1 - Kelas IPS 3

863 39 1
                                    

Jakarta siang hari ibarat papan penggorengan, bayangkan saja 39 derajat celcius! Matahari bertengger di atas langit sana seolah tak ada ampun. Cuaca yang begitu panas mengurungkan niat orang-orang untuk beraktivitas di luar, kebanyakan lebih memilih untuk bersembunyi di dalam ruangan, syukur-syukur yang ber-AC, guna mengakali rasa gerah dan sumuk yang ada.

Bersembunyi dari terik sang raja alam semesta seolah menjadi pilihan terbaik siang itu, tak terkecuali jua bagi para murid SMA Saracens. Jam telah menunjukan waktu istirahat namun para murid terlihat masih enggan untuk keluar dari kelasnya masing-masing. Kebanyakan lebih memilih untuk tetap tinggal di dalam kelas ketimbang panas-panasan membakar kulit di luar sana.

Dilain tempat, tampak sepasang siswa/i tengah duduk di dalam sebuah ruangan menunggu sesuatu. Tak jauh dari tempat mereka duduk, terdapat sebuah meja berukuran cukup besar berada di sayap kiri ruangan, tampak pula di belakang meja tersebut sesosok pria paruh baya yang sedang sibuk mengkoreksi dokumen-dokumen yg ada di hadapanya. Ruangan itu cukup luas, dengan interior bergaya semi-modern yg disusun secara apik dan nyaman. Terdapat lemari kaca berisi piala-piala berjejeran, foto-foto dan piagam di pajang di dinding, ditambah lagi empat buah AC yang bertengger di tiap-tiap sisi ruangan. Ibarat sudah seperti Oase saja bila hari sedang panas-panasnya seperti ini.

"Ada yang perlu saya tanda tangani lagi, Fio?"

Suara berat dari sosok pria paruh baya tadi berhasil mengalihkan perhatian siswa/i tersebut. Beliau adalah Pak Rudy, sang pemilik ruangan sekaligus Kepala sekolah dari SMA Saracens.

Lelaki itu kemudian menyerahkan berkas-berkas yang barusan ditanda-tanganinya ke siswi yang sudah sedari tadi menunggunya dalam sabar.

Dengan teliti siswi itu mengecek berkas-berkas yang ada, "Emm keliatanya sudah semua, terima kasih, pak."

"Sama-sama, Fio."

"Baik, pak. Kalo gitu kita permisi dulu," pamit sang siswi sambil beranjak dari tempatnya, diikuti oleh temanya disampingnya. Keduanya menyalami pak kepsek sebelum kemudian berjalan menuju pintu keluar.

Tampak keduanya sudah di ambang pintu & tinggal memutar kenop ketika tiba-tiba saja panggilan dari pak kepsek menghentikan mereka berdua.

"Fio, Bima!! tunggu!!".

"Iya, pak?", sahut keduanya bersamaan, kemudian saling toleh.

"Ngapain si pake jawab barengan!?", hardik Fio sambil melempar tatapan tak suka ke arah Bima.

Bima hanya memutar bola matanya malas, heran dengan sikap rekannya itu, apa yg harus dipermasalahkan coba? bukan kuasannya pula untuk mengatur waktu ataupun momen orang mau ngomong, ya kan?

"Emang cocok lo dapet julukan ratu jutek se-sekolahan," sindir Bima pelan, hampir tak terdengar.

"Apa lo bilang??". Fio menoleh, menatap tajam ke arah Bima.

"Gak gue gak bilang apa-apa," sangkal Bima mengelak.

Baru saja Fio ingin mengomel lebih jauh namun ia urungkan niatnya karena melihat Pak Rudy sudah berdiri di hadapan mereka.

"Fio, Bima. Ini saya baru dihubungi sama bu Ika kalau beliau tidak bisa melanjutkan mengajar hari ini karena ada urusan mendadak, jadi saya minta tolong untuk sampaikan ke kelas XI IPS 1 bahwa kelas setelah ini mereka kosong dan diperbolehkan untuk pulang."

"Oh baik pak, ada lagi pak?", sahut Fio mendahului Bima.

"Yasudah itu saja. Tolong ya Fio, Bima. Oh! dan kalo sudah selesai, secepatnya kalian balik ke kelas ya, saya tidak mau kalian terlambat masuk kelas."

Cotton candy (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang