Stalker : 25

2.2K 322 52
                                    


"Bagus." Windy yang duduk di antara kedua kaki Candra tersenyum bangga akan hasil jepreran pertamanya. Candra memang sedari tadi hanya mengawasi kegiatan cewek itu. Memberitahu jika Windynya salah memegang kameranya, atau salah membidik atau hal-hal lainnya yang hanya Candra yang paham.

Sofa itu hanya muat satu orang sebenarnya. Namun Candra beruntung memiliki gadis dengan berukuran tubuh mungil yang bisa duduk di sela-sela pahanya. Oleh usahanya, Candra memeluk pinggang ramping itu dan meletakkan bahunya di atas pundak Windy yang bersih dari helaian rambut. Karena gadis itu menyingkirkan helaian rambutnya ke sebelah kiri. Candra memperhatikan Windy memotret lagi. Suka-suka gadis itu saja ingin memotret apa.

"Ini bangus, gak?" Tanya Windy menunjukkan hasil jepretannya pada Candra.

"Udah bagus, kok. Kurang fokus aja dikit." Candra mengusap sisi kepala gadisnya sayang.

"Gak bisa sebagus punya Candra." Windy mendesah kecil.

"Lagian, ngapain kemarin pake ngebet masuk UKM Fotografi segala, sih?" Tanyanya dengan heran. Gadisnya termasuk cewek yang super enggan mempelajari sesuatu yang tidak ia kuasai.

"Lupa. Pokoknya mau aja gitu ada di manapun Candra berada," katanya dengan lugu.

"Masa?" Godanya terkekeh membuat pipi mulus itu berubah merah tomat, mengundang Candra memberikan kecupannya di pipi gadis itu.

Windy tersenyum lalu menoleh. Mendapati tatapan pria itu tertuju padanya. Menatapnya dengan serius, membuat Windy terhipnotis dan enggan memalingkan wajah. Keduanya hanyut saling menatap beberapa detik. Hingga Windy menyadari Candra memajukan wajahnya. Miring sedikit sambil menutup mata, begitu juga yang akhirnya dilakukan Windy sebagai responsnya.

Candra yakin ia akan segera menyentuh bibir itu jika saja tidak mendapat gangguan dari beberapa anggota UKM yang notabene anggotanya juga.

"E-eh? Salah waktu lagi, ya kita, Jen?" Tanya Mark salah tingkah mendapat tatapan geraman dari Candra sebagai ketua UKM fotografi.

"Minggat gak lo berdua?!" Sergahnya membuat kedua junior itu berlari meninggalkan sekre fotografi dengan ketakutan.

Windy tertawa. "Galak." Tuturnya sambil mengusap rambut lebat Candra. "Windy masuk kelas dulu," katanya lalu berdiri namun tangannya masih ditahan oleh Candra. Cowok itu enggan berpisah dengannya.

"Gak bisa bolos gitu?"

Windy tersenyum. "Mana bisa? Entar yang ada aku gak lulus!" Windy berakhir mencium bibir Candra singkat.

"Curang!" Candra menyipitkan matanya. "Belom siap tau!"

Namun Candra tahu tidak ada gunanya ia mengatakan hal itu karena gadisnya telah menarik tangannya terlepas dan pergi menjauh meninggalkan ruangan tersebut. Candra mendesah. Menikmati sisa-sisa aroma tubuh Windy yang masih tercium di ruangan itu. Entah kenapa semakin dipikirkan, Windy sudah benar-benar menjadi candu yang ia butuhkan seperti sebuah oksigen yang harus ia hirup setiap waktu.

***

"Nja, dicariin tuh." Doni yang sibuk dengan berkasnya bersuara tanpa memandang ke arah pria yang sibuk dengan kegiatannya juga mengatur jadwal mendaki yang akan diadakan seminggu lagi.

Doni memang melihat gadis berambut sebahu itu masuk ke sekre. Namun ia yakin Cia tidak membutuhkannya, namun Cia memerlukan Sanja. Doni tak usah menebaknya lagi, kan?

Sanja pun menurunkan kertas yang ia genggam. Melirik sedikit ke arah cewek dengan kemaja abu-abu yang nampak Casual. Namun entah kenapa bertemu Cia membuat perasaannya membuncah hingga terkesan gugup.

Cia masuk ke dalam. Memberi salam pada Doni sebagai senior san juga sekretaris Mapala. Butuh sepersekian detik hingga Sanja menyadari jika Cia sudah berada di depannya dengan tangan dilipat dan disatukan di depan tubuhnya.

STALKER | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang