EMPAT BELAS

5.3K 405 0
                                    

Terbangun secara terkejut dan berlarian menjadi aktivitas baru untuk Andra saat Jeana mengalami morning sickness. Ia akan ikut berlari saat Jeana menyibak selimut dengan buru-buru dan berlari menuju kamar mandi. Memijat tengkuk Jeana dan mengusap perutnya akan menjadi rutinitas setelah berlarian mengejar Jeana ke kamar mandi.

Andra tak pernah mengeluhkanya. Sama sekali. Ia menyukai rutinitas paginya. Tapi Dia tidak menyukai wajah pucat Jeana setelah memutahkan isi perutnya.

"Masih mual?" tanya Andra lembut. Tangannya mengusap perut Jeana halus. Mengeratkan pelukan disebelah lengan yang tak digunakan untuk mengusap perut Jeana.

"Mendingan." jawab Jeana lemas. Kepala Jeana menyuruk, bersandar di dada bidang milik Andra.

Ah, ya. Hal yang paling disukai Andra di rutinitas paginya adalah saat Jeana bersikap manja saat 'serangan' paginya datang. Jeana akan menggelendot manja ditubuhnya. Membiarkan Andra mengusap perutnya langsung di atas kulitnya.

"Mau Aku buatin teh hangat?" Jeana menggeleng.

Dengan perlahan wanita itu bangkit dan melepas pelukan Andra. "Kamu mandi gih, Aku mau buat sarapan dulu."

Hari ini tepat dua minggu usia pernikahan mereka. Baik Jeana dan Andra belum berniat untuk bulan madu mengingat kondisi kehamilan Jeana. Mereka sepakat akan liburan bersama setelah sekolah Gisel libur.

Mendapati baju kerja yang sudah tertata rapi diatas kasur, menyantap sarapan dengan aneka menu luar biasa dan berganti setiap harinya. Berkurangnya rengekan Gisel di pagi hari karena anak itu sudah bahagia dengan aneka model ikat rambut dan kepang yang di inginkan. Andra tak berhenti untuk mengucap syukur. Ia seakan mendapatkan oksigen terbaik dalam hidupnya.

"Papi besok bisa dateng kan ke sekolah Gisel?" tanya Gisel setelah menelan waffle yang berlumuran coklat dan taburan buah stoberi.

"Besok?" tanya Andra.

Gisel mengangguk cepat. Berusaha menelan suapan besar waffle miliknya. "Kata Miss Lena besok ada acara parenting. Kita buat cupcake bareng."

Andra melirik Jeana yang sedang berlalu membuka kulkas. Membawa sekotak susu hamil siap minum rasa baru yang sedang wanita itu coba.

"Kalo sama ma- tante Jeana gimana?" ralat Andra. Gisel belum mau memanggil Jeana dengan sebutan Mami.

Gisel melirik Jeana sebentar. "Tapi kata Miss Lena harus sama Mama-Papanya, Pi."

"Jam berapa besok?" tanya Jeana melepas pipet susunya.

"Jam berapa ya mbak Ani?" Gisel melirik mbak Ani yang baru saja turun dari kamar Gisel membawa ransel bergambar frozen.

"Jam sembilan, Bu." Jeana manggut-manggut, kembali meneruskan minum susu hamilnya.

¤¤¤

Aneka bendera warna-warni tergantung melintang di halaman sekolah Gisel. Tampak teduh dengan banyaknya pohon-pohon besar yang berjajar. Berbaris rapi membentuk lorong pepohonan dengan bangku-bangku semen dibawahnya. Pepohonan itu juga sebagai pembatas antara gedung sekolah taman kanak-kanak dan gedung sekolah dasar.

Jeana melepas kacamata hitamnya. Mengedarkan pandangan untuk mencari sosok Gisel. Ini kali pertama Ia mengunjungi sekolah Gisel, Jeana juga lupa untuk meminta kontak Miss Lena pada mbak Ani.

"Hai kids, lihat Gisel dimana?" tanya Jeana pada segerombolan anak yang sedang asyik bermain di seluncuran.

"Gisel? Gisel teman Kay bukan?" tanya anak laki-laki berkacamata. Menunjuk pada seorang anak perempuan berkucir dua.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang