Bab 20: Foie Gras | 1

4.3K 416 28
                                    

"Hei, jangan sedih gitu, Babe. Dua bulan lagi aku pulang. Kamu nggak bakal ngurus tetek bengek pernikahan kita sendirian." Evans mengecup tangan Shalu, sementara gadis itu menelan ludahnya susah payah. Dia belum terbiasa sama sekali dengan kata pernikahan.

Mereka berdua sedang duduk di salah satu kafe yang ada di bandara sambil menikmati steak. Satu jam lagi Evans akan terbang kembali ke London, tepat setelah tiga hari dari acara pertunangan mereka.

Shalu mengembus napas kasar sambil memandangi cincinnya lekat-lekat. "Aku kira ini terlalu cepat, Vans. Tiga bulan lagi, yang bener aja," ucapnya dengan air muka bimbang.

Dokter hewan itu benar-benar dibuat terkejut-kejut di hari pertunangannya sendiri. Tak hanya cincinnya yang mirip dengan milik si vampir Bella Cullen, tapi juga pengumuman Tante Mira kepada seluruh tamu undangan. Pernikahan Evans dan Shalu akan dilangsungkan tiga bulan lagi. Shalu nyaris mengorek telinganya dengan jari kelingking, takut salah dengar. Nyatanya sebelum hal memalukan itu terjadi, semua anggota keluarga besarnya bergantian memeluk Shalu dan mengucapkan selamat.

Dunia Shalu benar-benar seperti runtuh rasanya. Menyiapkan pernikahan dalam tiga bulan, memang bisa? Itu juga menjadi pertanyaan yang menggelayut di kepala. Saat dulu Tante Mira mengucapkan hal tersebut di kunjungan pertama Shalu dan mamanya, dia tidak berpikir kalau ucapan itu benar-benar serius. Shalu kira, paling tidak butuh waktu satu tahun penuh untuk menyiapkan sebuah pesta pernikahan, apalagi pesta mewah nan meriah seperti yang Tante Mira minta.

"Tenang, kita akan pakai jasa wedding planner terbaik, Shalu. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Paling cuma gaunmu yang butuh waktu agak lama. Jadi secepat mungkin kamu harus sudah punya gambaran gaun yang akan kamu pakai, supaya kita bisa langsung ke desainer."

Tentu saja, Shalu, calon mertuamu sudah mempersiapkan ini sejak lama. Gadis itu lagi-lagi merasa bodoh karena menjadi satu-satunya orang yang terlihat cemas dengan acara pernikahannya sendiri.

"Apanya yang terlalu cepat? Babe, come on ..." Lamunan Shalu dibuyarkan oleh genggaman tangan Evans yang memelas menatapnya.

"Ya, semuanya. Menurutku kita masih perlu saling mengenal satu sama lain, tahu sifat satu sama lain lebih jauh lagi. Vans, kemapanan bukan satu-satunya landasan dalam sebuah pernikahan. Kita perlu nyatuin visi misi hidup dalam dua kepala yang berbeda. Itu nggak gampang. Kamu bahkan ... belum pernah nanya apa aku cinta atau nggak sama kamu." Shalu menggigit bibirnya.

Evans tertawa lepas mendengar protes sang tunangan yang panjang lebar. "Aku udah bisa lihat cinta di matamu yang seksi itu, Babe. Aku nggak suka nanyain hal-hal yang aku udah tahu jawabannya. Dan soal visi misi, memahami, apalah itu, biar uang yang bicara. Asal ada uang semua bakal jalan, Babe."

Wajah Shalu memerah mendengar jawaban yang terlontar dari mulut si Mister Perfect di hadapannya. Gejolak kemarahan memenuhi rongga dada. Apa dia baru saja mendengar kalau Evans menukar rasa saling memahami, pengertian, dan sebagainya yang sangat riskan dalam sebuah pernikahan dengan uang? Damn it!

"Gila!" Shalu menggumam sambil tertawa sumbang. "Kamu benar-benar mikir kalau pernikahan bisa langgeng hanya dengan duit, Mister Perfect? Betapa kapitalisnya," ujar Shalu sengit seraya memutar bola mata.

Evans tertawa lagi lebih lantang dari sebelumnya, membuat mereka berdua jadi pusat perhatian. "Babe, apa kamu nggak tahu kalau penyebab nomor satu kasus perceraian adalah masalah ekonomi? Karena sebuah pernikahan kekurangan duit, Babe! Sebanyak apa pun cinta yang mereka punya, semengerti atau saling memahami yang bagaimana pun, kalau nggak ada uang, lama-lama rasa-rasa itu bakal hilang. Perasaan cuma sesuatu yang sifatnya abstrak dan bisa berubah karena banyak hal, Babe. Sedangkan uang adalah sesuatu yang konkret, yang juga bisa menjadi penyebab perasaan seseorang berubah. Simpel!"

Shalu geleng-geleng kepala. Dia tidak percaya akan menikah dengan cowok yang pandangannya tentang pernikahan sesederhana ini. Ya Tuhan!

Kedua pasangan itu berpisah di terminal bandara. Evans memandang Shalu lekat-lekat sebelum jarak dan waktu menjadi penghalang untuk bertemu. Direngkuhnya dagu sang tunangan, membuat Shalu mau tak mau membalas tatapan dalam Mister Perfect-nya. Cowok itu mendekatkan wajahnya hingga kini Shalu bisa mencium aroma mint yang berembus bersama napas Evans. Jarak mereka semakin dekat dan dekat, hingga bibir keduanya nyaris bersentuhan jika saja Shalu tidak mendorong Evans dengan kasar.

"No!" Shalu menyipitkan mata, lantas berbalik memunggungi tunangannya. Debaran jantungnya berpacu tak keruan bersamaan dengan rasa terpesona dan hasrat penolakan yang tiba-tiba mendera.

*

Shalu is typing ...

Lo jarang bgt kontak gw sih skg. Sombong 😤

Brahma. Online.

Brahma. Last seen at 20.19.

Shalu. Online.

Chef? Di-read doang chat gw ih! Gw cm mau nanya menu kita minggu ini apa 😑

Brahma is typing ...

[Sorry? Menu buat apa?]

Ko buat apa sih? Kursus lah!

[Gw kira kursus kita udahan]

Lah! Tante Mira emg nyuruh gw belajar sendiri, tp gw gak mau. Mana bisa gw. Akhirnya dia blg terserah gw, dan gw maunya sama lo. Tante gak blg sama lo?

[Gak]

Jutek bgt sih 😠 Jd apa menu kita minggu ini?

[Foie gras]

Brahma. Last seen at 20.29

Ih, Brahma kenapa jadi aneh gini, sih? Shalu menggaruk alisnya yang tidak gatal. Sebenarnya, Tante Mira memang sudah menyuruh calon menantunya untuk fokus pada persiapan pernikahan dan mempraktikkan resep favorit Evans sendiri saja. Namun, Shalu menolak tawaran tersebut mentah-mentah bukan karena tidak bisa belajar sendirian, tapi karena dia merasa membutuhkan Brahma di waktu-waktu gentingnya ini.

Setidaknya Brahma adalah teman yang baik yang bisa memberinya pencerahan dan membuatnya tertawa. Gadis itu mendesah putus asa dengan dada berdebar saat memikirkan alasan terakhirnya. Kenapa dia tidak merasa kehilangan Evans yang pulang ke London sama sekali, justru merasa hampa karena dua minggu terakhir tidak bertemu Brahma?

Sementara di balkon apartemennya, sang chef sedang termenung menyaksikan gerimis yang turun satu-satu. Setelah pesta pertunangan itu, Brahma sama sekali tidak mengharap untuk bisa bertemu Shalu lagi. Buat apa? Menambah sakitnya semakin parah? Namun saat membaca chat Shalu barusan, dia tahu bahwa Tuhan benar-benar sedang bermain-main dengan nasib asmaranya saat ini. Bertemu dengan gadis itu setiap pekan, apa Tuhan pikir dia mampu?

===&===

Ah, yang udah kangen sama acara masak-masaknya Shalu dan Brahma mana? Yuk, kita bikin mereka bersatu lagi! 😂

Jangan mimpi ya, udah ada cincin melingkar, tuh! Atau gak papa gitu, mumpung janur kuning belum melengkung? 😆

Maacih yang masih setia kasih voment! 😍

Salam Spatula,

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang