Chapter 23 : Setan Juna

75 7 4
                                    

Air yang jatuh dari langit tak terlalu rapat. Menimbulkan suara rintik konsisten namun tetap membuat jalanan dan apapun yang ditimpanya menjadi basah. Pagi yang tanpa mentari. Memiliki suasana sendu dan hawa dingin. Orang-orang mengenakan jaket tebal saat itu. Tak tahan dengan dinginnya. Begitu juga para pendaki yang menyesuaikan diri dengan suhu Kota Malang yang saat ini sering ekstrim.

Karena cuaca dingin dan hujan, jumlah para pendaki berkurang. Tak seramai saat kemarau atau menjelang hari libur nasional. Membuat kuota pendaki dan pelancong lokal meningkat drastis. Pun menjadikan toko peralatan dan penjualan alat-alat outdoor milik Riski itu tak terlalu ramai pengunjung.

 Pun menjadikan toko peralatan dan penjualan alat-alat outdoor milik Riski itu tak terlalu ramai pengunjung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Panji menyesap kopinya yang masih berasap. Merasakan kehangatan merayap dari leher lalu ke seluruh tubuhnya.

"Ji. Kamu nggak ingin kuliah lagi? " Riski membuka pembicaraan. Mereka berdua membuka dan menjaga toko bersama.

"Kuliah?" tanya Panji lagi. Memastikan dia tidak salah tangkap.

"Iya. Belajar lagi di perguruan tinggi seperti saudara-saudaramu yang lain?"

Panji terdiam sejenak. Tawaran bapaknya amatlah menggiurkan bagi seorang Panji Seka. Tapi dia sudah beristri. Dia harus mencari nafkah untuk keluarga kecilnya.

"Kenapa diam? Bingung karena kamu sudah menikah? Santai saja Ji. Bapak akan sangat senang bisa membantu lagi "

"Panji bukannya menolak pertolongan Bapak. Malah Panji senang. Tapi, Panji nggak mau kuliah dulu pak. Panji mungkin trauma sama yang namanya kampus. Panji mau kerja saja. Nyari-nyari lowongan."

"Ngomong-ngonong soal lowongan, temen bapak yang kerja di DisHub bilang akan ada pasar malam selama tiga minggu. Dibutuhkan juru parkir selama tanggal 21 desember sampai tanggal 11 januari 2020. Mau Bapak rekomendasikan? "

"Gajinya? "

"Per minggu Lima ratus ribu rupiah. Lumayan kan? "

"Jam kerjanya? "

"Hhhh.. jam tiga sore sampai jam 11 malam. "

Panji manggut-manggut. "menerima tawaran Bapaknya." menjadi tukang parkir musiman juga lumayan. Mungkin besok dia akan cari-cari info di The Park atau tempat lain yang menyediakan pekerjaan freelane.

Sebenarnya ada gunung besar yang terus mengganjal di dada Riski. Semakin ia memahami satu per satu anaknya, ia juga semakin merasakan perih dari kesemuannya. Seperti saat ini yang bak buah simalakama, dia mengorbankan perasaan putranya Iqbal untuk Panji.

Si anak pendiam Iqbal selama ini cukup bisa mengendalikan diri ketika sedang pertemuan keluarga. Tapi Riski juga seorang lelaki. Pun seorang ayah. Ia tahu Iqbal tak betah lama-lama menyaksikan pahit yang ditenggaknya setiap hari. Memaksanya menelannya bulat-bulat.

Karena pikiran yang semrawut dan gunung yang memuncak itu membuat Riski mendesah. Membuang napasnya.

"Kenapa Pak?" Panji bertanya.

"Eh? Rencana kamu dengan Lina apa? "

"Kita ngekos bareng Pak. "

Riski tak melanjutkan omongannya saat melihat tiga Pendaki mendekati toko mereka. Salah satu pemuda yang tampaknya Leader memesan.

"Permisi. Ada kompor portable dan gas nya? Sama Air mineral ukuran besar 3."

Selain peralatan, toko Riski juga menyediakan minuman dan bahan mentah seperti berbagai kopi instan, susu, dan cemilan ringan.

Panji menatap sang Leader begitu lama. Memikirkan kira kira dimana ia pernah bertemu dengannya?

"Rian? "

Cowok yang memakai penutup kepala itu juga terkejut. Tak menyangka ia akan bertemu mantan sahabatnya disini. "Ji? " katanya Rian dengan bingung. "Gimana kabar lo? "

Lah. Respon tak terduga bagi Panji. Bukankah orang yang paling marah dulu itu adalah Rian? Sekarang malah Rian menanyakan kabarnya.

"Baik. Lo? "

"Hm. Guys. Gue mau keluar dulu bentar. Ada temen gue nih. " Rian memberi tahu teman-temannya yang lain. Kemudian memberi isyarat Panji mengikutinya. Temannya Rian mengambil posisi Rian untuk mengurus pesanan mereka.

"Sebenernya, gue mau minta maaf Ji. "

Panji masih dibuat bingung dengan sikap Rian.

"Kenapa? "

"Lo kenal Juna kan? "

"Kenal, Arjuna yang Ketua Mahasiswa? "

Rian mengangguk. "Selama ini Rani juga selingkuh juga sama dia Ji. Rani bermain-main di belakang gue. Dia emang gadis pelacur!" Rian menekan kata di akhir. Merasa kesal dan marah.

Mendengar nama cewek itu disebut Panji refleks merasa gugup dan takut. Seperti sebuah gangguan yang ingin ia enyahkan dari ingatannya.

"Dan, mengenai lo, itu karena Juna. "

"Juna? " Panji kembali dibuat kaget dan bingung. Kemarahan dan penasaran akan motif Juna Rani kembali muncul ke permukaan.

"Lo tau kan Juna itu orangnya perfeksionis. Dia nggak mau punya saingan di hidupnya. Apalagi saingannya seberat lo. Makanya dia buat skandal buat ngejatohin lo ke jurang. Dan Rani melakukannya secara berlebihan. Sebulan setelah lo menghilang, kita putus. Gue tau semua kebusukannya Rani, bahwa dia jadi ayam kampus, dan, ada bayi juga di dalam perutnya Rani. "

Panji merasa mual. Ia jijik dengan semua yang Rian ucapkan. Bahkan ia jijik dengan dirinya sendiri. Entah kenapa ia menganggap si bayinya Rani itu adalah hasil Rani mengerjainya dulu?

"Mereka semua nggak pantes disebut manusia. " desis Panji dengan kemarahan tertahan. Dengan cara apapun ia takkan bisa kembali ke kehidupannya yang dulu. Tak bisa menghilangkan rasa trauma dan pilu yang ia rasakan saat ini. Bahkan jika itu harus ditebus dengan nyawa keduanya, semua takkan bisa kembali sedia kala.





















Terimakasih buat apresiasinya.. 🤓

PANJI  (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang