BAB 10

85 3 0
                                    

Happy reading 😘

Jangan lupa vote 'n comment--satu dukungan suara anda sangat berarti bagi saya. Wkwk

Oh iya, tandai juga Typo dan kalimat rancu. 😊

"Jadi itu yang kakak rencanakan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jadi itu yang kakak rencanakan?"

Lisa mengangguk dengan senyuman bangga. Yumna membeliak takjub. Itu benar kakaknya bukan? Ia tak pernah mengira jika Lisa bisa berpikiran secerdik itu.

"Aku tak pernah mengira kakak bisa melakukan itu?"

Yumna menggeleng. Masih tak percaya. Apa yang tadi ia lihat dan lakukan, sama sekali tak mampu dijangkau nalar---bukan .... bukannya tak bisa dijangkau nalarnya, hanya saja---Lisa terlalu lurus baginya untuk merencanakan apa yang baru ia lakukan tadi.

"Rai itu orangnya keras. Jadi, kita harus bisa mengenalkan orang yang lebih keras darinya." Jelas Lisa.

"Keras? Dari mana kakak bisa menyimpulkan itu?"

"Apa yang terjadi hari ini sudah cukup menjadi referensi." Lisa mengangkat bahu. Ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Matanya mengarah pada langit yang terpenuhi mendung. Sama sekali tak memperlihatkan bintang. Beberapa hari ini cuaca sama sekali tak bisa diperkirakan---kemarin cerah, lalu esoknya hujan.

"Benar juga. Tapi dia tidak bisa seenaknya juga di sekolah. Kenapa juga nggak ada yang nolongin aku hari ini? Kemana perginya bodyguard-bodyguard bodoh itu?!" 

Yumna menumpuk pertanyaan, setara dengan memori yang memutar kejadian hari ini. Dimulai ia di bopong paksa oleh orang gila sampai di kantin sore tadi, orang gila itu juga menyusulnya. Dan yang ia herankan, di mana semua pengawal-pengawal itu?!

"Kamu kira ada yang berani melawannya?" Lisa balik bertanya. Kini matanya mengarah pada adiknya.

Yumna duduk. Ia menopang kedua tangannya pada dagu. "Memang dia siapa?"

"Astaga! Kamu belum tahu siapa dia?" Lisa hampir memekik. Ia mengedipkan matanya beberapa kali.

"Kalau aku tahu, aku nggak akan tanya, Kak!"

Lisa mengembuskan napas. "Kamu tahu nama panjangnya?"

"Rai Reifansyah. Kan sudah banyak yang bilang. Otakku terlalu cerdas untuk mengingat nama orang itu."

"Hanya itu?" Lisa kembali mengamati langit. Masih gelap gulita. Sama sekali tak ada sinar bintang yang menyembul.

"Maksudnya?" Yumna memandang kakaknya tak mengerti.

"Nama lengkapnya. Hanya itu yang kamu tahu?" Yumna diam. Tak membalas. Memilih menunggu kakaknya untuk melanjutkan kalimat. "Dia itu Rai Reifanyah Alexander. Dia seorang Alexander," tekan Lisa.

Alexander .... Yumna jelas tahu nama keluarga itu. Sama sekali tidak asing. Itu nama sekolahnya---Alexander International School. Sudah mulai ada titik terang. Ia sudah bisa menghubungkan mengapa tak ada yang menolongnya. Rai anak pemilik sekolah. Hal yang juga mengejutkan. Tapi .... Ia sudah mendengar kabar itu. Tentang anak pemilik sekolah yang juga bersekolah di sana. Hanya saja, dia tidak tahu kalau itu Rai. Ah, pantas saja orang-orang itu menghormati Rai di luar batas. Tapi, tetap masih ada yang mengganjal.

Yumna's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang