Bab 3

9.9K 844 24
                                    

Aku tidak bisa tidur sampai pagi, pikiranku dipenuhi segala kecemasan. Aku sudah menyusun kata-kata untuk memberitahukan orangtuaku dengan keputusanku, dan aku sempat melatihnya beberapa kali. Kuharap ini berhasil.

Berhubung aku tidak bisa tidur, aku mengisi jam malamku dengan menonton TV diruang keluarga. Aku keluar kamarku dan menuruni anak tangga dengn perlahan, takut membangunkan yang lainnya. Tapi kurasa aku kalah cepat, kulihat ada cahaya dan suara TV dari arah ruang keluarga. Bayu sudah duduk dengan santai di sofa, tangannya sibuk menyuapi mulutnya mie instan yang sudah dia buat.

"Tidak bisa tidur?" Tanyanya saat aku duduk di sebelahnya.

Aku menggeleng. "Tidak biasanya kau makan mie instant tengah malam begini."

"Aku tidak bisa tidur dikamar itu, rasanya ganjil." Katanya dengan mulut penuh.

"Kau hanya belum terbiasa dengan kamar barunya." Kataku, sambil ikut menyuap sedikit kuah dari mangkuk Bayu.

"Diamlah, filmnya sudah mulai." Katanya.

Aku menatap layar TV yang sedang menayangkan film horror lama. Aku menyukai film horror, bahkan aku sering membaca cerita-cerita horror. Tapi aku juga orang yang penakut, biasanya setelah menonton film atau membaca sesuatu yang menyeramkan, aku tidak akan berani pergi ketoilet sendirian. Ironis.

Saat hantunya muncul, aku mencengkram lengan Bayu cukup keras. Aku bisa merasakan otot-ototnya yang terbentuk sempurna. Aku tahu Bayu memang tampan dan sangat berbanding terbalik denganku. Dengan tubuhnya yang proporsional, kulitnya yang kelewat putih untuk laki-laki, rambutnya yang selalu rapih dan terawat, belum lagi otaknya yang pintar dan dia juga calon dokter. Dan semua itu juga yang menjadikannya seorang playboy. Aku tahu sudah berapa perempuan yang dia bawa ke mall dalam satu hari, dan aku harus ikut berbohong setiap kali salah satu pacarnya bertanya padaku. Bukannya gratis, Bayu selalu membayarku dengan sekotak lasagna.

"Apanya yang seram." Kata Bayu ditengah-tengah lamunanku, dia mengganti channel TVnya ke acara komedi.

"Bay, aku sudah memutuskan." Kataku.

"Memutuskan apa?" Tanyanya.

"Aku akan masuk ke akademi mata-mata itu." Jawabku.

Bayu melebarkan kelopak matanya. "Kau serius? Sudah kau pikirkan matang-matang?"

Aku mengangguk dengan sepenuh hati.

"Aku tidak ingin kau menyesalinya nanti." Katanya.

Aku mengkerutkan keningku. "Kenapa kau berkata seperti itu? Kau tidak setuju ya?" Aku merengut.

Bayu meletakan mangkuknya ke meja lalu menatapku mataku dalam, kedua tangannya ditaruhnya di pundakku.  "Lis, aku ini kakakmu. Aku akan selalu percaya dan yakin padamu, jadi aku akan selalu mendukungmu. Kalau itu keputusanmu, aku yakin itu jalan yang terbaik untukmu. Kau akan menjadi mata-mata yang hebat." Dia mengangguk-ngangguk penuh keyakinan.

Aku menepis tangannya dari pundakku dan mengernyit geli. "Kau habis membaca novel roman ya?"

"Kau menghancurkan suasana Lis." Katanya, dan kembali menonton acara TVnya setelah kupermalukan. Aku terkikik. Saat Bayu mulai bertindak layaknya seorang kakak, dia terlalu berlebihan. Walau begitu, aku senang dia mendukungku.

"Tapi Lis, apa kau tidak terkejut melihat Aldo?" Tanyanya tiba-tiba, dengan topik yang tidak terpikirkan pula olehku.

"Ehm, ya, tidak juga sih."

"Jujur aku cukup terkejut. Aku tidak menyangka, empat tahun tidak bertemu dan sekarang dia sudah jadi mata-mata." Dia terkekeh sendiri.

"Ugh, kau jadi melankolis." Kataku, mulai merasa jengah.

Bayu tertawa. "Efek terkejut setelah kau ditarik paksa oleh beberapa pria berpakaian hitam ditengah-tengah perkuliahan. Mereka memperlakukanku cukup kasar."

"Dasar tuan putri." Ledekku.

"Sudahlah, aku mau tidur sekarang. Aku harus menggunakan otakku besok." Katanya dan bangun dari sofa.

"Tapi tinggal dua jam lagi sampai matahari terbit, ayolah temani aku." Rengekku.

Tapi Bayu hanya melengos pergi kekamarnya, meninggalkan mangkuk bekas mie instantnya yang kosong diatas meja.

Berhubung hanya tinggal sedikit lagi sampai pagi menjelang, aku memutuskan untuk tidak tidur malam ini. Well, memang aku tidak bisa tidur. Jadi aku hanya menonton TV, mencari-cari acara yang bagus untuk kutonton.

Dan akhirnya sinar matahari mulai muncul menembus jendela-jendela, membuat suasana menjadi sedikit cerah. Suara pintu kamar orangtuaku terdengar membuka, dan langkah berat kaki ibuku terdengar terseret-seret.

"Hai bu." Sapaku, saat melihatnya menyebrangi ruang kelurga menuju dapur. Matanya masih setengah tertutup, dan karena itu dia terkejut.

"Astaga Lis, kau mengagetkanku." Dia mengusap-ngusap dadanya. "Tidak biasanya kau bangun sepagi ini." Katanya, tangannya sibuk memasak air didalam teko kecil.

"Terbangun tadi." Bohongku. Ibu akan sangat marah kalau tahu aku tidak tidur semalaman, dia sangat menghawatirkan penampilanku.

"Menyusahkan sekali tidak ada pembantu." Aku mendengarnya mengomel sendiri, dia sering mekakukan itu.

'Sekali-sekali mungkin kau memang harus bertindak layaknya seorang ibu.' Kataku dalam hati. Aku mengacuhkannya dan kembali fokus pada acara TVku, sekarang sedang menonton spongebob squarepants.

Aku akan menceritakan tentang keputusanku pada orangtuaku nanti, mungkin saat mereka sedang sarapan. Itupun kalau mereka menyempatkan diri untuk sarapan.

Aku menunggu momen yang menurutku tepat itu, dan sekarang semuanya sudah berkumpul dimeja makan. Ayah, ibu, dan Bayu. Mereka semua sudah tampak rapih, hanya aku yang masih mengenakan pakaian lusuh dengan rambut berantakan. Aku tidak menyentuh sarapanku sama sekali, aku sibuk menyiapkan nyaliku. Aku tidak tahu bagaimana reaksi mereka, mereka bukan Bayu yang selalu mendukungku. Bayu terus saja memandangiky saat mengunyah rotinya, dia menyadari ketakutan diwajahku.

"Yah, Bu Elise ingin memberitahu kalian sesuatu." Aku memulai, dan hanya Bayu yang benar-benar memandangku. "Sepertinya aku tidak akan masuk SMA." Dan saat aku mengatakan kalimat terakhir, mereka baru benar-benar menatapku.

"Maksudmu?" Tanya ayahku.

"Robert menawariku untuk masuk kedalam akademi mata-mata." Kataku, langsung menuju kepermasalahan.

Wajah Ibuku tampak memucat dibalik riasan wajahnya yang sempurna. "Jangan yang aneh-aneh Lis." Katanya.

"Aku tidak aneh-aneh Bu, aku serius." Kataku.

"Apa yang kau pikirkan Lis? mata-mata bukan pekerjaan yang mudah." Kata ayahku.

"Aku tahu, tapi aku akan berusaha keras." Kataku meyakinkan.

"Tapi kau kan selalu ingin menjadi dokter, sudah kau pikirkan tentang itu?" Tanya ibuku.

Aku diam.

Bayu angkat bicara. "Sudah izinkan saja dia."

Ayahku memelototinya. "Diam kau."

"Elise selalu bisa lebih dewasa dariku, dia selalu tahu apa yang terbaik untuknya." Bayu tidak berhenti.

Ayahku diam, aku tahu dia sedang berpikir. Lalu dia membuka mulutnya, "Baiklah ayah izinkan. Tapi kalau sampai terjadi sesuatu padamu, ayah akan langsung menarikmu keluar. Mengerti?" Ultimatum dari ayah tampak tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Setuju." Jawabku.

Dan pembicaraan selesai, mereka semua sudah harus berangkat. Walau wajah ibuku masih terlihat khawatir, kerut-kerut wajahnya terlihat jelas walau tertutup riasan. Ayah dan ibu sudah berangkat lebih dulu, tapi Bayu masih mengotak-ngatik isi tasnya. Dia kelihatan sangat rapi dengan kemeja putih garis-garisnya dan celana bahan hitam, jas putihnya tarsampir di lengan kirinya.

"Terimakasih sudah mendukungku tadi." Kataku, sebelum dia memasuki mobilnya.

Bayu mengacak-ngacak rambutku yang memang sudah berantakan. "Itu gunanya kakak." Katanya, dan dia langsung masuk kedalam mobilnya dan pergi. Aku menutup pintu gerbang dan berlari masuk kerumah. Merasa lega karena semua permasalahan ini selesai.

Vagsat Academy #1: Just a Good SPY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang