Part 1

16 0 0
                                    

Ditemani suara kipas angin dan lagu yang terus berputar, tak lupa juga air minum dan beberapa cemilan. Tiba masanya aku memikirkan 'apakah yang kulakukan sudah benar?', lagi-lagi aku terpikirkan perihal itu lagi. Menjaga jarak, benarkah suatu solusi? Lagi kujawab dengan tegas bahwa 'iya itu yang terbaik, tidak usah macam-macam deh!'

Pertanyaan lain mulai bermunculan kembali, 'menutup hati, baikkah?'. Semakin lama otak dan hati semakin bertengkar dengan ego masing-masing. Ketika hati berkata ingin disinggahi, otak menjawabnya dengan tegas 'disinggahi kemudian disakiti dan membuat dirimu semakin buruk, itukah yang kau mau?'. Lagi dan lagi aku belum menemukan solusi selain menjaga jarak dan menutup hati untuk saat ini. Jarak ketika dekat akan saling menyakiti dan hati ketika dibuka akan menimbulkan berbagai prasangka dan harapan. 'Sudah, untuk saat ini itu yang terbaik!' kataku tegas pada diriku sendiri.

Ketika tiba di persimpangan rasa kembali, Tuhan mengenalkan sesuatu yang memang seharusnya tak kulakukan. Cara Tuhan ngasih tau itu unik, terkadang juga lucu. Entah itu tentang hal sedihnya atau bahkan bahagianya. Eh, tapi kalau memang tidak boleh dilakukan pasti diberitahu sedihnya di awal, supaya kau tak mendekati hal terlarang tersebut. Misalnya saja, ketika Tuhan berkata 'pacaran itu tidak baik' maka cepat atau lambat ditayangkan kepadamu bagaimana kisah orang yang berpacaran. Mungkin ada saja yang melihat bahagianya, but remember bahagia belum tentu baik dan sedih tentu buruk.

Tiba masanya Tuhan mengenalkan kembali dengan cara memberitahu bahwa banyak orang disekitarku yang tersakiti karenanya. Entah karena mereka memang tak mengetahui jikalau itu memang buruk atau memang mereka ingin melanggarnya. Ketika menggantungkan hati ke makhlukNya pun aku tak tau, yang jelas Tuhan dengan jelas memberitahu bahwa itu bukan porsimu saat ini. 'Gantungkan hatimu padaKu kamu akan tenang, tapi kalau kamu menggantungkan ke makhlukKu bersiaplah untuk kecewa' lagi-lagi kebenaran tentang kalimat itu ada padaku dan orang disekitarku. Disaat Tuhan dengan jelas memberitahumu mana yang baik dan kurang baik, kalau kamu masih melanggar dan tak mempedulikan artinya hatimu sudah mati rasa dan menjauh dari penciptamu bukan?

Terkadang aku sedih juga melihat orang disekitarku larut dalam kesedihan yang berawal dari hubungan yang tak dianjurkan oleh Tuhan. Menasehati saat rapuh sungguh terkesan menyalahkan dan menyudutkan, menasehati saat sedang bahagia kemungkinan menghiraukan tentu saja ada. Iya mendoakan secara diam-diam mungkin menjadi jalan terakhir untuk menyadarkan. Mengirimkan untaian kata penyemangat jua sering dilakukan, mengatakan hidup tak hanya satu jalan saja masih ada jalan lain untuk menuju ketenangan dan kebahagian.

Untuk yang hatinya sedang terpatahkan, "jangan larut dalam kesedihan, dirimu pantas bahagia. ketika banyak kesedihan dengannya, itu salah satu cara Tuhan memberitahumu untuk introspeksi dan memperbaiki diri. introspeksi siapa tau jalan yang diambil banyak mendatangkan dosa bukan rahmat dan dilanjutkan dengan memperbaiki diri. terimalah semua yang terjadi dengan lapang dada, keluarlah dari kamarmu dan tersenyumlah. mungkin tidak mudah bagimu, tapi kamu harus ingat ketika kamu dikamar terus-menerus itu sama saja menyakiti diri sendiri dengan mengingat apapun bersamanya. ketika keluar kau akan menemukan banyak hal baru dan melepaskan segala kepenatan yang ada. mungkin itu alarm bahwa hatimu perlu istirahat, otakmu membutuhkan hal baru, dan ragamu menginginkan berkunjung ke suatu tempat. selalu mengambil hikmah dari setiap kejadian akan membuat diri kita semakin bijak bukan?"

Menyertakan Tuhan di setiap langkah kita akan membuat hati semakin tenang, menyerahkan semua kepada Tuhan setelah berusaha keras akan membuat kita menghargai setiap proses dan bersyukur. Ingatlah Tuhan setiap saat untuk hidup penuh rahmat :)

Persimpangan RasaWhere stories live. Discover now