•Happies•

18K 1.1K 9
                                    

Hari masih begitu pagi, bahkan alam sendiripun belum menunjukkan tanda-tanda kehidupannya, seperti kicauan burung atau kokokan ayam yang biasanya setiap pagi selalu berbunyi.

Didalam ruangan berdominan abu-abu, serta lampu yang sangat temaram, gadis berambut gelombang panjang itu sudah disibukkan dengan kegiatannya yang begitu mengganggu seseorang sedang tertidur lelap dikasur itu. Seakan kesunyian dan keremangan ruangan itu tidak membuat dia melunturkan semangatnya untuk membangunkan lelaki itu dan berangkat kenegeri tekonologi itu.

“Ajiimmm! Bangun bangun bangun!” Dia terus mengoceh, segala cara sudah dia lakukan. Mulai dari berteriak dikuping lelaki itu, berdiri dipunggung yang dilengkapi dengan otot yang begitu menonjol, hingga membolak-balikkan badannya.

“Ajiimmm, nanti kita terlambat naik pesawatnya! Ntar pesawatnya ninggalin kita!” Gadis itu menghempaskan bokongnya dipunggung Azam untuk duduk disana.

“AJIIMMM!” Teriak Ara lebih keras lagi.

Azam mulai menampakkan tanda-tanda kehidupannya, dia berdecak kesal, “Ribut!” Sentaknya sambil menggerakkan punggungnya kesamping untuk menyingkirkan Ara yang begitu menganggu tidurnya. Namun gadis itu memeluk erat erat pundaknya bagai pacat, membuat ia mendengus panjang.

“Ayo, pergi Ajim! Nanti kita terlambat!” Teriaknya masih mencoba membangunkan Azam.

“Ck! Kamu kira subuh gini pesawatnya udah bangun? Masih tidur dia.” Ujar Azam malas, menutup kembali matanya dan menutup kepalanya dengan bantal untuk melindungi tempurung itu kalau-kalau Ara memberi gampolannya.

“Kita tungguin aja, Ajim!”

Tidak ada respon, Ara menarik bantal itu sekuat tenaga, “Ajiiimm! Ih... Jangan ditahan, Ajim!” Teriaknya, segala tenaga telah ia kerahkan untuk merampas bantal itu. “Bang–”

Bug.

Azam langsung terduduk karena mendengar benturan itu, ia merangkak ketepi kasur dan melihat kearah bawah. Bukannya menolong, Azam malah melipat tangan dibawah dadanya, “Masih mau lasak juga? Enak?” Tanyanya. Berusaha menahan tawanya agar tak meledak melihat keadaan Ara sekarang.

Ara menghempaskan kakinya ketubuh Azam, “Ajim jahat!” Teriaknya sambil menghujam perut lelaki itu dengan tendangan cepat dari kedua kakinya.

Sementara Azam sedikit terkekeh, menahan pergelangan kaki itu dengan sebelah tangannya saja, membuat gadis itu kepayahan melepas jemarinya.

“Sekarang masih subuh, Ra.”

“Yang bilang sore siapa?!” Tanya Ara melotot, dadanya naik turun karena gejolak emosi.

“Kita berangkatnya jam sepuluh.”

Ara hanya diam, memandang tak bersahabat kearah Azam yang juga sedang menatapnya dengan mata yang seperti masih menahan kantuk itu.

Azam menguap, melepas jemarinya yang menahan kedua pergelangan kaki yang yang begitu terasa mungil dijarinya, dan mulai membaringkan diri.

Sementara Ara semakin dilanda emosi. Dia berdiri, memandangi Azam yang sedang tertidur santai dengan kedua tangan tertaruh disisi kepala. Ara bersiap meloncat ketubuh lelaki itu lagi, namun matanya teralihkan kearah pintu yang terbuka sedikit dan mengeluarkan sedikit cahayanya. Mendadak emosinya sirna, senyumnya terpantri saat itu juga dengan sangat lebarnya.

Kamar mandi!

Ara melihat pintu itu lama, lalu menolehkan kepalanya kearah Azam. Tidur. Dia melambai-lambaikan tangannya tepat didepan wajah Azam. Tidak ada pergerakan apapun!

“Ajim...” Desis Ara pelan, bahkan hanya seperti bisikan. Selanjutnya, Ara turun dari kasur dengan gerakan perlahan, tak mau menimbulkan pergerakan yang membuat Azam terbangun.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang