Offer

18 5 0
                                    

HAPPY READING!!!!

Astaga! Ada anak kelas satu terikat di lokerku. Tanpa memakai sehelai benang pun.

Ralat! Tidak betul-betul naked. Paling tidak ia masih mengenakkan pakaian dalamnya. Bukan cowok ganteng. Kakinya panjang dan Ceking, dadanya krempeng dan tangannya gemetar. Kaus kakinya yang berwarna putih terlihat dengan jelas terdapat banyak noda disana. Mungkin ia tidak mencuci sama sekali sepanjang musim panas.

Rantai sepeda yang terbungkus selang plastik sehijau jeruk nipis tersangkut dipegangan pintu lokerku. Rantai itu berlanjut hingga ketubuh cowok itu, masuk ke celana dalamnya, lalu ke kakinya, melingkar-lingkar, kemudian mengikat kencang. Sebenarnya, jika ia mau bergerak dengan sungguh-sungguh, ia bisa melepaskan diri dari rantai itu.

Terdengar suara cekikikan di belakangku. Aku tidak berbalik. Karena, memang itu yang mereka inginkan. Suara cekikikan itu semakin kencang. Semakin banyak lalu menggelegar.

Aku tidak menyadarinya saat memasuki lorong sekolah. Aku menunduk sepanjang lorong, hampir saja kepalaku kumasukkan ke baju hangat yang aku kenakan dan celana jeans longgarku. Kedua mataku menatap garis-garis lantai dengan sangat serius. Bersembunyi di balik rambut coklat ke-emasanku. Kupasang wajah tegar, kalau-kalau mereka berniat menggangguku.

Tapi aneh sekali. Tidak ada cowok yang tiba-tiba melesat di depanku dan menyuruhku.
"Mengenyahkan wajah jelekku".
Dari pandangan mereka. Tak ada yang berteriak.
"Sembunyi! Selamatkan diri! Ada monster!" Tak ada tiruan suara erangan menakutkan dari loker-loker disebelahku saat aku berjalan. Hening. Yang ada hanyalah ada keheningan. Kupikir, pagi ini aku aman. Tapi semestinya aku tahu, para pemburu itu hanya sedang bersiap-siap untuk menyerang.

Tapi, aku bukan satu-satunya orang yang mereka serang kali ini. Aku memilih memfokuskan diri pada anak yang masih gemetar itu.
"Apakah mereka menyakitimu?"
Aku tak sengaja menyentuh lengannya.

Ia mundur tiba-tiba, sambil menatap bangian lengannya yang kusentuh seakan-akan bisa terbakar atau membatu dan menjadi debu. Aku tidak dapat menyalakannya. Aku Melody si "Rotten Pumpkin" (Labu Busuk). Tubuh penuh tulang-belulang. Wajah penuh jerawat. Mata belo yang ditutupi kacamata tebal. Kawat gigiku memang sudah dilepas semenjak satu tahun yang lalu, tapi tak ada yang mau repot-repot memperhatian deretan gigi putihku. Yang tampak dibenak mereka hanyalah gigi taring yang kuning dan penuh darah.

"Kata mereka----- suara anak itu bergetar, lalu ia menelan ludah dengan susah payah----"ini cara mereka untuk memberitahu kau bahwa saya adalah salah satu orang yang mereka pilih yang akan menjadi pengikutmu"

Mereka. Aku dan dia tahu siapa mereka, yaitu Louis Peart, Travis Steele , Kurt Marks. The Horsemen---- perlambangan perebutan kekuasaan, perang, kelaparan dan kematian----hal-hal yang katanya menjadi penanda bahwa akhir zaman sudah dekat. Bukankah semestinya matahari terbit dari arah barat? Sungguh ironis. Kelakuan Louis dan kedua temannya sama sekali tidak tahu menahu tentang akhir zaman.

Anak itu bersuara lagi, dan mereka yang di belakangku dapat mendengarnya dengan baik.

"Kata mereka, Ro-tten Pumpkin se-sedang membutuhkan pe-pengikut"
Ia gemetar lagi dan kepalanya menunduk. "Untuk dijadikan tumbal".

Gerombolan di belakangku bergemuruh. Gelak tawa semestinya menyehatkan, membangkitkan semangat. Tapi tidak di SMA Port, Michigan.

"Tidak apa-apa" Aku menahan diri untuk tidak menepuk bahunya.

"Kita cari Mr Smith untuk membantu membuka rantai ini"

Anak itu tidak mau berhenti berbicara. Ia menengadahkan kepala, dan meringis kearahku.

"Kata mereka, kau akan membawaku ke sarangmu---".
Tawa kembali berderai. Kurasakan panas di wajah, dan aku bergumam.

" Aku tidak memakan anak kelas satu untuk sarapan".
"Memakanku?" Tampak kebingungan diwajah anak itu.

Rain MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang