Shiren mengalihkan pandangannya. Dia benar-benar merasa risih dengan tatapan yang di layangkan pria itu untuknya. Ntah apa yang ada di pikirannya, pria itu selalu menatapnya tiap kali mereka berpapasan. Bahkan tak jarang Shiren selalu merasa di awasi saat ia bekerja di perusahaan ini.
Bukannya Shiren mau percaya diri, hanya saja pria itu sudah sering menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Seolah itu adalah hobi nya.
Awalnya Shiren tak merasa ada hal aneh di sekitarnya, namun semenjak perusahaan ini berganti CEO, dia kerap sekali bertemu dengan pria itu yang mana dirinyalah CEO yang Shiren maksud. Shiren pikir itu hanya sebuah kebetulan, tapi tak ada yang namanya kebetulan secara berulang bukan?
Shiren menghela nafas gusar. Pria itu masih dengan tatapannya yang tajam nan menusuk yang terus diarahkan padanya layaknya sebuah panah yang dihunuskan tepat pada sasaran.
"Dia liatin lo terus." Joy berbisik pada Shiren karena tak sengaja ia melihat pria itu yang terus menatap Shiren saat dirinya menengok kebelakang.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah restoran milik perusahaan Pranadipa Group. Shiren dan Joy sengaja memilih tempat yang dekat dengan jendela. Tak jauh dari mejanya dengan jarak 4 bangku kebelakang, disanalah tempat pria itu yang duduk sendirian dengan matanya yang tak lepas dari Shiren.
Posisi duduk Shiren menghadap langsung ke arah meja pria itu. Sedangkan Joy berada di depannya memunggungi pria itu.
"Tau ah, pengen gue colok tuh mata." Desis Shiren kesal.
"Kek berani aja lo! Dia tuh atasan kita, lo mau di pecat?!" Joy menyenggol pelan sikut Shiren yang tengah di tompangnya sambil membaca laporan sesekali menandainya dengan stabilo di paragraf-paragraf yang menurutnya penting untuk bahan presentasi saat meeting nanti.
Sebenarnya Joy merasa heran dengan atasannya yang lebih memilih jam makan siang di restoran tempat karyawannya. Tak ingin ambil pusing, mungkin atasannya sedang mencari suasana baru. Begitu pikirnya.
"Ya abis gue risih." Shiren meminum jus alpukat yang ia pesan tadi.
"Menurut gue sih kayaknya dia suka deh sama lo." Joy mengutarakan pendapatnya, bukan tanpa alasan Joy mengakatakannya hanya saja gelagat pria itu menjurus seperti orang yang tengah jatuh cinta.
"Ngaco deh, tu cowok juga kalo mau suka sama cewek pilih-pilih kali. Type-type kayak dia tuh cewek yang modis terus punya body kek gitar spanyol." Jawab Shiren.
Shiren tak bisa membohongi hatinya jika pria itu sangat tampan. Tak heran jika pria itu masuk ke daftar cogan di negaranya.
Joy mengangguk-ngangguk mengerti.
"Iya juga sih, masa cowok seganteng itu suka sama titisan miper kek lo." Joy terkekeh pelan.
"Diem lo kamvret!!" Tukas Shiren sebal lalu mengalihkan pandangannya dan tak sengaja melihat seringai kecil dari bibir milik pria yang terus menatapnya intens. Shiren tertegun untuk beberapa saat, jantungnya bertalu-talu seperti genderang perang. Kedua tangannya berkeringat dingin, Shiren bernafas putus-putus, seolah-olah semua oksigen berkumpul di paru-parunya membuat dirinya sesak. Dia sendiri tidak tau kenapa tubuhnya bereaksi berlebihan seperti ini. Kepalanya pening seketika, dia merasa ada yang janggal, otaknya bekerja keras untuk menemukan jawaban, namun yang Shiren dapat hanya kegelapan yang menghampirinya.
'Seringai itu...'
"Astaga Ren!! Anjir woyy!! Cepetan bantuin gue bawa Shiren." Joy berteriak heboh kala melihat sahabatnya tergeletak tak sadarkan diri.
Orang-orang yang berada disitu tak kalah kagetnya dengan Joy. Dengan segera Dios yang kebetulan ada disana membantu Joy membawa Shiren
Dios berjalan tergesa-gesa di sepanjang lobby, banyak pasang mata yang memperhatikan keduanya. Mengingat Dios memiliki wajah tampan membuat dirinya digandrungi oleh gadis-gadis yang bekerja disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION
Teen Fiction"Dissociative Identity Disorder" Bagi sebagian besar orang masih menganggap bahwa hal itu hanya khayalan semata. Tapi tidak demikian untuk seseorang yang bahkan merasakan sendiri kelainan itu. Kesakitan, kecemasan, kesengsaraan, dan juga kesedihan...