Bab 34: Final Decision | 2

6.4K 557 67
                                    

"Brahma menyukai Shalu, Jeng Desi." Tante Mira menunjukkan salinan video dari rekaman CCTV di dapurnya. Mama terkejut saat melihat Brahma mengajak Shalu berdansa, juga ketika chef bintang dua itu mengulum jari Shalu yang teriris pisau.

"Ini sama persis kejadiannya seperti dulu," lanjut Tante Mira dengan air muka serius. "Dulu saya punya penjaga kost namanya Liliana, dia Bi Nah yang bawa. Brahma ini suka sama si Lili, Jeng. Akhirnya setelah mereka dekat dan dekat, Brahma berlaku kasar sama dia. Duh, sampai hamil lho, si Lili ini. Saya bingung setengah mati waktu itu, Brahma kan sudah saya anggap anak sendiri.

Tapi, sampai sekarang dia mengarang cerita kalau yang melakukan itu semua adalah Evans. Ini karena Brahma pernah lihat Lili dekat-dekat sama Evans, jadi dia memfitnah Evans yang melakukannya. Dia selalu cemburu sama Evans dan berusaha merenggut apa yang Evans punya, Jeng.

Padahal saya sudah kasih apa-apa ke mereka berdua ini secara adil. Brahma saya suruh jadi executive chef, saya kasih fasilitas apartemen, gaji besar, tapi nggak tahulah. Saya juga bingung. Saya yakin motivasinya kali ini dekatin Shalu juga sama seperti Liliana dulu. Nanti setelah Shalu terbuai, dia bakal berlaku kasar sama dia. Persis seperti bapaknya yang napi itu, Jeng."

Mama mendengarkan cerita Tante Mira dengan saksama, lantas bergumam masak, sih?

"Tapi dia nggak kelihatan begitu, Jeng. Dia anaknya sopan kok sepertinya." Mama berdalih prihatin. Cerita sang calon besan sukses mengalihkan perhatiannya dari kejadian semalam.

"Huh, itu kan di awalnya saja, Jeng. Lagi pula Jeng Desi belum kenal sama dia. Saya lho, yang tahu dia luar dalam. Dia anaknya suka menyendiri, ya kaya agak sedikit terganggu mentalnya. Saya mahfum sih, dia memang mengalami masa kecil yang berat. Makanya saya suruh Jeng Desi ngelarang Shalu deket-deket sama Brahma, kan?" Tante Mira meyakinkan, sementara Mama mengangguk dengan gerakan yang nyaris tidak kentara.

"Jadi Jeng, sekali lagi saya minta maaf, ya. Mari lupakan kejadian ini, anggap saja hanya rintangan kecil jelang pernikahan. Umum, kan, kalau jelang nikah itu pasti ada aja godaan. Kita sebagai orangtua harus jadi penengah biar acara ini tetap berjalan lancar. Dua minggu lagi lho, Jeng!"

Manik mata Tante Mira tampak berbinar begitu melihat calon besannya mampu tersenyum. Namun, binar tersebut segera lenyap beberapa jenak setelahnya, tepatnya saat Shalu yang kusut masai menyeruak ke ruang tamu dengan tiba-tiba.

"Hebat sekali, Tante, Evans!" Seperti orang sinting, Shalu bertepuk tangan sambil tertawa sumbang dan terus melangkah ke meja tamu. "Setelah lo, Bajingan, mau perkosa gue, sekarang lo putar balikin semua fakta tentang lo sama Brahma!"

Semua yang ada di sana tersentak mendengar pernyataan Shalu yang menusuk dan penuh amarah. Bahkan Mama---wanita yang melahirkannya---baru kali ini mendapati Shalu semarah itu. Wajah puterinya memerah, napasnya menderu kencang dan ---seperti Shalu yang dia kenal--- mulai menangis.

"Asal Mama tahu, Ma! Si brengsek ini yang ngelakuin perbuatan bejatnya ke siapa tadi namanya? Liliana? Brahma bahkan nggak cerita soal itu, Tante! Tante harusnya bersyukur karena aib anak Tante masih ditutupi sama dia! Dan apa tadi? Hamil? Liliana hamil? Itu pasti anak Evans, kan? Astaga, bodoh banget gue mau nikah sama bajingan kaya dia!"

Mama sontak berdiri karena Shalu semakin menceracau sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. Wanita tersebut mencengkeram lengan Shalu, menyuruh puterinya duduk tenang.

"Bunuh aja gue, Vans! Bunuh gue sekarang daripada harus ngabisin seumur hidup gue sama lo! Sini perkosa gue! Sini! Tunjukin ke mereka biar mereka tahu betapa busuknya lo!" Alih--alih mereda, teriakan Shalu justru makin histeris. Air mata sudah berleleran di pipinya yang lebam.

Menyaksikan sang tunangan yang memberontak dalam cengkeraman mamanya, Evans ikut berdiri untuk membantu Mama menenangkan Shalu.

"Jangan deketin gue lagi! JANGAN SENTUH GUE!" Shalu menepis kasar tangan Evans. "Pernikahan ini batal! Gue nggak mau!" ujarnya sengit sembari melepas cincin Bella Swan yang melingkar di jari manis.

Di luar dugaan semuanya, Shalu melempar cincin itu hingga mengenai Tante Mira. Mata sang tante membulat mendapati perlakuan Shalu yang serupa penghinaan baginya.

"Shalu! Kamu belum tahu Brahma! Dia bisa jauh lebih kasar dari Evans! Kamu lihat bagaimana dia memukuli Evans, kan? Dia bisa juga ngelakuin hal yang sama ke kamu!" hardik Tante Mira tajam.

Shalu tertawa semakin keras, suaranya mulai parau. "Tante bilang apa? Brahma bisa ngelakuin itu ke aku? Ngelakuin apa, Tante? Coba merkosa aku kaya yang anak Tante ini lakuin? Kalau emang Brahma berniat ngelakuin itu, dia punya banyak sekali kesempatan, Tante! Seberapa sering Tante ninggalin aku sama dia di rumah? Seberapa sering aku ketemu dia? Tapi apa dia ngelakuin hal kaya yang Tante tuduhkan? Dia bahkan nggak pernah sekalipun nyentuh aku, Tante!" Rahang Shalu mengeras hingga otot-otot biru di balik kulit mulusnya terlihat. Wajahnya semakin merah padam.

"Ya Tuhan, sudah Shalu, sudah! Kita bisa bicarakan ini baik-baik, Dek. Duduk. Duduk yang tenang, Dek. Kita selesaikan dengan kepala dingin." Mama mengelus lengan Shalu, berujar prihatin dengan mata berkaca-kaca. Dua puluh lima tahun hidup bersama, baru kali ini Shalunya bertingkah begitu kasar pada orang yang lebih tua.

"Ini semua udah nggak bisa diomongin baik-baik, Ma!" Shalu berteriak lagi. "Apa Mama pernah diperlakukan kasar sama Papa? Mama pernah dipukul kaya ini sama Papa?" selorohnya lasak sambil menunjuk pipinya yang lebam.

Mama menelan ludah susah payah. Pikiran wanita paruh baya tersebut campur aduk tidak keruan. Dia yang kemarin disibukkan dengan persiapan pernikahan, dan baru saja ingin merilekskan pikiran jelang hari H justru dihadapkan pada kenyataan tak terduga.

"Mama pengin aku bahagia, kan?" ucap Shalu memelas. Air mata sudah berhenti mengalir, tapi netranya kian sembap dan memerah.

Mama mengangguk mantap. "Tentu, Dek."

"Kalau gitu batalin pernikahan ini, Ma!"

Shalu menyentak tangan Mama yang tak lagi erat mencengkeram lengannya. Dia lantas beranjak dengan langkah gontai ke arah pintu.

"Mau ke mana, Dek?" Mama bertanya cemas, menyusul puterinya yang terhuyung.

"Mau nemuin Brahma. Ada yang harus aku selesaiin sama dia, Ma. Aku salah, semalem aku udah nuduh dia yang nggak-nggak," jawab Shalu lemah.

Saat itulah Tante Mira ikut beranjak mendekat, mengelus bahu Shalu dengan tangannya yang lembut. "Mau kamu temui di mana, Shalu? Brahma sudah pergi," ujar sang tante. Dapat Shalu tangkap ada nada kemenangan dalam pernyatannya barusan.

"Pe-pergi ke mana?" Air mata Shalu mulai menggenang lagi. Entah, ucapan Tante Mira seperti belati yang digunakan untuk mencerabut paksa satu sayap yang dia punya. Rasanya sungguh menyakitkan.

"Pergi ke mana, Tante?" Shalu kembali garang.

"Tante nggak tahu, Shalu. Apa peduli Tante sama ponakan yang nggak tahu terima kasih itu? Semalam dia telepon Tante, bilang nggak mau lagi kerja di restoran. Dia bilang mau pergi." Tante Mira mengelus bahu Shalu lagi. "Dan pernikahan kalian nggak boleh batal. Pakai lagi cincinmu," lanjutnya.

Baru saja Tante Mira hendak meraih tangan Shalu untuk memakaikan cincinnya, Mama sudah lebih dulu mencekal tangan sahabatnya tersebut. "Nggak ada lagi pernikahan, Jeng," tukas Mama tegas.

===&===

Akhirnyaaaa Shalu berani memberontak di detik terakhiiiir! 😂

Makasih ya, yang masih setia ninggalin voment 😍
Boleh rekomendasiin cerita ini ke yang lain, hehe...

Salam Spatula,

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang