Kesetiaan Persahabatan Yang Hilang

23 8 0
                                    

Aku terbangun dari alam mimpiku. Entah bermimpi apa tadi semalam. Mimpi yang sangat tidak jelas bagiku. Aku pun bergegas mandi. Karena tidak mau terlambat sampai ke sekolah, aku pun dengan cepatnya bersiap-siap berangkat sekolah bersama adik kelasku.

Pukul 06.25
Aku sudah sampai di sekolah. Tetapi cuaca di sekolah sangat tidak mendukung. Huftt.. Sedikit basah terkena air hujan. “Anis, pr matematika sudah belum?” tiba-tiba teman sekelasku menghampiriku dan bertanya. Dia bernama Caca.
“Oh iyah, aku lupa!” jawabku lupa. “Ah aku juga belum. Sangat menjebak jawabannya,” begitu jawaban Caca.
Kemudian Nabila datang senyum-senyum dan menghampiri aku dan Caca.

“Shiha belum datang?” tanya Nabila.
“Ah tahu kan dia selalu berangkat siang?” Caca menjawab.
Saat kami sedang berbicara tentang Shiha, Shiha pun datang dan menghampiri kita.
“Haha maaf-maaf telat lagi. Tadi kehujanan,” ujar Shiha.
“Iyah gak apa-apa Shiha,” kata Nabila. Bel masuk pun berbunyi. Kelas kami pun mulai belajar yaitu belajar matematika. Duhh…

Pukul 09.45 istirahat
“Huhh menjebak yah?” kata Caca.
“Benar tuh! Tadi aja sampai aku suruh ngerjain di depan papan tulis. Padahal aku gak ngerti,” ocehan Shiha.

Pukul 07.00
“Anisya, lihat deh Shiha. Dia berubah. Sekarang dia selalu sama Dini dan Adya. Dia lebih asyik sama mereka dibanding dengan kita,” kata Caca.
Aku pun melirik ke arah Shiha. Ya memang, Shiha berubah. Dia agak menjauh denganku, Caca, dan Nabila. Entah salah kami apa? Keesokan harinya. Kebetulan aku duduk sebangku dengan Shiha. Tetapi Shihaaa…

“Awas ah! Aku mau pindah! Gak mau duduk sama kamu lagi!” bentak Shiha.
“Shiha kamu marah sama aku?” tanyaku.
“Gak,” jawab dia singkat. Dia pun pindah duduk bersama Dini.

Hatiku sangat sakit. Mengapa sesosok sahabat menjadi seperti ini? Apa salahku? Mengapa dia berubah? Apakah dia dihasut oleh Dini? Tidak. Aku tidak boleh berburuk sangka seperti itu. Shiha sahabatku dan Dini teman dekatku yang sudah ku anggap sebagai sahabatku. Air mataku pun menetes sedikit demi sedikit. Akhirnya aku pun menangis. Hatiku seperti tertusuk oleh pedang yang sangat tajam. Saat pelajaran ipa aku menangis, aku tidak bisa konsentrasi, tidak ada yang mengetahui ini. Nabila yang kebetulan duduk berada di depanku, bertanya kepadaku.

“Nis, kamu kenapa? Caca, Anisya menangis,” bisik Nabila kepadaku dan kepada Caca.
“Sudahlah Nis, diemin dulu orang kayak gitu. Percuma kamu tangisi. Toh dia tidak peduli dengan kita. Kita harus sabar. Teman gak cuma dia aja kok. Masih banyak yang mau berteman sama kamu nis,” nasihat Caca. “Aku sakit diginiin Ca, baru kali ini persahabatan seperti ini. Sebelumnya tidak pernah. Mengapa harus kita? Kenapa tidak orang lain?” bisikku kepada Caca.

Padahal ini masih pelajaran ipa, tapi kami berbisik-bisik. “Ya udahlah Nis jangan dipikirin. Anisya kan dikenal orang yang strong (kuat) bukan lemah,” nasihat Caca supaya aku tidak bersedih lagi. Aku pun terdiam. “Sabar? Sabar? Sesabar apalagi? Aku menghadapi sahabat seperti dia? Dari dulu aku hanya bisa menahan amarahku terhadap sahabatku, tapi karena aku sayang sahabatku aku tidak akan mungkin menjahati sahabatku. Tapi mengapa dia bisa setega ini?” batinku sembari menangis.

“Tuhan apakah ini ujian pertamaku dalam pershabatan kita ini? Kalau akhirnya seperti ini mengapa engkau menakdirkanku bisa sedekat ini? Aku sudah merasa lelah dengan semua ini. Apakah dia benci terhadapku? Apakah benci terhadap Caca dan Nabila? Apakah aku bisa menjalani ujianmu Tuhan? Hentikan semua kemarahan dan kebencian Shiha kepadaku. Aku tak ingin pershabatan kita berhenti. Sekian lamanya kita merajut dalam suka dan duka. Tuhan kembalikan kesetiaan persahabatan kita,” doaku dalam hati kepada Allah. Semoga Allah mendengar doa-doaku. Aamiin.

Pukul 09.45 istirahat.
Saat istirahat pun tiba-tiba Shiha menyindir aku, Caca, dan Nabila. Dia tidak henti-hentinya menyindir kami bersama Dini dan Bella di depan orang-orang. Tapi anehnya Dini dan Bella hanya bisu saat bertemu kami.

“Ya Allah mengapa engkau memperkelaskan aku dengan mereka? Sindiran itu menusuk hatiku, ya Allah. Tapi aku tahu, Allah tidak akan menguji di luar batas hambanya. Allah telah memberi kesabaran yang begitu kokohnya sehingga aku masih bisa bertahan. Aku tidak akan membalas perbuatan mereka. Karena sejahat apa pun mereka adalah sahabatku.Ya Allah aku tidak berharap mereka terkena balasan darimu, yang aku harapkan adalah tolong kembalikan kesetiaan Shiha kepada kami. Jauhkan dari hasutan-hasutan yang telah menimpa kami. Entah itu hasutan atau fitnah,” doaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kesetiaan Persahabatan Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang