Chapter VIII (Pesugihan)

272 9 0
                                    

"Aku sedikit curiga dengan gelagat Bu Leha Di, sepertinya ada yang dia sembunyikan" sambil menikmati kopi panas aku bercerita kepada Andi, ku ceritakan apa yang barusaja terjadi saat makan malam kemarin, yang pasti Andi tidak akan menyangka jika ada sesuatu yang disembunyikan Bu Leha, toh dia makan banyak sekali hari itu, "Gak mungkin lah Ga, bu Leha itu orangnya baik, lu liat kan kemarin aja dia undang kita makan malam dirumahnya, ramah juga orangnya, apa yang mau disembunyiin?" Andi malah balik bertanya padaku, ah. Aku sudah menduga akan mendapat jawaban seperti itu, memang kecurigaanku tidak berdasar.

"Gw mau ke warung dulu bentar, rokok gw abis nih" dengan santai aku keluar kamar kontrakan kami, jam di dinding kulirik sekejap, jam sudah pukul 11 malam, tidak terasa aku dan Andi masih saja mengerjakan Proyek baru kami, karena deadline harus selesai besok pagi pagi sekali, maka aku dan Andi dengan terpaksa kerja lembur tanpa dibayar agar tander itu bisa kami menangkan.

"Semoga masih ada warung yang buka" gumamku dalam hati, dengan sedikit kantuk aku telusuri gang sempit menuju kesalah satu warung yang selalu buka 24 jam, dank arena warung itu berada didalam gang, mau tidak mau aku harus berputar melewati kontrakan Bu Leha untuk sampai kesana, dari jauh aku melihat bu Leha keluar kamarnya membawa keresek hitam kecil, karena keresek itu terlalu kecil, sehingga isinya bisa dengan mudah kutebak, Kepala Kambing!. Dengan langkah mengendap, aku berdiri dibelakang tiang listrik dekat kontrakan bu Leha, karena pencahayaan malam yang sedikit gelap, walaupun sedang Purnama, gelapnya malam masih mampu menyembunyikan ku dibalik tiang listrik besar itu. Ku amati dengan seksama apa yang akan dilakukan bu Leha, kepala kambing itu ia taruh di atas batu yang entah kapan batu itu berada disamping kontrakan bu Leha, dengan selembar kain putih, kepala kambing itu kemudian ditutupnya, dengan kondisi yang sedikit tegang, aku terus perhatikan apa yang dilakukan bu Leha, terlihat dia mengangkat kedua tangannya, dengan purnama diatas kepalanya, sekitar lima menit dia mengangkat tangannya, dan mulutnya seperti membacakan sesuatu, kemudian dia berjongkok didepan kepala kambing itu, Mustahil! Kepala kambing yang jelas jelas tadi aku lihat, telah berubah menjadi tumpukan uang bergambar presiden dan wakil presiden indonesia pertama, sampai aku tercengang dibuatnya. "Apa aku salah lihat?" aku benar benar tak percaya dengan apa yang ku lihat, karena takut bu Leha menyadari aku sedang mengintainya, tanpa berfikir ulang aku melangkah pulang dan mengurungkan niatku membeli rokok.

"Loh, katanya mau beli rokok, mana?" andi dengan muka heran bertanya padaku, bukannya rokok yang aku bawa, aku malah memperlihatkan mimik wajah ketakutan saat telah tiba dirumah.

"Lu abis liat setan ya? Pucet gitu" Andi lanjut menyelidiki peringaiku yang tidak seperti biasanya, "Sorry di, lu beresin dulu ya persentasinya, tinggal slide akhir kan? Gw kayaknya gak enak badan, mau rebahan dulu, kayaknya masuk angina nih gw" aku berbohong pada andy dan langsung masuk menuju kamar, malam itu aku benar benar tidak menyangka apa yang aku lihat, kepala kambing ditutup kain, bisa menjadi tumpukan uang, Ajaib!.

Pagi ini dikantor aku benar benar tidak bisa fokus, aku terus mengingat kejadian semalam, apa aku harus bertanya pada bu Yetty? Ah tidak, aku akan bertanya pada Andy untuk memastikannya, karena tidak ada yang instan di dunia ini, tidak mungkin hanya kepala kambing ditutup kain akan berubah menjadi uang.

"Di, semalem gw liat bu Leha, dia seperti sedang melakukan pemujaan, dia membawa kepala kambing, kemudian ditutup dengan kain putih, tidak lama kemudian, kepala kambing itu berubah menjadi tumpukan uang!" aku antusias menceritakan kejadian itu pada Andy yang sedang serius membaca hasil meeting kami dengan klien hari ini, ya, karena usaha kami juga , project ini berhasil kami menangkan. "Udahlah Ga, itu Cuma salah liat aja, mana ada jaman modern kaya gini, kepala kambing jadi uang., syirik itu namanya" andi menjawabnya dengan enteng, tanpa memperdulikan aku yang berusaha meyakinkannya.

Beranjak siang, aku mendapat tugas dari bu Ayu, aku disuruh ke kota untuk sekedar membeli ATK yang mulai habis, setelah selesai aku beli perlengkapan kantor, aku berteduh menepi dibawah pohon yang cukup rindang.

"Bagaimana keadaan kamu? Sepertinya sudah lama kita tidak bertemu" entah dari mana datangnya kakek itu, kakek dengan cuping lusuh itu mendekati ku, aku berusaha mengingatnya , ya Mbah Waluyo, dia yang menolongku saat tersesat dialam lain "Oh, Sehat mbah, iya sedikit sibuk akhir akhir ini, pekerjaan semakin hari semakin bertambah" aku mulai mengobrol ngalor ngidul dengan Mbah Waluyo, entah angina dari mana, aku sangat akrab dengan mbah Waluyo, hingga tak terasa satu jam sudah aku berbincang dengan Mbah Waluyo, "Kalo ada waktu, main saja ke rumah Mbah, seperti janji Mbah, apa yang kamu mau, bisa kamu dapatkan disana, tapi ingat pesan mbah, jangan ceritakan ini pada siapapun" Mbah Waluyo melanjutkan ceritanya seraya pamit undur pulang. Sepanjang perjalanan menuju kantor aku terus teringat percakapanku dengan Mbah Waluyo, "Kamu bisa dapatkan apapun yang kamu mau, apapun itu" kata kata it uterus terngiang ditelingaku "Apapun itu ..." aku bergumam lirih.

Setibanya dikantor aku benar benar tidak bisa fokus untuk bekerja, keringat dingin mulai bercucuran dari tengkukku, "Mas Nur maaf, sepertinya saya tidak enak badan, saya izin pulang cepat saja" dengan sedikit oleng aku berjalan menuju meja Mas Nur, ku utarakan maksudku, badan ku mendadak panas dingin dan kepalaku terasa sangat berat, "Kamu sakit apa Ga? Wajah kamu pucat sekali, perasaan tadi kamu sehat sehat saja?" Mas Nur sedikt tidak percaya dengan kondisiku yang memburuk drastis hanya dalam beberapa jam saja, ku lihat bu Ayu mendekati kami "Kamu Sakit? Muka kamu pucat sekali, kenapa tidak bilang dari tadi? Mungkin saya gak akan suruh kamu ke kota" bu Ayu sedikit merasa bersalah saat melihat kondisiku yang sangat pucat, setelah mendapat izin bu ayu, akhirnya aku segera pulang menuju kontrakan, sebetulnya Pak Yadi mau mengantarkan ku pulang, tapi karena jarak yang dekat, aku tolak ajakannya dan aku memilih jalan kaki saja, tidak sampai 10 menit, aku sudah bisa melihat Gang masuk kontrakanku, semakin mendekat aku melihat beberapa bendera kuning berkibar di pinggir gang ini, "Bendera Kuning, biasanya ada yang meninggal" gumamku lirih, saat aku mulai masuk mendekati kontrakan, aku melihat orang orang berkerumun di rumah bu Leha, apa yang terjadi?

Perlahan aku dekati kerumunan itu, bertapa kagetnya aku, disana terbujur kaku bu Leha sudah tidak bernyawa, lehernya terlilit tali jemuran, disampingnya juga tergeletak seekor kambing hitam, yang juga mati mengenaskan, aku mulai limbung melihat pemandangan ini, "Apa yang terjadi Mba?" aku bertanya pada Mba Nunih yang juga ikut berkerumun disana, dengan air muka yang tegang, dia berbisik padaku "bu Leha ikut pesugihan kepala kambing, entah dari mana tiba tiba ada kambing hitam berlarian disini, tadi bu Leha sedang menjemur pakaian, tiba tiba saja kambing itu meloncat dan meronta kearahnya, hingga tali jemuran itu putus dan melilit lehernya, kata orang itu kambing jadi jadian, karena disini tidak ada yang punya kambing seperti itu" panjang lebar mba Nunih menceritakan apa yang terjadi pada bu Leha, "Tadi saat bu RT akan mengambil kain sarung dari kamarnya, tiba tiba didalam kamarnya tercium bau bangkai, dan setelah dicari, ada dua kepala kambing yang disembunyikan dilemarinya" Mba Nunih melanjutkan ceritanya sambil bergidik ngeri "Sepertinya dia ikut pesugihan"...

Malam KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang