Dilema

75 17 2
                                    

"Kira-kira gue duduk sama siapa ya? gumam Dista.

Tiba-tiba ada seorang cowok yang duduk di bangku sebelah Dista yang masih kosong. Kebetulan, Dista duduk di tepi dekat jendela sehingga ia bisa melihat lapangan basket dengan jelas.

Dista mengarahkan pandangannya kepada seorang cowok di sebelahnya yang sedang asik dengan game online di handphone nya.

Ketika Dista mengamati wajah cowok itu, ia seperti pernah mengenalnya. Dia mirip sekali dengan masa lalu Dista, dan Dista harap si dia tidak datang lagi ke kehidupan Dista yang baru.

Napas Dista memburu, ia mengingat masa lalunya. Tanpa disadari, air matanya menetes. Ia benci hal ini, ia tak ingin dipandang lemah oleh orang-orang.

Dista langsung memalingkan wajahnya ke arah lapangan.

"Kenapa lo?" tanya seorang cowok disamping Dista.

Dista langsung menghapus air matanya, ia tak ingin cowok itu melihat dia menangis.

"Gapapa." jawabnya yang masih memandang kosong lapangan basket.

"Lo ga bisa bohongin gue zee, gue ngerti perasaan lo saat ini." batin cowok itu.

"Nama lo siapa?" tanya cowok itu.
"Gue Dirga Axelio." sambungnya lagi.

Deg.

Nafas Dista semakin memburu, ia tak asing dengan orang yang disebelahnya ini. Tetapi dia mencoba untuk tetap tenang. Ia mengalihkan pandangan nya ke arah Dirga.

"Gue Adista Alzee." jawabnya singkat.

"Ntar--" perkatan Dirga terpotong karena bel masuk sudah bunyi.

Kringg

Seorang guru perempuan yang masih tergolong muda pun masuk ke dalam kelas X IPA 1.

"Selamat pagi anak-anak." sapa guru tersebut.
"Pagi buuuuu" jawab para murid.

"Perkenalkan nama saya, Gita. Kalian bisa panggil saya Bu Gita. Saya disini, ditugaskan untuk menjadi guru Kimia serta wali kelas dan pembimbing kalian." ucap Bu Gita.

Pelajaran pun berlangsung selama 120 menit. Lalu bunyi bel tanda istirahat.

Sebagian murid kelas Dista ada yang kekantin. Tetapi tidak dengan Dista, ia hanya melamun ke arah jendela. Melihat lihainya permainan basket seorang cowok yang baru saja dikenalnya. Dia Defran.

Tanpa sadar, Dista tersenyum tipis. Lalu dia membuang pikiran aneh itu. Dia akan menutup hatinya rapat-rapat, tak ingin mengulang masa lalunya lagi.

Angin berhembus, membuat Dista mengantuk. Lantas Dista pun langsung menaruh tangan diatas meja sebagai bantal bagi kepalanya, ia tertidur menghadap ke kanan. Dista pun telah masuk ke alam mimpi.

"Lo pergi dari kehidupan gue! Gue tau gue salah, tapi gak gini caranya lo perlakuin gue! Secara gak langsung lo udah nge hina gue! Gue benci lo!!" Dista berteriak sambil terisak.

Lagi-lagi sepotong kecil masa lalunya kembali menghantui. Dista takut. Sangat takut, Dista hanya bisa menangis walau itu tak akan bisa menghapus luka masa lalunya.

"Hei, kenapa nangis?"

Dista tersentak dan langsung menghapus air matanya.

Dia adalah Defran.

"Gapapa kok kak, btw kakak kenapa kesini ya?" Tanya Dista dengan nada menyindir.

Defran duduk di bangku kosong disebelah Dista dan menghadap ke arah Dista. "Mau ketemu lo. Rindu."

"Eh" Dista yang merasa malu langsung mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Kakak gak ke kantin?" tanya Dista.
"Niatnya sih tadi mau ngajak lo makan di kantin, eh taunya pas sampe sini lo nya nangis." ucap Defran.

"Gak ada yang nangis kok" jawab Dista.
"Lo gak bisa bohong sama gue ta." Defran menyentil dahi Dista.

"Apaan sih kak, sakit tau." Dista mengusap dahinya yang merah akibat ulah Defran.

Defran pun langsung mengambil alih tangan Dista, diusap nya serta ditiupnya dahi Dista. Tanpa penolakan sedikit pun dari Dista.

"Ekhm, boleh minggir gak? Itu bangku gue." Ucap Dirga yang entah kapan datangnya.

Defran yang sadar akan posisi, bangkit untuk pergi dari situ. Tapi sebelumnya, membisikkan sesuatu ke telinga Dista dan tak lupa mengacak-acak rambut Dista.

"Pulang sekolah gue tunggu di parkiran. Lo pulang sama gue, gak ada penolakan." bisiknya lalu pergi meninggalkan kelas X IPA 1.

"Siapa sih lo, gak jelas banget." Ucap Dirga yang kesal

"Zee, eh salah. Ta ntar pulang bareng ya?" ucap Dirga.

"Tapi Dir, gue--"
"Udah lo nurut aja." Dirga memotong ucapan Dista.

"Zee? Apa dia pernah kenal gue sebelumnya?" Batin Dista.

"Woi jangan ngelamun, ntar kesambet."

Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang