Tidak ada yang bisa menandingi berakhirnya pagi yang sempurna seperti perjalanan panjang naik taksi bersama cewek yang marah. Aku mencoba bicara kepada Seulgi, tapi dia bersikap seolah aku baru saja meninju neneknya. Yang berhasil kukorek darinya hanyalah bahwa dia mengalami musim semi penuh monster di San Fransisco; dia sudah kembali ke perkemahan dua kali sejak Natal tapi tidak mau memberitahuku sebabnya (yang bikin aku kesal, soalnya berada di New York); dan dia tidak tahu apa-apa tentang keberadaan Jeon Jungkook (ceritanya panjang).
"Ada kabar tentang Taemin?" tanyaku.
Dia menggeleng. Aku tahu ini adalah subjek yang peka baginya. Seulgi selama ini selalu mengagumi Taemin, mantan kepala konselor untuk pondok Hermes yang telah mengkhianati kami dan bergabung dengan Raja Titan yang jahat, Kronos. Dia tidak bakal mengakuinya, tapi aku tahu dia masih menyukai Taemin. Ketika kami bertempur melawan Taemin di Gunung Tamalpais musim dingin lalu, Taemin entah bagaimana selamat setelah jatuh dari tebing setinggi lima belas meter. Sekarang, sejauh yang kutahu, dia masih berlayar naik kapal pesiarnya yang penuh monster sementara Raja Kronos-nya yang terpotong-potong terbentuk kembali, sedikit demi sedikit, dalam sarkofagus emas, mengulur-ulur waktunya sampai dia punya cukup kekuatan untuk menantang dewa-dewi Olympia. Dalam bahasa separuh-dewa, kami menyebutnya "masalah".
"Gunung Tam masih dipenuhi monster," kata Seulgi. "Aku tidak berani dekat-dekat tapi kupikir Taemin tidak ada di atas sana. Kupikir aku akan tahu kalau dia di sana."
itu tidak membuatku merasa lebih baik. "Bagaimana dengan Grover?"
"Dia di perkemahan," kata Seulgi. "Kita akan bertemu dia hari ini." Seulgi memuntir-muntir kalung manik-maniknya, yang biasa dilakukannya saat dia cemas. "Kau lihat saja nanti," katanya. Tapi dia tidak menjelaskan.
Saat kami menuju Brooklyn, aku menggunakan telepon Seulgi untuk menelepon ibuku. Blasteran mencoba tidak menggunakan ponsel bilamana kami bisa menghindarinya, sebab menyiarkan suara kami bagaikan mengirim suar bagi para monster: Aku di sini! Silakan makan aku sekarang! Tapi kurasa telepon ini penting. Aku meninggalkan pesan di mesin penerima telepon rumah kami, mencoba menjelaskan apa yang telah terjadi di Goode. Upayaku mungkin tidak terlalu berhasil. Kuberi tahu ibuku bahwa aku baik-baik saja, dia tidak usah cemas, tapi aku akan tinggal di perkemahan sampai kekacauan mereda. Aku memintanya memberi tahu Kwon Jiyong bahwa aku minta maaf. Kami berkendara dalam keheningan setelah itu. Kota bagaikan meleleh sampai kami keluar dari jalan tol dan meluncur lewat kawasan pinggiran di utara Long Island, melintasi kebun-kebun buah dan tempat pengolahan anggur serta kios-kios hasil bumi segar. Aku menatap nomor telepon yang telah Park Rose torehkan di tanganku. Aku tahu ini gila, tapi aku tergoda untuk meneleponnya. Mungkin dia bisa membantuku memahami apa yang tadi dibicarakan oleh si empousa—perkemahan yang terbakar, teman-temanku ditawan. Dan kenapa Kelli meledak menjadi kobaran api?
Aku tahu monster tidak pernah sungguh-sungguh mati. Pada akhirnya—mungkin berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun dan sekarang—Kelli akan terbentuk kembali dari keburukan primordial yang menggelegak di Dunia Bawah. Tapi tetap saja, monster biasanya tidak membiarkan diri mereka dihancurkan semudah itu. Kalau dia memang benar-benar hancur.
Taksi keluar di Router 25A. Kami menuju ke hutan di sepanjang Pesisir Utara sampai bubungan rendah perbukitan muncul di kiri kami. Seulgi menyuruh sang sopir menepi di Farm Road 3141, di bawah Bukit Blasteran. Sang sopir mengernyitkan dahi. "Nggak ada apa-apa di sini, Non. Kau yakin mau keluar?"
"Ya, terima kasih." Seulgi menyerahkan segulung uang fana kepadanya, dan sang sopir memutuskan untuk tidak protes. Seulgi dan aku mendaki ke puncak bukit. Naga penjaga yang masih muda sedang terkantuk-kantuk, bergelung mengelilingi pohon pinus, tapi dia mengangkat kepalanya yang berwarna tembaga saat kami mendekat dan membiatkan Seulgi menggaruk bagian bawah dagunya. Uap berdesis ke luar lubang hidungnya seperti dari poci teh, dan matanya dijulingkan karena keenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adventures of Demigod #4 (k-idol)
AdventureJimin pindah sekolah (lagi!)... tapi kali ini lebih parah, ketika orientasi murid baru, Jimin sudah bikin kekacauan. Belum-belum Jimin sudah berhadapan dengan monster yang menyamar jadi cheerleader. Dan Jimin pun sebenarnya sudah kehabisan waktu, p...