penerus apa perusak?

51 19 3
                                    

Warisi apinya, jangan abunya.

-Ir. Soerkarno.

***

Sebuah ruangan kelas tempat dimana para siswa menuntut ilmu untuk mencapai cita-cita yang membangga kan orang tua, guru, dan cita-cita yang bermanfaat bagi Bangsa, tentunya.

Alana membuang napas malas, dan menoleh kearah teman sebangku nya yang sedang sibuk mendengar kan guru didepan kelas.

"Bolos aja yuk, Za." bisik Alana.

Nafiza mendelik kearah Alana, "lagi?"

Alana mengangguk, "Gue bosen banget, ngantuk, panas lagi. Ini kelas apa kerak neraka, sih?"

Nafiza menggelengkan kepala nya dan menoyor kepala Alana menggunakan pulpen yang digenggamnya.

"Kenapa bolos nya tiap pelajaran PKn, sih? Bu Indri, kan sadis nya ngelebihin betina singa, lo mau nilai Pkn lo remedial terus?"

Alana mendengus, lantas kembali menghadap depan, malas mendengar ocehan nya yang pasti akan panjang lebar.

"Lagian lo segitu gak sukanya sama negeri sendiri. Upacara ga pernah dilaksanain, pelajaran PKn bolos, film buatan anak bangsa lo caci-maki. Lahir doang di Indonesia, tapi yang lo bisa cuma bahasanya. Itu pun lo bego karena lo bego dalam bahasa lain."

'Gue nyesel ngajak Fiza, kalau tau Fiza akan sebawel ini' batin Alana.

"Iya-iya, ibu Negara," ujar Alana, enggan berdebat.

Jadi, selama dua jam kedepan, Alana harus duduk manis mendengarkan ocehan guru didepan yang sama sekali Alana ketahui maksudnya.

****

Alana benci iklim di Indonesia.

Mengusap keringat didahi, Alana mempercepat langkah kakinya yang terasa berat. Panas nya matahari semakin lama semakin menggila. Alana tidak bisa membayangkan akan sepanas apa Negeri ini beberapa tahun kedepan.

Alana memang memilih jalan kaki setiap pulang sekolah. Bukan nya apa-apa. Hanya saja jalan kaki terasa lebih bersahabat dari pada naik angkutan umum, lagian, jarak rumah Alana dengan sekolah juga lumayan dekat.

"Alana!"

Mendengar seruan seseorang dari belakang, membuat Alana menghentikan langkah nya. Begitu berbalik, Alana mendapati seseorang yang berlari kecil mengejar langkah Alana.

Alana memutar bola mata nya jengah, melihat wajah menyebalkan Revan.

"Dia lagi." gumam Alana.

Alana melanjutkan langkah nya kembali yang sebelumnya terhenti.

Revan tiba dengan napas terengah, memang, tadi Revan lumayan jauh berlari untuk menyamakan langkah nya disamping Alana.

"Jalan kaki lagi, Na?"

Alana mengangguk, "lo juga? Tumben."

"Iya, mau coba jalan kaki. Udah lama ga jalan kaki semenjak masuk SMA. Lagian, udara udah kotor banget, Na. Gue gak mau pakai motor sering-sering. Gak mau memperburuk."

"Halah," balas Alana. Kemudian terkekeh kecil, "Gak ngaruh kali. Negeri kita udah buruk, Van. Yang ngerusak banyak, tapi yang mencegah satu-dua."

Revan mengulum senyumnya. "Lo salah," ujar Revan. "Kata siapa ga ngaruh?"

Alana diam, tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Revan.

"Justru keselamatan Negeri kita bisa tertolong sama orang-orang seperti gue. Sesuatu yang besar emang harus diawali dari sesuatu yang kecil dulu. Bertahap, Na. Jadi, lusa bisa aja orang satu komplek ngontrol pemakaian kendaraan bermotor mereka semua. Seminggu kemudian satu kota, nanti satu negara. Kebayang gak tuh?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

penerus apa perusak?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang