3 Tahun Kemudian (21)

22.6K 1.5K 39
                                    

Sejak saat itu, hubungan mereka merenggang bahkan ia tidak berniat melanjutkan hubungan itu. Hanya sampai disana. Sejak perjumpaan itu, ia dan Ara tidak saling berhubungan lagi. Hubungannya berhenti disana tanpa ucapan putus karena semuanya sudah jelas. Sejelas kontak, nomor wa dan media sosial, ia menghapus semua jejak Ara disana. Tanpa tersisa.

Wanita itu hilang bagai ditelan bumi. Namun, beberapa hari lalu ia melihat dari kejauhan, Saka tengah mengandeng tangan Ara memasuki sebuah Restoran mahal.

Hanya sampai disana. Selebihnya ia tidak tau lagi dan tak mau tau.

Namun, berkat apa yang diucapkan Ara tempo hari. Ia merenungi semua dosa-dosanya dulu. Masalah-masalah yang dulu menghampirinya. Dan kejadian-kejadian dulu kembali memutar dalam memori kepalanya. Bersama lembayung senja, ia tenggelam dalam masa remajanya dulu. Penuh kenakalan dan kebrengsekan.

Dan sebuah nama muncul dalam memorinya yang tenggelam. Yuna. Gadis yang dulu ia bully. Tanpa perasaan dan belas kasih. Benaknya memutar acak setiap adegan kekerasan yang ia lakukan baik bully verbal maupun fisik. Dan menjadi mimpi buruk gadis itu.

"Kenapa makan disini?"

"I..ini kantin." Jawab Yuna pelan.

"Gue nggak suka lo makan disini. Hilang nafsu makan gue gara-gara lihat wajah jelek lo. Sana pergi!"

"Tapi, guru nggak memperbolehkan makan di kelas."

"Ya, cari tempat lain. Jangan disini! Toilet kan ada. Itu tempat lo memang."

"Kenapa belum pergi?"

"Aku akan duduk paling pojok situ. Aku akan berusaha tidak terlihat Juna. Izinkan aku makan disini."

"Lo nggak denger ya?! Lo tuh nggak pantes!"

"Belnya tinggal sebentar lagi, Jun. Aku belum makan."

"Lo bikin kesabaran gue habis aja. Ya, gue nggak peduli! Mulai ngelunjak ya."

"Belum pergi juga?!"

Yuna menatap memohon. Perutnya sudah perih. Tinggal lima menit lagi.

"Jun---"

Prannnggg ...

Sangat cepat. Tanpa ia bisa menyelamatkan bekalnya yang dilempar ke lantai oleh Juna. Dan sekarang nasi beserta lauk pauk yang ibunya buat tercecer di lantai kantin. Matanya menyorot nanar.

"Ayo, makan."

Yuna mendongak. Menatap bingung dan takut.

"Katanya mau makan di kantin kan? Ayo, makan."

Rombongan Calista sudah cekikikan di belakang sana. Menatap puas.

"Nggak ngerti bahasa manusia?" Tambah Juna, ia mendekati Yuna yang berdiri kaku menatap makanan malangnya.

"Maksudnya?"

"Lo makan di lantai pake mulut. Mumpung belum lima menit. Cepat."

Mata Yuna berganti lantai dan sosok Juna yang berdiri angkuh menunggunya.

"Lama! Sini gue bantu."

Dan teriakan Yuna membuat seluruh penjuru kantin itu menoleh. Menyaksikan Juna yang mencengkeram rambut Yuna dan menundukkan kepalanya secara paksa hingga menyentuh lantai. Namun mereka memilih melanjutkan makanan mereka dan ada juga yang langsung pergi karena tidak ingin menatap adegan kekerasan yang jadi makanan sehari-hari tapi tidak bisa mendukung pihak lemah.

Tangisan Yuna tak diindahkan. Isak pilu bergema keras di penjuru kantin. Dan pekikan ampun dan maaf tidak juga melunakkan kekerasan hati Juna.

"Maaf Juna. Ampun. Tolong lepasin. Sakit."

"Makanya cepat. Lo kan mau makan. Ya sudah makan nasi didepan lo itu! Nanti gue lepasin."

Yuna dengan berurai air mata dan isakan lirih membuka bibirnya, mengambil sedikit nasi yang sudah bercampur debu dan pasir di lantai masuk ke mulut. Merasakan partikel kasar menggesek langit-langit dan lidahnya. Indra pengecapnya rasanya ingin muntah. Tapi, ia tak berdaya. Mendorong nasi itu masuk ke tenggorokan tanpa sempat di kunyah.

Juna tersenyum puas. Ia melepaskan cengkeramannya. Memberikan tatapan menjijikan lalu berlalu pergi bergabung bersama teman-temannya.

Sebelum benar-benar keluar kantin, ia menengok ke belakang menatap Yuna yang terduduk di lantai, membekap mulut dengan bahu bergetar hebat.

"Cih."

Kembali ke masa sekarang. Juna nampak tercengang di tempat duduknya. Ia menatap kedua tangannya tak percaya. Astaga, apa yang sudah ia lakukan?

***
25 November 2019
Vote dan komen 😉

Tiga tahun [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang