15. Kami Mencuri Sejumlah Sayap Agak Bekas

123 36 3
                                    

"Ke arah sini!" teriak Rose.

"Kenapa kami harus mengikutimu?" tuntut Seulgi. "Kau menuntun kami tepat memasuki jebakan maut itu."

"Itulah jalan yang perlu kalian datangi," kata Rose. "Dan begitu juga ini. Ayolah!" Seulgi tidak tampak senang soal itu, tapi dia lari bersama kami. Rose tampaknya tahu persis ke mana dia pergi. Dia melesat mengitari belokan dan bahkan tidak ragu-ragu di persimpangan. Sekali dia berkata, "Merunduk!" dan kami semua meringkuk saat sebuah kapak raksasa berayun di atas kepala kami. Lalu kami terus lanjut seakan-akan tidak ada yang terjadi.

Aku tidak tahu berapa kali kami berbelok. Kami tidak berhenti untuk beristirahat sampai kami sampai ke sebuah ruangan seukuran gimnasum dengan pilar-pilar marmer tua yang menyangga atap. Aku berdiri di ambang pintu, mendengarkan bunyi-bunyi pengejaran, namun aku tidak mendengar apa-apa. Rupanya kami sudah kehilangan Taemin dan antek-anteknya di labirin.

Lalu kusadari sesuatu yang lain: Nyonya O'Leary lenyap. Aku tidak tahu kapan dia menghilang. Aku tidak tahu apa dia tersesat atau terkejar oleh monster atau apa. Hatiku terasa berat. Dia telah menyelamatkan nyawa kami, dan aku bahkan tak menunggu untuk memastikan bahwa dia mengikuti kami.

Yuta jatuh ke lantai. "Kalian gila." Dia melepaskan helmnya. Wajahnya berkilau karena keringat.

Seulgi terengah-engah. "Aku ingat kau! Kau salah satu anak yang belum ditentukan di pondok Hermes bertahun-tahun lalu."

Yuta memelototi Seulgi. "Iya, dan kau Seulgi. Aku ingat."

"Apa-apa yang terjadi pada matamu?"

Yuta berpaling, dan aku punya firasat itulah topik yang nggak akan dibahasnya. "Kau pasti si blasteran dalam mimpiku," kataku. "Yang disudutkan anak buah Taemin. Rupanya memang bukan Jungkook."

"Siapa Jungkook?"

"Lupakan saja," kata Seulgi cepat-cepat. "Kenapa kau mencoba bergabung dengan pihak yang salah?"

Yuta mencibir. "Tidak ada pihak yang benar. Para dewa tidak pernah memedulikan kita. Kenapa aku tidak boleh-"

"Mendaftar ke pasukan yang menyuruhmu bertarung sampai mati demi hiburan?" kata Seulgi.

"Wah, kenapa ya?" Yuta berusaha berdiri. "Aku tidak akan berdebat denganmu. Makasih atas bantuannya, tapi aku mau keluar dari sini."

"Kami sedang mengincar Daedalus," kataku. "Ikutlah bersama kami. Setelah kita berhasil, kau akan diterima kembali di perkemahan."

"Kalian memang betul-betul gila kalau kalian pikir Daedalus bakal membantu kalian."

"Dia harus melakukannya," kata Seulgi. "Akan kami buat dia mendengarkan."

Yuta mendengus. "Ya sudah. Semoga berhasil deh."

Aku mencengkeram lengannya. "Kau mau berkeliaran sendirian di dalam labirin? Itu bunuh diri." Dia menatapku dengan kemarahan yang nyaris tak terkendali. Bagian pinggir dari kain penutup mayanya terburai dan warna hitamnya sudah memudar, sepertinya dia sudah lama sekali mengenakannya. "Kau seharusnya tidak membiarkanku hidup, Park. Belas kasihan tidak punya tempat dalam perang ini." Lalu dia berlari ke kegelapan, kembali ke arah kami datang.

Seulgi, Rose, dan aku begitu kelelahan sehingga kami langsung berkemah di ruangan besar itu. Aku menemukan sejumlah kayu sisa dan kami menyalakan api. Bayangan menari-nari di pilar-pilar yang menjulang di sekeliling kami bagaikan pepohonan.

"Ada sesuatu yang salah dengan Taemin," gumam Seulgi, menusuk-nusuk api dengan pisaunya. "Apa kau lihat caranya berakting tadi?"

"Dia keliahatannya cukup senang menurutku," kataku. "Semestinya dia menghabiskan hari yang menyenangkan, menyiksa pahlawan."

Adventures of Demigod #4 (k-idol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang