22. Madrid

2K 323 65
                                    

Bismillah.

***

Dominasi warna kuning di terminal empat bandara Barajas menyegarkan mata Anna. Arsitektur yang unik membuatnya terlalu asyik dengan kamera, hingga tanpa sadar ia tertinggal oleh langkah Ahmar yang lebar. Anna setengah berlari, mengejar Ahmar yang telah jauh di depan. Mungkin Ahmar lupa, bahwa sekarang ia pulang tak sendirian.

Ahmar bahkan telah sampai di pintu terluar, memeluk akrab seorang bule yang tak kalah tampan darinya. Ia baru sadar Anna tertinggal ketika hendak mengenalkannya pada Juan, sepupunya. Setengah berlari ia kembali menuju ke arah Anna. Melingkarkan tangan ke pinggang istrinya sembari meminta maaf untuk alpanya.

"Oh Dios mio. Pengalamanmu dengan wanita memang payah. Bagaimana bisa istri secantik ini tertinggal sejauh itu. Ckckck," komentar Juan begitu Ahmar dan Anna sampai di hadapannya. Ia tertawa lepas. Tinju Ahmar mendarat di bahunya.

"Juan. Juan Callejas Mateu." Sepupu Ahmar itu menyebut nama. Anna menyambut uluran tangannya.

"Anna. Adrianna Yazid Mateu."

"Hush, kau tak boleh menggunakan namaku di belakang namamu," sahut Ahmar. Juan lagi-lagi tertawa.

"Kenapa?"

"Karena kau istriku, bukan adikku, apalagi anakku. Maka kau tak boleh menasabkan dirimu padaku. Kau cuma boleh menasabkan dirimu pada orang tuamu, dalam hal ini adalah ayahmu. Kau ingat kan waktu kita menikah? Namamu adalah Adrianna binti Tjandra Hardjono. Bukan Adrianna Yazid Mateu. Kau kan bukan keturunan Yazid dan Mateu. Memangnya kau mau jadi adikku?"

"Ehk, tentu saja aku nggak mau. Aku maunya jadi istrimu, nggak mau yang lain." Anna menyahut manja, mencubit kuat pinggang Ahmar hingga berteriak kesakitan. Lalu berlari meninggalkan suaminya, menyusul Juan yang telah jauh di depan bersama barang bawaan mereka berdua.

"Kalian yakin akan melanjutkan perjalanan ke Granada sore ini?" tanya Juan dari balik kemudi.

"Inginku sih begitu. Tapi kita tetap ke mezquita, aku ingin menunjukkan pada Anna masjid terbesar di Madrid."

Mobil meluncur menuju Calle Anastasio Herrero. Anna duduk sendiri di baris belakang sedan milik Juan. Kedua pria hispanic yang duduk di depan sedang asyik berbicara dalam bahasa ibunya, entah apa yang dibicarakan Anna tak mengerti, ia hanya menduga bahwa itu tentang sepakbola, karena keduanya begitu bersemangat menyebut-nyebut futbol, Madrid dan Barça. Hal itu terus berlangsung hingga Juan memarkirkan mobilnya di depan bangunan mezquita.

"Adrianna!" Anna dan Ahmar baru saja melewati pagar masjid, ketika sebuah suara memanggil.

"Malik?!" Kedua mata Anna membulat. Ahmar tersenyum melihat mata istrinya.

"Ya, ini aku. Kau masih mengingatku rupanya. How are you?"

"Alhamdulillah, kabarku baik."

"Selamat untuk pernikahan kalian." Malik menyalami Anna dan Ahmar bergantian.

"Thank you, Malik," jawab keduanya bersamaan.

"Ada kegiatan apa di Madrid?" Ahmar berbasa-basi.

"Ada perjalanan dengan teman-teman. Seperti biasa, aku bagian pegang kamera." Malik tertawa.

"Oh ya, aku punya beberapa fotomu. Mungkin bisa kukirimkan ke emailmu," kata Malik lagi, kali ini memandang pada Anna.

"Ah ya, tentu saja. Kau bisa mengirimnya ke emailku. Akan kami infokan nanti." Ahmar menyahut tanpa permisi.

"By the way, bagaimana dengan penawaranku dulu? Tidakkah kau tertarik untuk berkenalan dulu dengan sahabatku?" Tanpa basa-basi Anna mengingatkan pada tawaran yang pernah diberikannya dulu. Tawaran untuk mengenalkan Malik pada Mariam, siapa tahu mereka berdua ada kecocokan. Kalau mereka berjodoh, lalu Iam tinggal di Eropa, tentu jarak mereka tak sejauh Spanyol-Indonesia. Pikir Anna waktu itu.

Selepas Hidayah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang