Unconsent Consent

5.7K 42 2
                                    


 "Kamu yakin?", tanyanya lembut, memastikan.

"Sangat. Itu fantasiku sejak sepuluh tahun lalu", jawabku meyakinkan.

"Aku akan menjagamu tetap aman," katanya sambil mengecup kelopak mata kananku, "Asal kamu nggak melupakan safewordsmu."

"Nggak akan", kataku tersenyum hingga terlelap.

***

Dua minggu berlalu sejak percakapan itu. Masih dengan posisi yang sama, aku duduk dengan kepala bersandar di bahunya yang bidang. Bedanya, saat ini kami bukan berada di sofa apartemennya yang empuk, namun di atas kapal Ferry yang sedang menyeberang ke Pulau Bali. Kami sama-sama berdiam sambil melihat layar gawai, mengurusi urusan masing-masing. Entah apa yang sedang dipikirkannya sekarang, mungkin percakapan dua minggu lalu sudah terlupa.

Pengumuman sampainya kapal yang kami tumpangi berbunyi, mendesak kami untuk segera turun bersama dengan penumpang-penumpang lainnya. "Yuk", katanya. Aku dipersilahkannya jalan dulu di depannya, menjagaku dari belakang. Matahari yang baru saja terbit menambah keindahan pemandangan laut dari atas kapal, mencobaiku untuk berswafoto, tapi tidak jadi karena ramai dengan penumpang lain. Kulangkahkan terus kakiku menuruni dek kapal. Ketika kakiku telah menginjak tanah, dibawanya aku ke warung kecil yang sedang tutup dekat situ. "Tunggu sini ya, jangan kemana-mana. Aku ambil koper", aku pun mengangguk menyetujui.

Dua menit, lima menit, sepuluh menit, dia belum juga kembali. Apakah mengambil koper membutuhkan waktu lama? Mungkin ramai, musim liburan. Lima belas menit sejak terakhir kulihat dirinya, kerongkonganku terasa cukup kering. Sebuah lapak es doger menarik perhatianku. Kubeli dua gelas plastik, satu untukku dan satu untuk dia yang kutunggu. Aku ingat dia bilang suka makan itu, hanya saja sekarang sudah sulit ditemukan.

Kusadari es doger di tanganku sudah tinggal seperlima. Es doger miliknya juga sudah hampir mencair seluruhnya. Kulihat jam tanganku, sudah hampir setengah jam. Ini tidak wajar. Kontak Linenya yang sekarang kuhubungi untuk ketiga kalinya tidak diangkatnya juga. Aneh, aku harus mencarinya. Feelingku tidak enak, semoga dia nggak kenapa-kenapa.

Tidak sampai sepuluh langkah aku meninggalkan lokasi berdiriku tadi, sepasang tangan yang kekar menyergapku dari belakang. Belum sempat aku berteriak, sebuah sapu tangan yang telah dilumuri sesuatu menutupi hidung dan mulutku. Kloroform? Pertanyaan besar tentang apa yang sedang terjadi padaku memenuhi pikiranku hingga aku terjatuh pingsan di tangan pria yang tidak kukenal.

***

Aku terbangun dengan pemandangan gelap dan nafas yang cukup sesak. Sesuatu menempel menutupi mataku dan mulutku. Lakban? Gulungan kain yang memenuhi rongga mulutku mencegahku untuk mengatakan apapun. Kucoba untuk menggerakkan tangan dan kakiku. Ah, tentu saja tidak bisa. Tangan dan kakiku terikat di kursi. Tampaknya aku masih berpakaian lengkap. Aku diculik? Apa benar ini rencana dom? Apakah sudah dimulai? Tak kusangka dia langsung melakukannya saat kita baru saja tiba di Bali. Luar biasa.

"Bos, dedeknya udah bangun tuh", sebuah suara cempreng memecah keheningan. Sebuah tangan yang besar menyentuh pundak kiriku dan menyibak rambutku ke belakang. "Takut? Jangan takut ya. Lemesin aja", suaranya yang berbisik keras di telingaku persis membuatku bergidik, diikuti gelak tawa beberapa pria lain. Aku masih menunggu tanda-tanda kehadiran domku. Tidak kutemukan tawanya di suara-suara yang baru saja lewat di telingaku. Apa mungkin dia hanya melihat dari jauh? At least dengan kehadirannya aku bisa tahu kalau aku aman. Tapi, apakah dia di sini?

Seseorang mengangkat daguku ke atas. Lakban yang menutupi mulutku dilepaskan dan gulungan kain diambilnya. Sebutir pil terjatuh ke dalam mulutku dan seseorang mengisinya dengan air, memaksaku untuk menelan pil misterius itu dan kembali menyumpal mulutku dengan kain lalu melakbannya lagi. Jantungku berdegup cepat dengan efek yang ditimbulkan pil tersebut. Tidak lama, suhu tubuhku mulai terasa panas dan nafasku memberat. Aliran darah mulai berkumpul di beberapa titik sensual tubuhku dan membuatnya menegang. Kuyakini pil yang dicekokkan padaku adalah obat perangsang. Cairan vaginaku keluar secara tak terkontrol dan merembes membasahi celana dalamku. Rasanya aneh untuk dipaksa terangsang seperti ini.

Insert Characters Short StoriesWhere stories live. Discover now