Epilog
Lawan yang tidak terduga
Dua Hari berlalu sejak bergabungnya Teo kedalam kelompok ini, suasana rumah kami menjadi lebih berwarna dengan kehadiran Teo yang sering berbuat hal-hal konyol dan membuat kami tertawa, sebagai ketua kelompok aku merasa cukup senang karena dengan bertambahnya personil Z.E.R.O mungkin tujuan yang selama ini kami kejar bisa lebih cepat tercapai.
Kami semua duduk bersantai sembari berbincang usai makan malam bersama.
“Bagaimana menurutmu Teo setelah dua hari bergabung dengan Z.E.R.O?” Tanyaku.
“Aku sangat senang bisa bergabung dengan kelompok ini Jeamiy dan tak sabar menantikan misi selanjutnya dimana aku bisa bertarung bersama kalian.” Ucap Teo.
“Kau orang yang penuh dengan semangat ya.” Ucapku.
“Yah begitulah, aku memang seperti ini saat mendapat teman baru.” Ucap Teo.
“Aku harap kau bisa betah tinggal disini dengan kami Teo.” Ucap Lia.
“Aku pasti akan betah tinggal disini Lia.” Ucap Teo.
Disamping seringnya dia berbuat hal konyol yang membuat kami tertawa, Teo merupakan orang yang selalu bersemangat dan semangat tersebut memang hal yang cukup dibutuhkan dalam kelompok ini.
Teo terlihat selalu tersenyum saat bersama dengan kami seolah ia merasa sangat senang karena bergabung dengan kelompok pembunuh.
“Sejujurnya aku masih tak menyangka kalau remaja belasan tahun seperti kalian yang harusnya masih memikirkan tentang sekolah dan bersenang-senang bersama malah melakukan hal sekotor ini dengan tujuan yang luar biasa.” Ucap Teo.
“Kami melakukan ini karena kejahatan tersebut sudah merenggut banyak nyawa orang tak bersalah, kami semua juga kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup kami karena hal itu.” Ucapku.
“Tapi percayalah Teo, jika tujuan kita sudah tercapai maka tak akan ada lagi pertumpahan darah dan semua orang akan hidup dengan damai.” Ucap Lia.
“Aku akan memberikan semua hal yang aku miliki agar tujuan tersebut dapat tercapai.” Ucap Teo.
Wajar saja kalau Teo masih tak menyangka kalau kami memiliki tujuan dan cara mewujudkan yang tidak biasa, remaja seusia kami yang harusnya masih memikirkan tentang sekolah agar masa depan bisa lebih jelas malah melakukan tindakan pembunuhan dan berisiko menjadi buronan polisi. Tapi memang harus ada orang yang melakukan pekerjaan kotor ini demi kedamaian semua orang karena organisasi pelindung kota yang harusnya melindungi masyarakat malah tak bisa diandalkan sama sekali.
“Hei wajah berandal, jangan sampai kau menjadi beban saat misi sudah dimulai kembali.” Ucap Rika.
“Aku tak ingin mendengar itu darimu dasar dada mungil.” Ucap Teo.
“Ini membuatku penasaran, tapi anggota disini hanya ada lima orang tapi kenapa aku menjadi anggota keenam?” Tanya Teo.
“Karena Z.E.R.O sebenarnya memang memiliki enam anggota termasuk Jeamiy.” Ucap Fani.
“Yang dikatakan Fani benar Teo, Z.E.R.O memang memiliki enam anggota namun anggota kelima tidak berada disini sejak beberapa bulan yang lalu.” Ucap Jeamiy.
“Memang kemana anggota kelima tersebut?” Tanya Teo.
“Jeamiy memberikan misi besar padanya diluar negeri dan pergi beberapa bulan yang lalu, jika saatnya tiba kau akan bertemu dengannya dan Mungkin kau akan menyukainya, dia gadis yang cukup menawan.” Ucap Lia.
“Dia pasti orang yang sangat kuat karena melakukan misi besar sendirian, tapi tunggu dulu kau bilang dia seorang gadis, kenapa disini anggota perempuan lebih banyak daripada laki-laki?.” Tanya Teo.
“Ini bukan berarti aku lebih suka merekrut anggota perempuan daripada laki-laki, aku memilih mereka karena memang memiliki kemampuan yang cukup meyakinkan, Lia dengan kemampuan menggunakan katana yang hebat dan memiliki ilmu Pyrokinesis yang dapat mengendalikan api, Rika dengan penglihatannya yang sangat tajam seperti mata elang dan kemampuan menembak yang luar biasa. Intinya aku memilih anggota bukan dari jenis kelaminnya tapi dari potensi yang mereka miliki.” Ucapku.
“Kau ada benarnya, tidak mungkin orang sepertimu lebih suka dikelilingi banyak anggota wanita.” Ucap Teo.
Teo sempat kebingungan karena dirinya menjadi anggota keenam tapi anggota yang ia lihat hanya ada lima orang termasuk dirinya, sebenarnya Z.E.R.O memang memiliki enam anggota tapi anggota nomor lima tidak berada disini dan aku memberikan tugas besar kepadanya diluar negeri, ia mengemban tugas besar itu sendirian karena dia orang yang benar-benar percaya pada kekuatan yang dimilikinya.
“Ngomong-ngomong Teo, berapa umurmu?” Tanyaku.
“Usiaku sekitar dua puluh tahun.” Ucap Teo.
Tak kusangka ternyata usia Teo sudah berada diatas kami, awalnya aku mengira dia seumuran dengan kami dan dikarenakan usia Teo sudah dua puluh tahun maka kami bisa mempercayakan rumah ini kepadanya saat sekolah sudah dimulai, dengan begitu aku tidak perlu merasa cemas rumah kami akan diincar oleh pihak kepolisian atau kriminal lain yang ingin balas dendam.
“Baik karena usiamu sudah dua puluh tahun kau tidak mungkin akan ikut kami ke sekolah, jadi bisakah kau menjaga rumah ini saat sekolah kami sudah dimulai kembali?” Tanyaku.
“Baiklah serahkan saja kepadaku, akan aku jaga rumah ini dengan baik, tapi bukankah ini belum waktunya sekolah diliburkan?” Tanya Teo.
“Memang belum, tapi tempo hari dua orang murid disana menjadi korban kebrutalan chimera jadi sekolah diliburkan untuk penyelidikan lebih lanjut, tapi tenang saja karena kami sudah membunuh makhluk itu sebelum memakan korban jiwa lebih banyak.” Ucap Fani.
“Z.E.R.O sungguh luar biasa.” Ucap Teo.
“Hei wajah berandal, jangan sampai kau berani menyelinap masuk ke kamarku saat kau sendirian dirumah.” Ucap Rika.
“Oh maaf aku tidak tertarik dengan isi kamar atau pakaian dalam anak-anak sepertimu, aku lebih mengagumi gadis seperti Lia.” Ucap Teo.
“Sungguh menjijikkan orang sepertimu menyukai gadis yang sudah memiliki pasangan.” Ucap Rika.
“Aku jadi penasaran berapa nilai pelajaran bahasanmu sampai kau tidak bisa membedakan arti kata mengagumi dan menyukai.” Ucap Teo.
“Wah wah berani sekali berandal sepertimu mengatakan hal itu.” Ucap Rika.
“Oh maaf aku lupa kalau anak-anak tidak akan mengerti apa yang dikatakan orang dewasa.” Ucap Teo.
“........” Ucap Teo.
“.........” Ucap Rika.
“Lia, Fani, kalian tahu harus apa?” Ucapku.
“Yah aku tahu harus apa.” Ucap Lia.
“Ini mungkin akan sulit tapi aku berusaha.” Ucap Fani.
Tiba-tiba Teo dan Rika langsung berdiri dan berniat bertengkar, tapi mereka berdua berhasil ditahan oleh Lia dan Fani, mereka terus berteriak dan saling mengumpat satu sama lain seperti anak-anak, ini yang aku maksud bahwa suasana dirumah ini menjadi lebih berwarna saat Teo datang karena dia terus bertengkar dengan Rika.
“Lepaskan aku Fani akan aku hajar wajah berandal sialan itu!” Teriak Rika.
“Sudahlah Rika tolong tenang dan berhentilah berteriak!” Ucap Fani.
“Lia lepaskan aku, biarkan aku memukul wajah anak-anak kurang ajar itu!” Ucap Teo.
“Ayolah Teo tenanglah.” Ucap Lia.
“Aku tak peduli, akan aku hajar si wajah berandal itu.” Teriak Rika.
“Akan aku hajar kau duluan bocah sialan.” Teriak Teo.
“Kau bilang apa...aku bukan anak-anak bangsat.” Teriak Rika.
“Kau memang anak-anak karena tubuh dan dadamu begitu kecil, berani sekali bocah sepertimu berkata kasar kepada orang dewasa.” Teriak Teo.
“Diam kau dasar wajah berandal....!” Teriak Rika.
“Kau yang diam dasar dada mungil....!” Teriak Teo.
“Tolong berhentilah bertengkar itu tidak baik.” Ucap Fani.
“Tolonglah kalian berdua, tenang” Ucap Lia.
“Bisakah kalian semua tenang sekarang!” Ucapku.
Aku segera menancapkan pisau didepanku dan entah kenapa mereka semua langsung tenang, aku hanya tersenyum melihat tingkah Teo dan Rika seperti anak-anak yang saling mengejek satu sama lain, pemandangan seperti itu tak pernah aku lihat sebelumnya dan itu membuat aku senang meskipun suasana menjadi cukup berisik.
Meskipun ini sudah larut malam tiba-tiba Lia ingin mengajak aku keluar.
“Jeamiy bisa temani aku jalan-jalan diluar?” Tanya Lia.
“Kenapa tiba-tiba kau mau mengajakku keluar, ini sudah larut malam.” Ucapku.
“Kau tidak mau?” Tanya Lia.
“Baiklah akan aku temani, Fani bisa tolong jaga dua orang ini!” Ucap Jeamiy.
“Baiklah Jeamiy, dan juga Teo, Rika jangan bertengkar lagi oke.” Ucap Fani.
“Iya-iya aku mengerti.” Ucap Rika.
“Baik Fani.” Ucap Teo.
“Ayo berangkat Jeamiy.” Ucap Lia.
“Baik ayo.” Ucapku.
Aku dan Lia segera pergi keluar dan mempercayakan dua orang berisik itu kepada Fani karena tidak ada orang lain lagi yang bisa menjaga mereka.
Baru saja menutup pintu dari luar suara berisik langsung terdengar kembali.
“Jangan cari gara-gara kau dada mungil....” Teriak Teo.
“Hei hei kau duluan yang memulai ini bangsat.....” Teriak Rika.
“Akan aku hajar kau bocah sialan...” Teriak Teo.
“Akan aku hajar kau duluan wajah berandal...” Teriak Rika.
“Kalian berdua tolong tenanglah, aduh kenapa kau memukulku Teo?” Ucap Fani.
“Fani aku tidak sengaja, kau tak apa-apa?” Tanya Teo.
“Hei sialan, beraninya kau memukul Fani, kan aku hajar kau...” Teriak Rika.
“Aku tidak sengaja sialan, ini semua karena kau ingin memukulku duluan..” Teriak Teo.
“Kenapa kau malah menyalahkan aku bangsat..” Teriak Rika.
“Dasar wajah berandal....” Teriak Rika.
“Dasar dada mungil.....” Teriak Teo.
“Lia.... Jeamiy..... aku tak bisa mengatasi anjing dan kucing ini....” Teriak Fani.
Ternyata mereka berdua bisa bersikap tenang hanya jika aku ada disana, begitu aku keluar mereka langsung memulai adu mulut lagi sampai-sampai Fani juga ikut terkena pukulan nyasar karena berniat melerai, aku merasa kasihan pada Fani karena aku menyuruhnya untuk menjaga anjing dan kucing itu sendirian.
Aku dan Lia hanya tertawa karena mendengar teriakan Fani yang tidak sanggup mengatasi anjing dan kucing itu.
“Hahaha..... maaf Fani itu pasti berat untukmu.” Ucapku.
“Maaf Fani kami akan membawakan sesuatu untukmu nanti sebagai imbalan karena harus menjaga dua orang konyol itu.” Ucap Lia.
Lia segera mengajakku pergi dan aku masih tidak tahu kemana tujuannya.
Berjalan berdua bersama dibawah sinar bulan dan udara dingin yang menerjang tubuh ternyata cukup menyenangkan, Lia berjalan sembari tertunduk diam, ia tak mengatakan sepatah kata apapun.
Saat kulihat wajahnya memerah dengan ekspresi seolah ingin mengatakan sesuatu namun ia tahan, ia perlahan memegang tangan kiriku sembari terus berjalan.
“Lia kau mau mengajakku kemana?” Tanyaku.
“A-aku ingin me-mengajakmu ke taman.” Ucap Lia dengan wajah tersipu.
“Kau tahu ini sudah malam kan?” Tanyaku.
“Sebenarnya apa yang kau inginkan?” Tanyaku.
“A-aku hanya ingin berjalan-jalan berdua denganmu, a-aku juga tidak ingat kapan terakhir kali kita be-berkencan.” Ucap Lia terbata-bata.
“Kenapa kau tidak bilang, kemarilah penyihir api kecil.” Ucapku.
“Tu-tunggu Jeamiy.” Ucap Lia.
Tanpa pikir panjang aku menarik tubuh Lia dan memeluknya dengan erat sembari mengelus rambutnya yang begitu lembut dan wangi.
Ternyata alasan Lia mengajakku pergi keluar hanya untuk berkencan, aku juga tidak ingat kapan terakhir kali aku berkencan dengannya, perlahan-lahan ia membalas pelukanku dan membenamkan wajahnya di tubuhku. Aku tak peduli jika ada yang melihat karena ini sudah larut malam dan jarang ada orang keluar, lagipula kami hanya saling memeluk dan tidak melakukan hal lain lagi, aku tersenyum melihat tingkah laku orang yang telah mengisi kekosongan hatiku waktu itu.
“Jeamiy bagaimana jika ada yang melihat?” Tanya Lia.
“Tidak apa-apa, kita hanya berpelukan.” Ucapku.
“Dasar, kau memang tidak pernah peka.” Ucap Lia.
“Maaf Lia.” Ucapku.
Memeluk orang yang dicintai dibawah sinar rembulan dan hembusan angin malam memang sangat menyenangkan, aku memang tak pernah peka terhadap sikap yang ditunjukkan oleh Lia namun ia hanya tertawa kecil dan tersenyum karena sikapku tersebut.
Ketika kami masih berada di zona nyaman karena pelukan itu tiba-tiba terdengar suara dentuman keras diiringi dengan teriakan seseorang, suara itu seketika membuat kami terkejut.
“Aarrgghh.....” Teriak seseorang.
“Jeamiy kau dengar itu?” Tanya Lia.
“Gawat ini pasti pertanda buruk, segera cari sumber suara tersebut!” Ucapku.
“Baik, cih mengganggu orang yang sedang berkencan saja.” Ucap Lia.
Kami segera mencari sumber suara tersebut karena jika terdengar suara teriakan maka hal buruk baru saja terjadi.
Kami berlari menyusuri gang sempit untuk mencari sumber suara tersebut dan setelah beberapa menit akhirnya kami temukan sumber suara tersebut, tapi betapa terkejutnya kami karena dari sumber suara tersebut ternyata ada orang yang sudah mati dengan kondisi badan terbelah secara horizontal.
“Apa-apaan ini?” Ucapku.
“Jeamiy apa menurutmu ini perbuatan chimera yang kembali berulah?” Tanya Lia.
“Aku tidak tahu pasti, jika ini perbuatan chimera itu lagi maka kita akan lebih mudah menghadapinya karena sudah mendapat satu anggota lagi.” Ucapku.
“Cih, makhluk memuakan itu lagi.” Ucap Lia.
Lia menduga bahwa ini adalah ulah chimera lagi, tapi aku juga tidak tahu pasti apakah makhluk itu lagi yang melakukan ini, namun jika memang dia pelakunya kami tidak akan terluka lebih dari sebelumnya karena sudah mengetahui semua tentang makhluk itu dan sudah mendapat satu anggota lagi.
Ada satu bekas ditanah yang membuatku penasaran.
“Jeamiy kau tahu bekas apa ini?” Tanya Lia.
“Satu garis lurus yang cukup panjang, ini seperti bekas goresan pedang namun sedikit lebih besar.” Ucapku.
“Goresan pedang? Jadi orang ini terbelah menjadi dua karena ditebas oleh pedang.” Ucap Lia.
“Kemungkinan seperti itu tapi aku juga tidak bisa menjamin bahwa korban itu tewas karena ditebas pedang besar.” Ucapku.
“Jeamiy awas...!” Teriak Lia.
“Apa...” Ucapku kaget.
Lia berteriak memperingatkan aku karena ada benda putih berbentuk sabit datang kearahku, tapi karena aku terlambat menyadari benda itu menggores lengan kiriku dan melesat memotong sebuah tiang listrik sebelum akhirnya menghantam dinding dengan sangat keras.
Aku tidak tahu benda apa itu tapi yang jelas benda itu sangat tajam sampai bisa memotong tiang listrik dan membuat bekas garis lurus yang cukup panjang.
“Jeamiy kau baik-baik saja?” Tanya Lia.
“Aku baik-baik saja ini hanya luka kecil, tapi benda apa itu tadi?” Tanyaku.
“Aku pernah melihat itu sebelumnya, itu adalah tebasan angin atau bisa disebut pisau angin, dan yang bisa mengeluarkan benda tersebut adalah makhluk yang memiliki kemampuan mengendalikan angin dan.” Ucap Lia.
“Seorang pengguna Aerokinesis ya.” Ucapku.
“Benar, Aerokinesis atau bisa disebut kemampuan mengendalikan angin, kemanapun itu serupa dengan Pyrokinesis ku hanya saja dia mengunakan angin, angin memang elemen yang memiliki daya hancur yang cukup besar dan jika penggunanya sudah berpengalaman maka angin itu bisa menjadi pisau yang dapat memotong apapun.” Ucap Lia.
“Jadi kita ada dua kemungkinan yang akan menjadi lawan kita, pertama adalah makhluk yang memiliki kemampuan mengendalikan angin, dan yang kedua manusia yang menguasai Aerokinesis.” Ucapku
“Kita harus berhati-hati karena pisau angin itu hampir bisa memotong apa saja.” Ucap Lia.
“Benar-benar lawan yang tidak terduga.” Ucapku.
Selang beberapa menit dentuman keras terdengar lagi, aku merasa bahwa lawan yang akan kami hadapi akan cukup merepotkan dengan kemampuan yang cukup dahsyat.
“Jeamiy suara itu lagi.” Ucap Lia.
“Kita cari sumber suara itu sekarang!” Ucapku.
“Dimengerti.” Ucap Lia.
Kami kembali mencari sumber suara itu lagi karena ada kemungkinan bahwa penyebab dari dentuman keras dan datangnya pisau angin itu tadi adalah orang atau makhluk yang sama.
Ketika kami sudah mencapai sumber suara tersebut ada bayangan hitam yang melintas dengan samar-samar.
“Jeamiy ada sesuatu didepan dan baru saja melintas.” Ucap Lia.
“Itu pasti pelaku yang membelah korbannya menjadi dua tadi.” Ucapku.
“Awas Jeamiy ada pisau angin datang lagi.” Ucap Lia.
“Cih sialan.” Ucapku.
Saat kami ingin mengejar bayangan hitam tersebut tiba-tiba pisau angin muncul kembali, tapi pisau angin itu tidak mengarah lurus kedepan seperti sebelumnya tapi malah mengarah sedikit miring kebawah dan menghantam tanah yang tepat berada didepan kami, tujuannya mungkin bukan untuk membunuh tapi untuk menghambat kami untuk berjalan lebih jauh.
“Cih disaat seperti ini aku tidak membawa persenjataan.” Ucap Lia.
“Awas Lia ada yang datang lagi!” Ucapku.
Kami tidak membawa persenjataan karena tidak menduga akan mengalami hal semacam ini.
Pisau angin itu tidak hanya datang satu kali namun benda itu terus datang dan tetap mengincar tanah didepan kami, karena tak bisa melanjutkan pengejaran kami terus dipaksa mundur dan diserang oleh pisau angin itu terus-menerus, tak ada yang bisa dilakukan lagi selain menghindarinya dengan cara mundur kebelakang karena jika bergerak satu langkah saja kedepan maka kaki kami akan terpotong.
Setelah diserang puluhan kali oleh pisau angin akhirnya benda itu berhenti berdatangan, niat kami yang awalnya ingin mengejar bayangan hitam itu kini telah gagal, tiba-tiba Lia yang sedang menatap kedepan kaget dengan mata terbuka lebar karena melihat sesuatu.
“Je-jeamiy ma-khluk apa yang sedang berdiri diatas atap itu?” Ucap Lia terbata-bata.
“Kau pasti bercanda, apa-apaan makhluk itu?” Ucapku kaget.
“Apa dia yang akan menjadi lawan kita?” Tanya Lia.
“Mungkin saja.” Ucapku.
Lia kaget karena melihat sesosok makhluk yang tak pernah ia lihat sebelumnya, sebuah siluet diatas atap rumah dengan bentuk seperti seorang gadis namun memiliki tangan yang begitu besar, gadis itu menatap tajam kearah kami dan mengacungkan jari telunjuk kanannya lalu mengepalkan tangan kanan seolah mengancam bahwa kami akan mati ditangannya.
“Jeamiy aku rasa dia sedang mengancam kita.” Ucap Lia.
“Entah makhluk itu manusia atau bukan, tapi karena dia sudah memberikan ancaman seperti itu maka kita harus melawannya.” Ucapku.
“Tubuh seperti seorang gadis tapi memiliki tangan yang begitu besar, untuk sekarang kita mundur dan menyusun rencana.” Ucap Lia.
“Kau benar Lia, kita tak mungkin mengejarnya karena tidak membawa persenjataan apapun.” Ucapku.
Akhirnya gadis itu pergi usai memberi kami ancaman, entah itu adalah monster yang berwujud gadis atau bukan tapi ia sudah memberi ancaman seolah kami pasti akan tewas ditangannya, tapi mau tidak mau kami harus memburu makhluk itu karena ada kemungkinan bahwa dialah yang bertanggung jawab atas terbunuhnya seorang warga sipil dengan tubuh terbelah menjadi dua.
Karena tak membawa persenjataan apapun kami lebih memilih untuk kembali kerumah dan menyusun rencana lebih lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
AksiyonJudul. : PANDORA Genre. : Action, horor, Supranatural, Gore, Fantasy Sinopsis Indexsia, sebuah negara yang dimata dunia dikenal sebagai negara yang indah dan damai dengan keanekaragaman budaya dan suku yang ada, namun pa...