"Dari mana kamu mendapatkan ini, honey?" tanya Damian dengan wajah sumringah. Yang ia tahu itu adalah sepatu bayi miliknya yang pernah ditunjukkan pada ibunya dan tidak tahu bahwa benda itu masih ada.
"Rumah Grandma."
"Kapan?"
"Saat kita mengadakan pesta kecil di rumah Grand, dan dia memberikan sambil bercerita semuanya."
"Semuanya?" Damian tertawa kecil.
"Iya sayang, semua. Semua yang mereka lewati saat kamu hadir dan lahir--kita akan melewati semua itu." Auris memeluk erat.
"Aku nggak sabar."
"Aku juga." Auris melepas pelukan untuk memandang mata Damian. "Grand bilang, berikan sepatu ini ketika aku hamil. Dan itu yang aku lakukan sekarang."
"Apa Grandma sudah tau?"
"Belum. Aku tetap ingin suami aku orang pertama yang aku beritahu."
"Kalau begitu kita video call Grand dulu sebelum berenang."
"Oke. Habis itu kita kasih tau Mom sama Dad." Auris bertengger manja di pundak Damian sementara menunggu Grandma menerima panggilan mereka. "Bagian yang sangat bikin aku nggak sabar saat Mom sama Dad tau akan punya cucu."
Damian menoleh, memeluk pinggulnya kemudian mengecup pipi Auris. "Thank you honey."
Auris membalas, kemudian mengambil sepatu mungil berwarna abu-abu tadi. "Sepatunya sayang, kita harus tunjukin dan Grand akan tau."
Wajah keriput dengan rambut keriting yang sudah putih sepenuhnya, muncul di layar. Grandma sedang duduk minum kopi di kebun belakang.
"Hello my deares...!"
"Hai... Grandma...!" balas Damian dan Auris dengan sepatu di masing-masing jari mereka.
Grandma terpaku dan seperti sulit berkata-kata. "Apa yang kalian lakukan dengan sepatu imut itu? Ini terlalu cepat. Aku sangat gembira, sangat bersyukur bisa melihat benda kecil itu di tangan kalian. Dan aku ingin bisa melihatnya berada pada kaki mungil itu. Aku sangat berharap."
"Grandma..., itu pasti," Auris meyakinkan.
"Oh my girl, jangan khawatir dia pasti akan tersenyum padamu nanti. Dia akan senang dengan sepatu buatan Nenek buyutnya dan warisan dari Ayahnya," kata Damian setengah bercanda dan selalu membuat Grand tertawa.
"Dia akan menendang wajahmu kalau kau nakal," kata Grand sambil tertawa.
Auris mendorong sepatu mungil itu ke pipi Damian. "Ayah nggak boleh nakal," dia tertawa kemudian memeluk dan mencium pipi Damian. Tetap meletakkan kepalanya di pundak nyaman itu.
"Kau harus menjaga istrimu dengan baik Damian. Apa pun yang dia inginkan harus kamu penuhi. Seperti apa pun suasana hatinya nanti, jangan marah meski kamu sangat kesal. Karena apa yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya itu akan sangat mempengaruhi hormon. Dia bisa sangat manja, atau pun sangat marah. Jangan sedikit pun kesal kepadanya karena dia sedang merawat anakmu di dalam rahimnya. Kalian harus bekerja sama dimulai dari sekarang untuk merawat buah hati kalian. Itulah bukti cinta kalian."
Auris terharu mendengan perkataan Grandma, matanya berkaca-kaca. Damian mencium pipinya dengan sangat lembut. "Tentu saja aku akan mejaganya Grandma, dan dia juga." Mengusap perut Auris yang masih sangat rata.
"Okey..., Grandma ucapkan selamat menunggu menjadi orangtua kepada kalian dan selamat ulang tahun my boyfriend."
"Maaf cantik, aku sudah punya istri. Tapi kita bisa ketemu diam-diam," Damian berbisik pada kalimat terakhir dan itu membuat Auris tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ever After
RomanceMungkin butuh waktu untuk aku memahami bahwa hanya kamu yang akan membuat aku bahagia, merasa jatuh cinta, selamanya. Maukah kamu menemani hidup aku selamanya? Kamu adalah bodyguard aku satu-satunya yang akan menjaga aku selamanya.