O3

4.5K 623 49
                                    

Setelah lamaran yang tiba-tiba itu, Taeyong tidak bisa hidup dengan tenang. Dimana-mana flash kamera mengikuti jejak langkahnya, mereka semua benar-benar tidak memikirkan bahwa ia juga butuh privasi. Kemanapun ia pergi, semua mata tertuju padanya, bisik-bisik samar mengalun mengatakan ia bahkan tidak pantas untuk menjadi Putri Mahkota.

Taeyong sadar dirinya hanya orang biasa, punya mimpi biasa, terlahir dari keluarga biasa, ia juga tidak ingin menikahi lelaki itu. Tapi bisa apa dia? Setelah keluarganya menerima dengan senang hati lamaran dari kerajaan. Bahkan orangtuanya tidak mempertanyakan bagaimana pendapatnya terlebih dahulu.

Hari ini, ia berdoa agar tidak ada yang menggangunya saat makan siang. Sambil membawa nampan yang berisi lauk pauk, Taeyong mencari tempat kosong untuk makan dengan tenang tanpa gangguan. Bukan ia tidak mau bergabung atau tidak punya teman, akan tetapi Taeyong cukup tahu diri untuk membuat orang merasa tidak nyaman.

Oleh karena itulah ia lebih memilih makan seorang diri, dimeja kosong tepat di tengah ruangan. Baru saja memakan makan siangnya beberapa suap, beberapa adik tingkatnya menghampiri dan meminta tandatangan Taeyong. Mereka memujinya mengatakan Taeyong mempunyai wajah sangat cantik dan memiliki mata yang bagus. Beberapa bahkan meminta izin untuk memotret makanan yang ia makan.

Taeyong yang merasa jengah pada akhirnya memilih untuk bergabung dengan teman-teman sekelasnya. Mereka yang kaget dengan kehadiran Taeyong yang tiba-tiba langsung menghentikan kegiatan dan menatap Taeyong tanpa berkata apapun.

"Boleh aku bergabung dengan kalian?" Mereka yang berjumlah tujuh orang memandang satu sama lainnya sebelum mengangguk.

Hening sekali dan rasanya canggung, ia sampai tersedak karena semua orang di mejanya menatap dengan penuh minat, berharap Taeyong akan bercerita tentang hal ini.

"Kalian? Kalian juga ingin seperti yang lainnya? Berkata bahwa aku tidak pantas menjadi seorang Putri Mahkota?" Ujarnya pelan, menatap semua yang ada dimeja itu satu persatu.

"Dengarkan aku. Jangan samakan kami dengan orang-orang menyebalkan itu. Well, kami sebenarnya sangat kaget. Kau tidak pernah cerita apapun pada kami. Benar? Ini sebuah pernikahan, dan kau menikah bukan dengan orang biasa, bukan juga pengusaha dan ia seorang. . . Kau tahu? Putra Mahkota" Ong Seungwoo kali ini jadi juru bicara, mewakili yang lainnya.

Taeyong menghela napas dan meletakan sumpitnya diatas meja. "Aku bahkan tidak tahu apapun tentang lamaran ini. Saat aku pulang kerumah, ibuku langsung berkata bahwa ia menerima lamaran mereka. Aku bahkan belum sempat bernapas dengan baik saat—"

"Apa? Kalian dijodohkan?" Taeyong memukul kepala mereka satu persatu dengan sumpit karena berbicara keras-keras. Tak ayal kini semua mata memperhatikan mereka sambil berbisik menyebalkan, Taeyong benci desisan mereka yang seperti ular.

"Bisakah kalian mengecilkan suara kalian yang seperti speaker rusak itu?" Taeyong memutar bola matanya dramatis "Tolong jangan potong ucapanku— dan kenapa kau sedari tadi membuang muka padaku?"

Telunjuknya mengarah pada Jonghyun yang sedang duduk dengan kepala tertunduk terlihat tidak bersemangat, bahkan jika ada yang bilang roh Jonghyun diambil gumiho, sepertinya ia akan mempercayainya. Yang ditanya tidak menjawab, membuat Taeyong semakin berapi-api. Kemudian Yooa yang duduk disamping Taeyong berbisik di telinganya.

"Ia patah hati mendengar kabar lamaranmu. Ia bilang, ia tidak punya harapan lagi setelah tahu yang melamarmu Putra Mahkota." Bibir Taeyong menjadi segaris saat mendengar ujaran Yooa barusan.

"Dia terlihat depresi, kau harus mengajaknya bicara setelah ini."

"Bukan urusanku. Aku juga depresi memikirkan masa depanku." Ujar Taeyong cuek. Jaebum yang berada disebelahnya menepuk-nepuk punggung Jonghyun sambil menahan tawa besarnya.

The Prince [JaeYong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang