Setelah kejadian semalam, hubungan mereka tetap lancar. Tidak ada pertengkaran. Tepatnya Juna yang tidak ingin Ara pergi dan marah. Ia memilih diam. Menganggap kejadian kemarin hanyalah fatamorgana sesaat. Kecewa dan sakit hati pasti. Namun, cinta bertahta akan segalanya. Rasa cintanya lebih besar daripada kemarahan.
Hari ini ia membeli bunga dan sekotak pizza untuk Ara. Wanita itu sangat menyukai pizza. Terutama yang bertoping keju. Sengaja ia ke apartemen wanita itu siang-siang untuk memberi kejutan dan sekaligus mengajak makan siang.
Juna memencet bel. Pintu terbuka.
"Cari siapa ya?"
Juna mengamati gadis didepannya. Bukan Ara. Tapi, sepertinya remaja berusia SMA. Tubuhnya agak pendek dan potongan rambut sebahu. Menatap dirinya dengan kedua alis menyatu.
"Ara. Bukankah ini apartemen Ara?"
Rasanya baru beberapa hari yang lalu, ia mengantarkan pulang wanitanya ke depan pintu ini. Tidak mungkin ia salah nomor apartemen. Atau Ara sudah pindah?
"Ara siapa?"
"Ara Baskara."
"Oh, dia temanku. Dia memang sering menginap disini. Kau siapanya?"
"Saya pacarnya."
"Pacar?" Gadis itu nampak terkejut. Dan menatapnya mengamati dari atas sampai bawah. "Anda serius?"
"Ya. Aranya dimana?"
"Ini masih jam dua belas. Dia tentu belum pulang sekolah."
"Sekolah?"
"Sekolah SMA."
Sekarang Juna yang dibuat kaget.
"Kau itu terlalu tua untuknya. Apakah kau om-om yang sering menjadikan anak SMA simpanan? Astaga, apa yang dipikirkannya? Kenapa ia tidak memberitahuku?"
"Berapa umurnya?"
"Kau tidak tau? Kalian itu pacaran tidak sih, masa umurnya tidak tau."
"Berapa?" Juna menatap mata gadis didepannya.
Gadis itu meneguk ludah, "Tujuh belas tahun. Sekarang kau sadar betapa tuanya dirimu? Memacari anak yang masih SMA apa tidak ada perempuan diusia sepertimu hingga memilih anak yang masih bau kencur. Awas jika kau apa-apakan temanku."
Juna menekan beberapa tombol di layar handphone. Ia berbalik pergi tanpa mengucapkan terima kasih atau hal-hal sopan lainnya.
"Jangan apa-apakan temanku! Wajahmu sudah ku tandai jika kau melakukan hal aneh. Aku akan menyeret namamu ke polisi!"
Juna berdecak mendengar teriakan di belakangnya. Sambil menunggu panggilannya dijawab.
"Kamu dimana?"
"Di suatu tempat. Aku memiliki beberapa urusan disini. Memangnya kenapa?"
"Bisa bertemu?"
"Aku bisa jam tiga."
"Baik, aku akan jemput. Beritahu saja alamatnya dimana aku akan kesana."
"Tidak perlu. Cukup ketemuan di caffe atau restoran seperti biasa."
Juna menarik sudut bibirnya tersenyum hambar.
"Ara."
"Ya?"
"Kenapa kau tidak mau? Ada yang kau sembunyikan?"
"Ara kumpul tugasmu. Kamu bicara apa barusan?"
"Tidak ada. Sampai bertemu nanti."
"Iya."
Klik. Sambungan terputus.
Juna menyandarkan punggung ke kursi pengemudi. Kepalanya mengadah dan matanya memejam.
"Kenapa ..." Lirihnya.
***
22 November 2019
Vote dan komen 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...