaranya 2 oktaf yang berhasil membuatku melotot padanya.

"Mimpi tentang apa?" tanyanya antusias.

"Gak tau. Aku lupa. Yang jelas, aku ingat banget muka dia dimimpi aku"

"Kata orang sih, kalo kita mimpiin seseorang itu tandanya dia kangen atau lagi mikirin kita" Lea memberikan suatu kepercayaannya terhadap mitos yang pernah dia dengar.

"Puffttt... Mitos" aku memutar kedua bola mataku.

"Jangan-jangan Septian suka sama kamu"

"Kenal juga enggak. Gimana bisa suka?" jawabku ketus.

"Siapa tau kan. Orang kayak Septian gitu pasti pemalu gitu" Aku tertawa mendengar penuturan Lea tentang Septian.

"Kayak kenal dekat aja" aku mengejeknya. "Tapi sebelum kita magang diperusahaan itu, aku sempat mikir soal akuntansi sih" lanjutku.

Iya, aku sempat berimajinasi bahwa mantan ku yang notabene nya lulusan jurusan akuntansi bekerja disana.

"Aku sempat mikir, mungkin aja mantan aku kerja didepartemen itu terus kita ketemu lagi setelah 2 tahun lost contact"

"Move on sono" Balas Lea mengejek.

"Udah move on"

"Move on ke Septian tuh"

"Apaan sih" jawabku ketus.

"Septian kan masih lajang. Gak ada salahnya dekatin dia" Lea dengan entengnya memberi saran yang menurutku sangat-sangat bodoh dan tidak pernah ada dikamus hidupku.

"Aku mau nyari pengalaman kerja, bukan nyari pasangan"

"Jodoh mana ada yang tau. Gini deh, besok-besok kalo ada moment dimana ada kamu terus ada Septian juga , ntar aku perhatiin" aku bergidik ngeri mendengar tawaran Lea barusan.

"Gila" jawabku singkat.

"Kok gila sih Fem"

"Ya lo gila. Cuman mimpi doang sampe diperpanjang"

"Gue yakin pasti ada sesuatu. Entah di Septian atau di kamu Fem"

"Di kamunya kali Le"

***

Aku merasa sangat suntuk karena tak kunjung mendapat tugas dari pembimbingku. Aku sungguh berharap masa magangku dapat cepat terselesaikan. Sebelum magang, aku sebenarnya sangat menghindari perusahaan ini. Karena aku tau aku harus berangkat sangat pagi dan pulang saat matahari telah terbenam. Tapi pihak sekolah lah yang menentukannya. Mau tidak mau aku harus menerima saja.

Kalau aku tidak diperusahaan ini aku tidak akan kenal dengan Septian.

Septian lagi Septian lagi.

Harusnya aku membatasi pikiranku agar tidak selalu memikirkan pria itu. Terlalu bahaya untuk ku.

Karena merasa sedikit lapar akupun izin ke pembimbingku untuk ke koperasi. Aku butuh coklat saja sebenarnya.

Saat dikoperasi aku bertemu Septian. Iya. Dunia yang terlalu sempit. Dia melihatku dengan segaris senyuman. Sungguh tidak sehat untuk jantungku.

Sans Fem, cuman senyuman doang. Gak boleh sampai jatuh hati. Ingat Shawn Mendes, Fem. Ingat Daniel Seavey juga.

"Saya aja yang bayarin"

Hah?

Ini Septian mau bayarin?

Royal banget.

Gila kali ya. Kenal dekat juga engga.

Atau ini cara dia supaya bisa dekat.

Gak.

Gak mungkin.

"Eh gak usah" aku menolak tawaran nya.

"Cuma segini?" tanya nya lagi dan aku hanya membalas dengan anggukan kepala.

Goblok banget. Tadikan aku nolak tawarannya kenapa sekarang malah ngangguk.

Septian memberi sebuah kartu kepada kasir tersebut. Suasana sangat canggung. Setelah itu, aku beranjak kembali ke kantor.

"Makasih ya" Septian hanya membalas dengan senyuman.

Laki-laki satu ini sangat sering senyum. Bahkan kurasa setiap kali aku berpapasan dengannya dia selalu tersenyum.

Rasanya sangat mustahil kalau orang seperti Septian belum punya pasangan. Bukannya orang seumuran dia rata-rata sudah menikah?

🐝🐝🐝

Absurd? Ikr

SeptianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang