"Siapa yang telepon? Pake honey honeyan segala?"
Chandra mengernyit memperhatikan Prita. Lelaki itu menurunkan smartphonenya, tak mendengarkan suara Honey yang mengomel dari dalam benda kotak kecil dengan nada kesal karena tidak ada respon yang diinginkan dari Chandra.
"Kamu kenapa, Ta?" tanya Chandra tak mengerti. Lelaki itu bingung dengan ekspresi jengkel yang membuat wajah Prita semakin menggemaskan di mata Chandra.
"Itu ... siapa yang telepon?" Prita bersedekap, melipat kedua tangannya di depan dada. Menunjuk gadget Chandra dengan dagunya.
"Ini? Honey ...." Prita menggeram saat mendengar Chandra menyebut 'honey' dengan blak-blakan.
"Kenapa sebut honey honeyan ... sayang-sayangan!"
"Kok sayang sih? Dia kan namanya Honey." Chandra tak mengerti dengan ketidak senangan Prita.
"Tapi kenapa di hp pake ditulis Honey... H,O,N–"
"Emang gitu namanya, Prita Sayang." Chandra mulai geli. Sontak wajah Prita memerah. Tiba-tiba otaknya seperti tersetrum listrik, menyadari sesuatu yang salah.
Oh, namanya memang Honey. Sialan!
Prita mendengkus, berbalik membuat anak rambutnya tersibak. Ingin rasanya dia ditelan bumi, saking malunya. Bagaimana bisa dia curiga dengan Chandra.
Ya ampun Prita, sadar! Sadar!
Chandra mengulum senyum. Pria itu mengendikkan bahu melihat wajah cemburu Prita yang pertama kalinya di ihat. Lelaki itu pun melanjutkan lagi pembicaraannya di telepon dengan Honey. Tak berapa lama, setelah dibanjiri dengan ocehan bertubi dari Honey, akhirnya Chandra menutup pembicaraan.
Prita cemburu, yang artinya dia benar menyukaiku.
Hati Chandra berbunga. Keresahannya tentang Prita yang menyukai Brave sirna. Wajah terlipat yang menghardiknya kala Prita menganggap Honey adalah sebutan sayang dan bukan nama sebenarnya, membuat Chandra sedikit lega bahwa gadis itu tulus menjalin hubungan dengannya.
Chandra masuk ke dalam rumah menuju ke ruang tengah. Lelaki itu duduk di sofa depan televisi, tak ingin mengganggu para orangtua mengurus lamaran untuk Cinde. Prita menyusul duduk di sebelah Chandra, setelah membantu menyuguhkan teh dan kudapan untuk para tamu.
Chandra duduk dengan santai. Lehernya ditopang pada ujung sandaran sofa dan badannya lurus sehingga pantatnya justru menumpu di tepi sofa. Ia terus menerus mengulum senyum tak jelas. Melihat hal itu, Prita sedikit jengah.
"Ta," panggil Chandra.
"Ehm ...." Prita berupaya tak mempedulikan Chandra. Matanya masih fokus di layar televisi yang menyuguhkan seorang pawang ular menaklukkan hewan melata itu. Prita bergidik melihat yang ditonton Chandra.
Selera tontonan yang aneh.
"Ta," panggil Chandra lagi kali ini dengan colekan di pinggang Prita membuat Prita terlonjak karena kaget dan geli.
"Apa sih?" Prita tambah sewot. Alisnya sudah menyatu di pangkal hidung. Dari samping Chandra bisa memperkirakan bibir Prita sudah maju 5 centi.
"Cemburu ya?"
"Ga!!" sahut Prita. Mengingat peristiwa tadi sontak Prita kesal. Untuk apa seharian ini dia kesal, dengan sesuatu yang tak jelas. Prita memutar bola matanya, berusaha tak menggubris Chandra.
"Bilang aja!" kata Chandra.
"Ngga ya ngga, Mas Chandra Pradipta." Chandra terkekeh. Prita mengernyit, kesal dengan tanggapan santai pemuda itu. Pria itu menikmati kemaluannya ... bukan maksud Prita rasa malunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomantikChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...