Chapter 3

266 205 116
                                    

Hari yang disertai matahari yang terik membuat Anya tak semangat untuk belajar, apalagi pelajaran yang membosankan bagi Anya, bahasa Indonesia

Tak ada alasan untuk Anya membenci pelajaran itu, hanya saja guru yang mengajar yang Anya tidak sukai, hampir tiap pelajaran Bu Wijah Anya selalu tidur, guru itu sudah tua, pelajarannya membosankan mending tidur, pikir Anya.

"All. . . . . " teriak Vina saat baru memasuki kelasnya, Vin lupa kalau Bu Wijah telah berada dikelasnya, dan Vina datang terlambat ke sekolah.

Semua tatapan penghuni kelas XI. Mipa 3 mengarah pada Vina yang berada diambang pintu

"Temen lo kenapa sih An?" tanya Shafa

"Bukan temen gue kayanya" lalu mereka berdua tertawa, dan kemudian Anya tidur lagi.
"Maaf bu, tadi saya sakit perut makanya ke toilet dulu" kata Vina dengan cengirannya kepada guru sambil memegang perutnya

"Yasudah nak kamu duduk sekarang" sahut Bu Wijah, Bu Wijah percaya saja karena dia sudah cukup umur, dan banyak siswa yang malas mendengar tuturannya, tetapi Anya kadang merasa kasihan pada Bu Wijah, karena hampir semua siswa dikelasnya tak mendengarkan ia menjelaskan.
Vina pun berjalan ke bangkunya yang berada di belakang Anya, "An bangunn lo ngapain tidur sih" kata Vina sambil mendorong punggung Anya "Gue ada berita baru nihh" sambungnya lagi

"Apaan sih lo, ganggu gue aja" Anya menoleh ke belakang ke arah Vina

"Ikutann dongg jangan berdua aja" kata Shafa yang duduknya sejajar dengan Anya tetapi bersebrangan

"Tadi pas gue bolos dikantin gue liat kak Nia terang-terangan nyatain perasaannya dia ke Rama" ucap Vina sambil menatap Anya

"Whattt.. terus si rama gimana?" tanya Anya dengan histeris

"Lo serius Vin?" tanya Shafa

"Gue seriuss, dua rius malah, tapi untung lah si Rama gak mungkin mau sama cabe sekolahan haha" kata Vina sambil ketawa

"Kok gue punya firasat aneh deh, soal kak Nia yang ditolak Rama" kata Shafa, firasat Shafa memang tak pernah jauh meleset dari sasaran

"Firasat gimana? Gue gak ngerti" tanya Anya

"Secara semua penjuru sekolah tau kalo lo ngerjar si Rama, dan tadi kak Nia ditolak Rama, aduh gue bingung gue juga gak ngerti" jawab Shafa

"Udah gak usah dipikirin, sekarang gue mau tidur, lo berdua gak boleh ganggu" kata Anya lalu melipat tangannya yang akan dia jadikan bantal untuk tidur. Shafa memaikan ponselnya, sedangkan Vina main bareng temen-temen cowonya.

Anya yang memiliki bakat modelnya, Vina yang tomboy dan jago basket, sedangkan Shafa yang pintar. Lengkap sudah pertemanan mereka.

Kringgg..

Kini saatnya pergantian jam, yang tadinya membosankan, menjadi bersemangat untuk Anya dan kedua temannya, sekarang pelajaran olah raga, dan mereka bertiga sangat menyukai olahraga.

"Gais kita ganti baju di toilet bawah aja ya" kata Vina

"Toilet anak kelas 12 maksud lo?" tanya Shafa

"Iya biar langsung kelapangan nanti"

"Terus seragam kita gimana?" tanyanya lagi

"Titip dikoperasi"

"Serah kalian dah, gue ngikut aja" ucap Anya

Mereka bertiga menuruni tangga dan menuju ke toliet kelas 12. Saat menuju toilet mereka bertemu dengan Nia and the geng, dengan sengaja Nia menubruk Anya sehingga Anya terjatuh, Shafa dengan sigap membantu Anya, sedangkan Vina langsung menjambak rambut

"Apa maksud lo gitu temen gue hah?!"teriak Vina sambil menjambak rambut Nia, sedangkan tiga teman Nia yang lainnya berusaha melepas tangan Vina dari rambut Nia, dan akhirnya berhasil, tangan Vina terlepas dari rambut Nia

"Heh jangan belagu ya lo jadi adik kelas, sekarang lo ngejambak rambut gue, gue jamin lo bakal dapet balasannya. Dan lo, mukak lo itu pas-pas an gak usah ngejar Ram kaya gitu, gak ada harga dirinya lo jadi cewek" ucap Nia dengan sinis sambil menujuk Anya.

"Cabe kaya lo gak pantes dapetin Rama, sok-sokan mau nembak Rama lagi, rambut lo bagus juga ya, cocok gue jadiin lap pel di sekolahan" jawab Anya tak mau kalah, memang rambut Nia di-cat berwarna ungu

"Kalian ad apa ini ribut-ribut bukannya belajar malah keluyuran" sela bu Oni selaku guru bk yang galak

"Itu bu, si Nia rambutnya di cat, kita kesini mau ganti baju malah dilarang sama dia, emang sekolahan ini punya dia apa" kata Shafa kepada bu Oni

"Kamu Nia ikut saya keruang BK sekarang!" teriak Bu Oni

"Gais kalian duluan ke kelas, tunggu gue disana, nanti kita susun rencana buat si Anya" ucap Nia kepada teman-temannya, sedangkan Anya, Vina, dan Shafa telah pergi, kemudia Nia ikut Bu Oni ke ruang BK.

pulang sekokah pun tiba

"Lo mau kemana Shaf? Buru-buru amat" kata Anya

"Tadi nyokap nelpon, katanya bokap gue masuk rumah sakit, jantungny kumat lagi, dan sekarang gue disuruh kesana, gue duluan ya" jawab Shafa sambil cipika-cipiki dengan Anya dan Vina

"Get well soon ya buat bokap lo" sahut Vina

"Gue udah di tunggu di depan, gue duluan ya, bye kalian"

"Cepet sembuh omm" teriak Anya dan hanya di acungkan jempol oleh Shafa dari jauh.

"Gue juga mau pamit, gue mau jenguk nyokap gue" pamit Anya

"Sorry ya, gue gak bisa nemenin, gue ada jadwal ekskul basket"

"Sans aja kali, gue duluan ya, daaa" kata Anya lalu pergi. Vina hany menatap nanar punggung sahabatnya itu, tumbuh seorang diri dengan mandiri dengan mama yang mengalami gangguan mental dan papa yang meninggalkannya, dan lepas tanggung jawab begitu saja.

***

Anya mengecup tangan seseorang yang duduk dengan tatapan sayu.

"Ma... Mama udah makan? Aku bawain makanan kesukaan mama nih, mama makan ya biar aku suapin" kata Anya sambil membuka kotak makan yang ia bawa, mamanya sama sekali tak berkata apapun hanya membuka mulut untuk menyuap nasi yang diberikan putrinya.

"Ma, mama tau gak? Kemarin tiba-tiba aku kangen sama kak Rei, aku pengen kak Rei balik ma, Aku gak bisa kaya gini terus, aku perlu orang yang selalu nemenin aku, yang selalu support aku, kaya mama dulu. Dulu, tiap aku sedih mama selalu ada buat aku, mama usap rambutku, aku janji ma, aku bakal bikin mama sembuh dan aku bakal balas semua perbuatan papa" keluarlah keluhan Anya yang dia rasakan selama hampir tiga tahun belakangan ini, sambil memeluk mamanya dia menangis tersedu-sedu dan mamanya tetap diam, tak merespon apapun.

"Mama, aku pamit ya besok aku kesini lagi, aku sayang mama" ucap Anya sambil memeluk mamanya. "Sus jagain mama saya ya, kalau mama kumat, telpon saya" ucap Anya kepada suster yang selama ini menjaga mamanya.

Anya lalu pergi dari rumah sakit tempat semua para orang yang mengalami gangguan jiwa.
Dari keluarga papanya tak ada satupun yang peduli terhadap kondisi mamanya dan dirinya, selama ini yang selalu mengirim uang kepada Anya untuk keperluan hidupnya dan biaya rumah sakit mamanya, yaitu Om Arland, adik satu-satunya dari mamanya. Om Arland sempat meminta Anya untuk ikut tinggal bersamanya dan istrinya di luar negri, karena ia bekerja disana, tetapi Anya menolak dengan alasan tak mau meninggalkan mamanya sendiri dalam kondisi seperti ini.

°•°

ANYARA (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang