Bab 20: Foie Gras | 2

4K 453 17
                                    

Sabtu sore yang suram. Dari siang langit sudah digelayuti awan-awan keabuan yang siap menumpahkan berkubik-kubik air kapan saja. Shalu melenggang masuk ke rumah Tante Mira dengan riang, seolah ingin mengatakan pada awan bahwa hatinya penuh dengan sejuta warna. Berbunga-bunga. Senyum dokter hewan itu merekah semakin manis saat melihat Brahma sudah sibuk menyiapkan bahan-bahan di island.

"Kita jadi bikin foie gras, nih? Gue nggak bakal sanggup, Brahma, gue termasuk barisan penentang makanan ini. Mana bisa gue masak hati angsa!" Shalu menyejajari Brahma sambil mengerucutkan bibir. Makanan favorit Evans memang tidak ada yang wajar menurutnya. Kenapa bukan gudeg, oncom, atau sejenisnya alih-alih makanan yang menimbulkan pro kontra begini?

Brahma mengalihkan pandangannya dari sayur-sayuran, menatap Shalu tanpa senyum. "Gue yang harus masak lagi? Capek gue belum hilang habis masak seabrek menu buat hari pertunangan lo, Shal. Atau ... gue mesti manggil lo Bella Swan sekarang?" Cowok itu mengedikkan dagu pada cincin yang melingkar di jemari Shalu.

"Eh-eengg ... soal itu, sorry, Brahma. Gue benar-benar udah bilang ke Tante Mira supaya lo nggak usah repot kemarin. Gue pengin lo duduk di barisan depan biar lo lihat sepupu sama temen lo ini dengan jelas. Tapi, yah, lo tahu sendiri camer gue kaya gimana, kan? Lo bahkan sampai nggak sempat ngucapin selamat ke gue sama Evans." Shalu meringis sambil menggaruk tengkuknya, merasa tidak enak pada Brahma. Tante Mira memang keterlaluan!

Sang chef berhenti sejenak dari kegiatan memotong sayurnya menjadi kotak-kotak. Mendengar ucapan Shalu barusan mendadak membuatnya merasakan sakit tanpa tahu bagian mana dari tubuhnya yang sakit. Sengaja dari tadi dia menyibukkan diri untuk meminimalisir terjadinya kontak verbal mau pun nonverbal antara dirinya dengan Shalu. Kini dia sadar, usaha itu percuma. Sepanjang sore ini akan menjadi waktu yang sangat menyiksanya.

"Ah, iya. Selamat ya, Shal, akhirnya lo sama Evans tinggal selangkah lagi ke jenjang pernikahan." Brahma memaksakan senyum pada Shalu. "Btw, lo juga harus ngasih selamat ke gue," lanjutnya dengan mata yang sedikit lebih berbinar.

"Oh, ya? Buat apa?" Shalu bertanya antusias.

"Eh, bukan apa-apa, sih, Shal. Gue cuma ngerasa lo perlu tahu. Tapi nggak perlu juga deng!"

Ucapan Brahma yang memancing penasaran membuat Shalu berkacak pinggang. "Oke, lo main rahasia-rahasiaan sekarang. Lihat aja!" Gadis itu mengancam sembari melayangkan cubitan mautnya.

"Oke-oke! Jangan nyubit!" Brahma mengangkat kedua tangan, menyerah. "Gue jadian sama Niken."

Shalu ternganga tidak percaya dengan suara dengungan yang baru saja masuk ke gendang telinganya. "Lo-lo ja-jadian sama siapaitunamanya?"

"Namanya Niken, Shal. Berhenti manggil dia dengan sebutan itu."

Gertakan Brahma membuat Shalu mencelus. Entah kenapa mendengar berita dari Brahma yang seharusnya membahagiakan ini justru membuat perasaannya masygul. Bahkan, rasanya lebih menyedihkan dibanding saat dia melepas kepergian Evans di bandara tempo hari. Shalu, ada apa sih, sama lo?

*

Eksekusi foei gras sore ini benar-benar semendung langit Kota Bogor. Setelah perbincangan tak menyenangkan itu, baik Shalu dan Brahma sama-sama jadi irit bicara. Suasana menjadi canggung karena diliputi keheningan. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Shalu sudah memasukkan sayuran yang dipotong-potong Brahma tadi ke dalam panci berisi minyak panas. Dia lalu menumis tomat dan kucai sampai kecokelatan, menambahkan daun thyme dan sepuluh gram irisan foei gras.

Tambahin air sampai menutup sayuran, hancurkan foei gras sampai lebur sama sayuran. Shalu geleng-geleng kepala saat mengeja instruksi di resepnya. Dia tidak mungkin meleburkan hati angsa. Yang benar saja.

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang