Beberapa ratus tahun kemudian....
"Aerial..."
Kai, si pemuda manis bermata biru dengan rambut brunette keemasan yang melambai lembut bagai sutra, serta kulit kecoklatan yang membuatnya serasi dengan sebutan "Putra Matahari" mengetes nama itu di bibirnya. Seperti kebanyakan penduduk di negerinya, ia tidak bisa mengucapkan itu secara terang-terangan. Padahal apa istimewanya tempat itu, ia sendiri tidak tahu. Yang ia yakini selama ini, sesuai cerita yang pernah ia dengar dari mendiang Nenek, Aerial hanyalah sebuah gundukan tanah atau tempat yang berdiri sendiri, melayang dilangit rendah, serta memisahkan dua tebing curam yang letakknya saling berseberangan.
Dua tebing kokoh dari dua negeri yang berperang sejak Viking dan Atlantis masih menduduki dunia dan merupakan manusia-manusia ras unggul saat itu.
Dua negeri yang mataharinya tidak bersinar dengan adil. Satu disinari sepanjang masa, yang satu lagi tidak pernah mendapatkannya.
Kai adalah pangeran dari negeri yang tak pernah absen mendapat limpahan kehangatan mentari. Tentu selain musim panas, ia juga dapat merasakan musim semi, musim gugur, bahkan musim dingin. Di negerinya, Negeri Cahaya, musim bergulur dengan teratur, membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Tanaman tumbuh silih berganti, musim panen selalu disambut dengan ceria, dan cuaca daerah Cahaya yang pada dasarnya dingin diimbangi dengan panasnya cahaya matahari.
Seperti prinsip yin-yang, negeri Kegelapan adalah kebalikan segala hal dari negeri Cahaya. Selama orang-orangnya bernapas, mreka hanya melihat malam dan kegelapan. Cahaya artificial yang mungkin dinikmati hanya sinar lampu dan obor.
Dan uniknya, bangsa Kegelapan memiliki kulit serta sistem organ tubuh yang resisten terhadap sinar matahari.
Belakangan Kai mendengar selentingan pembicaraan prajurit-prajurit yang berjaga didepan pintu kamar istana. Karena ruangannya sangat lapang, orang berbisik pun akan menggema suaranya. Menurut mereka, Aerial adalah daerah pembuangan, tempat yang sangat buruk, dan terkutuk.
Para prajurit muda ini seumuran dengan Kai, sekitar tujuh belas tahunan, dan memiliki rasa penasaran yang luar biasa besar namun tidak memiliki cukup nyali untuk menyelidikinya.
Kai tidak seperti itu.
Untuk urusan nyali, Kai memiliki itu di setiap denyut nadi dan napasnya. Ia tidak takut gelap dan ia tidak takut bertemu urla -beribu urla sekalipun. Ia paham benar takdirnya menjadi putra sulung raja negeri Cahaya, yang sepanjang hidupnya akan menjadi mangsa dari predator bernama bangsa Kegelapan. Dan itu tidak hanya berlaku bagi dirinya saja, melainkan seluruh rakyat Cahaya.
"Aerial akan menjadi hadiah ulang tahunku yang paling indah," Kai berkata lagi, memantapkan genggamannya pada tongkat panjang di tangan kanannya dan mundur beberapa langkah dari mulut tebing.
"Selamat ulang tahun, Pangeran Kai," ia pun mengucapkan selamat kepadanya dirinya sendiri dengan suara bersenandung ceria. Dan bersamaan itu, ia berlari sekencang-kencangnya, kemudian lepas landas melompat dari ujung mulut tebing ke daratan baru yang mengambang di depannya.
Oh ya, menurut para tetua di istana, selain Aerial sangat buruk panoramanya, tempat ini juga dihuni banyak urla, makhluk halus penjaga hutan lebat, dan roh-roh dari kedua bangsa bertikai yang telah mati, terutama mereka yang gugur dalam peperangan.
Namun sekali lagi, Kai tidak peduli. Lagi pula di mana lagi ia bisa mempraktikkan salah satu teknik berperang yang diajarkan Jendral Arth kepadanya, lompat galah dengan tongkat panjang hadiah ulang tahun dari sang Jendral.
"Hup!" Ketika ia mendarat tepat dipermukaan Aerial, yang terlihat hanya hamparan rumput hijau. Sepasang kupu-kupu kuning terbang di atas padang rumput ini, lalu sayap keduanya sempat tertaut lama, saling melingkupi satu sama lain. Kai tercenung melihatnya.