Lee Donghyuck senang bernyanyi. Ingatan paling awal mengenai kegemaran tersebut adalah saat usianya empat tahun, dia mencoba menirukan sebuah lagu yang terputar di radio. Meski hanya mampu menggumamkan melodi, Donghyuck mengulang-ulangnya tanpa rasa bosan.
Donghyuck ingat, saat itu ibunya datang menjemput dari tempat penitipan anak dengan raut muka yang membuat dirinya sedih. Lalu, begitu saja dia menggumamkan lagu yang ia dengar tadi sebelum tidur siang. Sang ibu berhenti berjalan, mereka bertukar tatapan. Saat melihat senyum ibunya dan betapa menyenangkan mereka bernyanyi hingga sampai di rumah, Donghyuck percaya bahwa lagu tersebut ajaib.
Hingga usianya beranjak dewasa, menyanyi adalah kegiatan yang paling ia sukai. Entah di tengah kebosanan maupun kesedihan.
Seperti sekarang.
"This year, to save me from tears, I'll give it to someone special."
Di ruang karaoke yang sempit, berteriak kencang-kencang meski mikrofon di tangan berfungsi dengan baik.
Tanpa memedulikan keluhan teman-temannya yang menonton dari belakang, atau orang-orang di luar sana, Donghyuck menyanyikan lagu lama terkenal yang sekarang menjadi anthem untuknya.
"Lee Donghyuck, karaoke kali ini kau yang bayar!" Renjun, teman sparring sehari-hari, berteriak mencoba mengalahkan suara dari speaker.
Donghyuck hanya mengangguk tak acuh, menantikan sampai lirik lagu di layar kembali.
"Someone...," Donghyuck menyelesaikan lagu pilihannya. Setelah nilai sempurna tampil di layar, dia menghela napas. Merasakan tepukan pelan di bahu, Donghyuk membalikkan badan. Kini dia bisa melihat ketiga temannya yang tidak lagi memasang wajah kesal seperti tadi.
"Mau makan rabokki?" Jeno, yang menepuk bahunya, menawarkan.
"Kau yang bayar?" dia bertanya, memasang wajah semenyedihkan mungkin.
Mendapatkan jawaban berupa anggukan, Donghyuck segera memeluk teman sejak kecilnya itu.
...
Mungkin setelah jalan-jalan hari ini, begitu sampai di rumah, dia akan bilang pada ibunya bahwa Seoul sudah tidak aman lagi dan mereka harus pindah secepat mungkin. Pindah sekolah, pindah tempat kerja, mengganti nama kalau perlu.
Lee Donghyuck memang sedramatik itu.
Teman-temannya tahu. Sebab mereka memandang dengan wajah memohon agar dia tidak sampai melakukan sesuatu yang membuat mereka malu.
Seperti sembunyi di bawah meja, atau berlari keluar dari restoran setelah baru saja memesan menu.
"Kupikir, Mark Hyung masih di Kanada."
Fuck, Donghyuck masih tidak bisa bersikap biasa saja tiap kali mendengar nama tersebut.
Dia merengut, menatap Jeno yang duduk di sebelahnya. Anak laki-laki itu hanya tersenyum penuh pengertian. Memang dari ketiga teman dekat Donghyuck, hanya Jeno yang bersikap seperti manusia biasa.
The devils and Lee Jeno, kalau kata kekasih dari kakak si [redacted].
"Jangan berlebihan! Sudah biarkan saja!" Renjun dari seberang meja menarik nampan yang melindungi identitas Donghyuck. Dia menjerit terkejut.
Bagus.
Kini satu restoran menaruh pandangan pada mereka. Termasuk Mark Lee.
...
"Jelaskan secara logis kenapa kita harus menunggu sampai orang itu dan teman-temannya selesai makan? Huh? Jelaskan!" Donghyuck menghentakkan kaki berulang, kesal bukan main. Di dalam saku jaket, kedua tangannya mengepal kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye My First
Teen FictionDonghyuck benci Mark Lee. Dia punya senyum yang aneh, suka menyendiri di kamar dengan Max--pomeranian kesayangan keluarga Lee--, dan kadang bisa menjadi sangat jahat. Seperti saat dia menghancurkan natal terakhir Donghyuck sebagai murid SMA. Biar be...