SECANGKIR COKLAT HANGAT (2)

10 0 0
                                    

Adora mencoba mengurungkan niatnya untuk duduk disana begitu melirik di sebelah kanan orang tersebut ada satu cup minuman. Tampaknya dia sedang bersama seseorang, tidak, mungkin saja dia sedang menunggu seseorang. Adora mundur beberapa langkah ingin meninggalkan atap gedung ini tanpa sengaja punggungnya membentur dinding, ia tersentak bersamaan cangkir coklat jatuh ke lantai, secangkir coklat hangat terbuang sia-sia.

"Sial~" Gumamnya.

"Sayang sekali."

Adora menengadahkan wajahnya mengikuti sumber suara barusan. Gadis yang duduk di bangku itu menatap ke arah Adora yang ada di belakangnya dengan sedikit badan memutar. Adora terperanjat. Gadis itu, gadis di elevator tadi. Detik itu juga Adora kembali takjub akan keindahan gadis itu tepat sebelum ucapannya membuyarkan Dora.

"Kemarilah." Katanya.

Dora menghampirinya ragu-ragu.

"Kemarilah. Aku punya secangkir lebih ini untukmu." Ujarnya menyakinkan meski tanpa ekspresi. Masih terkesan dingin, seperti sebelumnya.

Adora menempati kursi kayu itu tepat di sisi kanan gadis itu. Sekarang Adora bisa melihat gadis itu dalam jarak lebih detail, ia bisa melihat tangan bertato gelang tali gadis itu menyodorkan segelas coklat. Indera Adora meremang begitu menyambut sodoran coklat tersebut dalam keadaan dingin. Apalagi yang memenuhi kepalanya kalau bukan terheran-heran dengan manusia unik satu ini. Meskipun begitu, Dora berterima kasih atas coklatnya. Gadis itu merespon dengan ujung bibir sedikit naik namun belum bisa disebut tersenyum bahkan seringaian.

"Berapa umurmu?" Ia membuka pembicaraan tanpa mengalihkan pandangan dari bingkai pemandangan malam kota setelah beberapa menit terdiam. Canggung, mungkin.

"19 tahun"

"Kau sekolah dimana?"

Orang ini benar-benar, berbeda. Apa dia unik atau memang dia aneh? Batin Adora. Umumnya orang menanyakan nama dulu atau hal-hal umum lain sebagai basa basi untuk memulai pembicaraan dengan orang yang baru dikenal.

"Aku berhenti sekolah."

"Bagus." Katanya tenang.

Adora mengangkat wajahnya dan melirik gadis itu, "Kenapa?" Tanyanya.

"Jika itu bukan sesuatu yang ingin kau lakukan maka jangan lakukan. Buat waktumu lebih berharga."

Keren.

Satu kata mengesankan dari Adora untuk gadis itu. Menit selanjutnya Adora baru tersadar ternyata gadis itu keluar ke tempat seperti ini tanpa mengenakan jaket, terlebih lagi dengan minuman dinginnya itu yang membuat gila untuk cuaca dingin seperti ini.

"Kau tidak kedinginan?" Meski sedikit ragu Adora tetap bertanya demikian untuk menyeimbangkan situasi dengan gadis itu yang terlihat tidak menyukai basa-basi. Memaklumi mungkin itu caranya bertemannya dengan seseorang.

"Tidak." Jawabnya tenang, "CIPA. Inderaku tidak peka. Aku menderita penyakit itu."

Sepasang mata Adora melebar. Terbuka sekali orang ini, kesannya.

"Sepertinya kau terkejut. Ada apa? Apa kau juga sama?" Dia bercanda.

"Ah tidak. Tidaaak." Cetus Dora menyangkal, "aku hanya kagum saja melihatmu, pribadi yang terbuka. Kau menjawab pertanyaanku, bahkan tanpa ragu." Lanjutnya.

"Jadi kau baru saja mengujiku?"

"Tidak juga. Bukan begitu maksudku" Adora buru-buru membantahnya.

Gadis itu menyeringai seolah menertawakan hal bodoh ini. Adora mungkin terlihat lugu sekali dalam pandangannya.

"seperti apa rasanya hidup sepertimu?"

"seperti terasingkan. Es coklat ini tidak terasa dingin atau panas apalagi manis"

Tidak seperti sebelumnya ia merespon dengan santai, kali ini ia menampakkan senyum kecutnya di ujung penjelasan. Adora menghentikan rasa ingin tahunya tidak ingin mengorek lebih dalam tentang masalah pribadi seseorang yang bahkan masih asing baginya.

"kau tahu? Aku sempat berpikir, bukankah sedikit beruntung jika mempunyai indera mati. Setidaknya ibuku tidak kesakitan saat itu, meskipun dia harus meninggal."

"...dan pada akhirnya semua sama sakitnya kan"

Adora menyeringai sembari membuang pandangannya pada kelap kelip lampu kota dibawah langit hitam mendung. "Rasanya kita seperti kurang normal" ujar Adora.

"kenapa memangnya?"

"untuk asing pembicaraan semacam ini rasanya agak..." Adora mengerutkan keningnya mengingatkan gadis itu akan percakapan aneh mereka yang terjadi begitu saja karena terbawa suasana begitu cepat. Mereka berdua terkekeh canggung.

Dan ini adalah kedua kalinya Adora mampu melepas tawa setelah beberapa hari yang lalu dikunjungi Yeonjun. Meskipun dingin, Adora sesekali menyeruput es coklat itu sebelum kembali melanjutkan obrolannya dengan gadis berkepribadian hangat ini.

*TBC*

ANOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang