Ada hal yang mengganggu pikiran Rheski sejak tadi. Sebenarnya ini bukanlah pertama kalinya dia diajak mama ke pasar, tapi entah kenapa baru sekarang dia menyadari keberadaan wanita tua itu.
Pakaiannya begitu lusuh dan jelek. Bahkan neneknya Rheskiㅡyang juga terlihat sama tuanyaㅡtidak pernah berpenampilan seperti itu. Wanita itu berdiri di samping sebuah toko pakaian. Tongkat di tangan kiri dan sebuah ember kecil di tangan kanan. Sebagian besar orang berlalu melewatinya begitu saja, tapi ada beberapa yang memasukkan sesuatu ke ember si nenek.
Rheski teringat kakeknya di kampung. Beliau tidak pernah bisa diajak bermain bola dan papa pernah bilang kaki kakek sudah tidak sehat lagi, makanya harus pakai tongkat.
Bukankah seharusnya nenek itu juga tidak boleh berdiri lama-lama? Kenapa tidak beristirahat di rumah saja seperti kakek?
Rasa penasaran mulai menggerogoti bocah 6 tahun itu.
"Mama." Diguncang-guncangnya lengan mama yang berdiri di sebelah.
"Iya, Sayang?" tanya mama seraya menyerahkan uang ke ibu penjual sayur di hadapannya. "Kenapa?"
Rheski menunjuk ke arah nenek yang dia perhatikan sejak tadi. "Nenek itu lagi apa?"
Mama melihat nenek itu sekilas sebelum kembali menunduk melihat Rheski. "Nenek itu lagi cari uang."
"Kenapa?" Rheski tidak mengerti. "Cali uang kan keljaannya papa."
"Aih, lucunyaa." Si ibu penjual sayur tiba-tiba tertawa kecil.
Mama ikut tertawa. "Iya nih, Bu. Masih cadel."
Rheski langsung merengut. Niatnya sih mau ngambek sambil pasang ekspresi kesal karenaㅡlagi-lagiㅡada yang mengomentari kecadelannya, tapi si ibu malah lanjut tertawa.
"Gini ya, Ki," Mama kembali menoleh ke arahnya. "enggak semua orang punya sosok kayak papa. Mereka terpaksa harus cari uang sendiri."
Rheski mengangguk mengerti. Betapa beruntungnya dia ada papa. Kalau tidak, jangan-jangan dia juga harus cari uang sendiri tiap kali mau beli es krim dan mainan. Rheski tentu saja ngeri membayangkannya.
"Makanya, Kiki harus banyak bersyukur. Bisa sekolah, punya baju bagus, bisa makan cukup. Nenek itu mungkin harus cari banyak uang dulu biar bisa hidup kayak Kiki."
Rheski kembali melihat ke arah wanita tua itu. "Kasihannyaa," gumamnya. "Ki mau bantu, tapi Ki nggak ada uang."
Dia cemberut. Uang jajannya hari ini sudah habis untuk membeli buku cerita bergambar dan gelembung sabun tadi sepulang sekolah. Apa dia harus cari uang dulu? Mungkin Rheski juga butuh ember kayak yang dipegang nenek itu?
Tiba-tiba Rheski punya ide. Di TK tadi, dia diberikan beberapa snack ketika jam makan siang. Kebetulan roti miliknya masih utuh.
"Atau Ki kasih loti saja?"
Dia tersenyum sumringah ketika mendapat anggukan dari mama. Dikeluarkannya roti dari tas dan buru-buru dihampirinya nenek itu.
"Nenek," Rheski mengangkat roti di tangannya tinggi-tinggi. "uang jajan Ki udah habis, adanya cuma loti. Ini enak banget kok! Pakai selai cokelat."
Nenek itu tersenyum, menampakkan giginya yang sudah ompong sana-sini. "Terima kasih banyak, Nak."
Dia memindahkan ember ke tangan kiri dan menerima roti itu. Tangannya begitu kurus. Betapa Rheski berharap punya lebih banyak roti untuk diberikan.
"Andai saja ada banyak orang sepertimu di dunia ini."
Rheski mengerjap-ngerjap tidak mengerti. Kalau dia ada banyak, bukannya nanti mama, papa dan kakak-kakaknya akan bingung mana dia yang asli?
"Jangan lupa belajar yang rajin, ya?" Nenek itu terkekeh pelan. "Terima kasih sekali lagi."
Rheski mengangguk semangat. Rasanya selalu menyenangkan mendapat ucapan terima kasih dari orang lain. Baginya, dua kata itu pertanda bahwa dia baru saja melakukan hal yang benar.
"Bagus!" Begitu dia kembali, mama menyambutnya sambil bertepuk tangan. Si ibu penjual sayur juga ikut-ikutan. "Kiki baru saja ikut mengubah dunia jadi tempat yang lebih baik! Mama bangga!"
"Mengubah dunia?" Lagi-lagi dia bingung. "Tapi Ki nggak punya tongkat sihil. Nggak bisa jadi powel renjel juga. Apa jangan-jangan Ki bagian dari anak-anak telpilih?"
Mungkin sebentar lagi akan ada digimon yang muncul di hadapannya!
"Ki bisa mengubah dunia pakai cara lain kok," lanjut Mama. "Dengan membantu orang yang susah, membuang sampah pada tempatnya, menyiram bunga, menanam pohon, dan pastinya dengan sekolah yang baik. Kalau Kiki rajin dan jadi orang sukses, nanti pasti bisa menolong banyak orang yang kesusahan kayak nenek itu."
"Nggak halus ngalahin monstel dulu?"
Mama menggeleng. "Ada banyak cara buat menyelamatkan dan mengubah dunia. Perbuatan baik sekecil apa pun, dunia pasti akan berterima kasih."
Rheski bertekad untuk menyisihkan uang jajannya mulai besok demi membantu orang-orang seperti nenek tadi. Dia juga berjanji untuk tidak lagi buang sampah sembarangan, atau pun mengeluh tiap kali dimintai tolong kakaknya menyiram tanaman. Rheski tidak ingin kalah dari para pahlawan super di televisi. Akan dia buktikan kalau dia juga bisa mengubah dunia.
***
TEMA 23:
"Mengubah Dunia"***
Dan ternyata bikin cerita dari sudut pandang anak kecil yang polos itu gampang-gampang susah :')
Btw ....
GA TERASA DWC TINGGAL SEMINGGU LAGI!XOXO,
Tia23 November 2019
19.46 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Yestoday
Short Story[Kumpulan Cerpen] #DWCNPC2019 30 hari, 30 tema, dan 30 kisah. Singgahilah dunia berbeda yang ada di dalam sini satu per satu dan rasakan sensasinya. ================================= Karya ini diikutsertakan dalam "30 Daily Writing Challenge" yang...