Amanda mengantar Hanna dan putrinya ke rumah. Setibanya di rumah, Amanda diminta untuk duduk sebentar, menunggu Hanna dan Vany yang bersiap-siap untuk pergi mengantarkan Vany kursus bahasa inggris.
Kenapa Amanda menunggu?
Ya. Amanda menawarkan diri untuk mengantar mereka berdua, dia ingin jalan-jalan keliling Batam, jadilah dia ingin ikut ke manapun aktivitas keluar Hanna selama Hanna mengizinkannya.
"Vanyyyyyy jangan pergi. Sisir dulu rambutnya itu ya ampun ini anak,kenapa susah banget sih tiap disuruh sisir rambut?" Keluh Hanna yang kini mengikuti Vany entah kemana.
Amanda terkekeh melihat itu, ternyata dibalik usia 32 tahunnya itu, yang namanya perempuan tetap saja punya sisi manja dan menggemaskannya sendiri, tak perduli berapapun usianya, pasti akan keluar suatu waktu begitu saja.
Vany kini sudah duduk di sebelah Amanda, ia memeluk pinggang Amanda dengan manjanya, ndusel-ndusel seolah mencari perlindungan.
Hanna menyerah, bahunya turun sambil menghela nafas, rasanya dia sangat lelah hingga akhirnya membiarkan Vany, lebih baik ia membersihkan diri dan berganti pakaian.
Saat Hanna akan pergi, Amanda menahan lengan Hanna, membuat Hanna terkejut dan hampir saja jantungnya lompat-lompat seperti kodok.
Perlahan tapi pasti, entah seperti disengaja atau tidak, tangan Amanda turun dan terus turun sampai pada telapak tangan Hanna, begitu lembut, hingga tidak hanya membuat jantung Hanna melompat-lompat, tapi seperti ada yang berdesir di dalam dirinya.
Mata itu masih saling menatap, dan Hanna sekarang justru kesulitan menelan ludahnya, tenggorokannya terasa kaku untuk melakukan gerakan itu.
"Biar aku aja," ucap Amanda saat tangannya tiba pada sisir yang dipegang Hanna, mengambilnya lalu membujuk Vany agar mau disisir rambutnya.
Hanna mengerjap, satu tangannya masih terkulai lemas, sedangkan satu tangannya sudah meremas dadanya. Dia bingung, dia kesal, dia gemas, kenapa Amanda terus membuatnya lemah seperti ini?
Jangan salahkan gue kalau jadi lemah gara-gara perlakuan lo ya Amandaaaaaaa. Ya ampun Nasteteeeeee, cepat lo datang, sem!
"A- aku bersih-bersih dulu kalau gitu," ucap Hanna gugup, dan langsung membalikkan badannya menuju kamar mandi. Hampir saja ia terjatuh karena lemahnya hatinya membuat lututnya juga lemas. Entahlah apa hubungannya. Dasar Amanda!
"Vany kenapa enggak mau disisir?" Tanya Amanda lembut, masih membujuk si gemas Vany.
Vany memberengut, namun raut wajahnya sedih, "Bunda kalau sisir kuat-kuat, cepat-cepat, kan kepala aku sakit, Tante."
Amanda tersenyum, "Vany enggak bilang ke Bunda kalau sisirnya pelan-pelan aja?" Amanda mulai mendekat ke kepala gadis kecil itu.
"Udah, tapi Bunda selalu bilang, 'aduh maaf, sayang, kita lagi buru-buru, nanti kita telat', gitu," ujar Vany masih bete, tanpa ia sadari, Amanda mulai menyisir rambutnya dengan lembut.
"Kalau ini sakit?" Vany menggeleng, membuat Amanda tersenyum, Amanda pun melanjutkan kegiatannya.
"Vany?"
"Iya, Tante?"
"Yang buat sarapan kamu tiap pagi siapa?"
"Bunda."
"Yang nyiapin pakaian kamu sebelum berangkat sekolah?"
"Bunda."
"Yang antar kamu sekolah, jemput kamu sekolah, bersihin baju kamu, masakin kamu, sampai nemeni kamu tidur, siapa?"
"Bunda juga."
Amanda tersenyum, "kasian ya, Bunda. Pasti capek, semua Bunda yang mengerjakan, termasuk sisir rambut kamu, mana Bunda harus pergi kerja lagi ya, kan?"
Vany hanya berdehem merespon ucapan Amanda.
"Besok pagi Bunda bangun pagi lagi, nyiapin sarapan lagi, terus begitu, bahkan di hari libur pun Bunda enggak berhenti bekerja, tetap aja ada kerjaan di rumahnya. Entah itu beres rumah, cuci pakaian, ajak kamu main, pasti Bunda capek banget ya, Van?"
Vany terdiam, dari raut wajahnya terlihat kalau dia sedih, dia mulai memahami maksud dari ucapan Amanda. Selesai rambutnya disisir, Amanda memutar badan Vany agar melihatnya.
Ia angkat dagu Vany yang masih menundukkan wajahnya, Amanda tersenyum, tapi tidak dengan Vany yang wajahnya masih menunjukkan rasa menyesal.
"Apa yang Vany rasakan sekarang?" Tanya Amanda lembut, ia tahu, hati perempuan itu sangat lembut, dan akan mudah tersentuh jika sudah berbicara tentang perasaan, bahkan dengan anak yang masih berusia 10 tahun seperti ini.
Bahu Vany mulai bergetar, "pingin peluk Bunda."
"Vany, ayo kita berangkat, nanti kamu telat, sayang. Sisir rambutnya di mobil aja."
Bug.
Hanna hampir terjatuh ke belakang saat dirinya mendapat sebuah pelukan yang sangat tiba-tiba. Vany, putri semata wayangnya itu memeluknya, erat sekali, sambil terisak ia terus meminta maaf kepada Hanna.
Hanna panik, ia langsung berlutut dan memandang wajah putrinya, namun Vany kembali memeluknya saat Hanna akan bertanya, membuat pertanyaan yang ingin Hanna lontarkan harus ia tahan lebih dulu.
Hanna melihat Amanda yang berdiri memandangnya. Ia angkat kedua alisnya, bermaksud mengkode ada apa dengan putrinya, Amanda yang faham kode itu hanya mengangkat bahu.
Hanna mengusap lembut kepala putrinya, ia terus menenangkannya dengan berkata cukup menangisnya, coba cerita ke Bunda ada apa, tapi Vany menggeleng, ia masih ingin memeluk Bundanya.
Masih dalam isak tangis dan pelukan, samar-samar Vany mengucapkan dengan setulus-tulusnya, "Vany sayang sama Bunda."
Hanna terkejut, hatinya terasa seperti taman yang bunganya sedang mekar. Pasalnya ini adalah kalimat cinta Vany untuk pertama kalinya, dan rasanya ternyata sehangat ini.
Ungkapan Vany itu juga berhasil membuat Hanna sadar kalau dirinya juga belum pernah mengucapkan itu sekalipun pada putrinya. Ia lebih sering dan lebih mudah mengucapkan itu kepada mantan kekasihnya, lebih mudah memberikan perhatian dan kasih sayangnya pada mantan kekasihnya itu dibanding dengan Vany.
Jika dengan Vany hanya sekedarnya saja. Bukan. Bukan berarti tidak sayang. Hanna tetap menyayangi Vany, tapi selama ini tidak pernah dengan serius merasakan itu, tidak terlalu menyadarinya. Mungkin karena terlalu sering bertemu dan berinteraksi, membuat rasa itu seperti tersembunyi padahal ada.
Belum lagi dengan penatnya pekerjaan di luar dan di dalam rumah, sikap Vany yang kadang membuatnya harus lebih bersabar, rasanya ia butuh sandaran ketika lelah. Sebab itu Hanna pasti akan lebih memunculkan perasaannya kepada kekasihnya. Ia lupa, kalau ada cinta lain yang juga menuntut haknya untuk ditunaikan.
Mata Hanna memanas, air mata itu ia pastikan akan jatuh. Dalam hati Hanna meyakini kalau kejadian ini pasti sudah diskenariokan Tuhan, dan Tuhan menyadarkan tentang perasaan ini melalui dia, wanita yang kini sedang berjalan santai keluar rumah sambil membawa barang-barang mereka untuk dimasukkan ke dalam mobil.
Dalam kondisi yang baru saja diputuskan mantan kekasih dan berniat mencari penggantinya, diperlakukan semanis ini, diberi perhatian meski sesederhana ini, pasti akan cepat masuk ke hati.
Ibarat hati yang baru saja mengikhlaskan sebuah nama. Nama yang biasanya bersemayam di hati kini sudah keluar, dan pintu hati Hanna masih terbuka sebab mencari nama yang baru. Bukankah wajar jika Hanna terbawa perasaan?
Kini Hanna ikut terisak, kali ini isaknya bercampur dengan rasa baru yang ia yakini sudah menempati salah satu ruang di hatinya. Dia kalah dan dia mulai pasrah.
Amanda, secepat ini lo buat gue jatuh hati?
"Bunda juga sayang sama Vany."
Dan Hanna semakin terisak, mengeratkan pelukan pada putrinya dengan hati yang ia tahu siap untuk dipatahkan kembali.
¤¤¤
Bersambung...
A/n :-
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okey, Amanda (GxG - COMPLETE)
Kurzgeschichten[ Terima kasih sebelumnya karena tidak memplagiat cerita ini dalam bentuk apapun ] [ GxG Content ] "Saat kau ragu setelah datangnya yang kedua." @copyright november2019 Awannis07 Status : Complete