Bab 1

505 35 19
                                    

Hai, aku datang lagi dengan cerita yang ringan.
Semoga kalian suka.
Selamat membaca.
.
.
.

Laut memiliki kemampuan untuk membuai. Yeorin membiarkan dirinya terbuai tanpa perlawanan sedikit pun, dengan tenang memperhatikan ombak-ombak berwarna turkis bergulung-gulung menuju pasir putih menyilaukan.

Meski dia bukan tipe yang suka duduk tanpa melakukan sesuatu, sekarang dia puas duduk di teras rumah pantai yang dia sewa. Yeorin menyelonjorkan kaki panjangnya yang berwarna cokelat kekuningan dan menumpangkannya di susuran, tidak melakukan apa pun selain melihat dan mendengarkan gemuruh ombak yang mendekat lalu menjauh lagi. Yeorin bisa melihat camar-camar putih menukik, lengkingannya menambah simfoni yang diciptakan deru angin dan gemuruh ombak. Di sisi kanan, Yeorin melihat matahari berwarna oranye keemasan tenggelam ke air, membuat permukaan laut seolah terbakar.

Pemandangan itu pasti memukau jika diabadikan dalam foto, tapi Yeorin enggan meninggalkan tempat duduk dan mengambil kameranya. Hari ini mengagumkan, dan sejak tadi Yeorin tidak melakukan kegiatan berarti selain berjalan menyusuri pantai dan berenang di laut Bali yang biru bergaris-garis hijau.

Astaga, alangkah indahnya. Betapa manis, seperti rasanya berdosa bisa menikmati keindahan ini.

Liburan ini sempurna.

Selama dua minggu, Yeorin berjalan-jalan sendirian menyusuri pasir di Pantai Jimbaran, Bali, sambil bermalas-malasan dengan perasaan bahagia.

Di rumah pantai itu tidak ada jam dinding, ia sendiri tidak memakai arloji sejak tiba karena waktu tidak terasa penting. Pukul berapa pun ia terbangun, ia tahu, kalau lapar namun tak ingin memasak, selalu ada tempat ia bisa mendapatkan makanan yang jaraknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Selama musim panas, tempat ini tidak tidur, seperti lokasi pesta 24 jam yang terus memperbarui diri mulai dari akhir tahun ajaran sekolah hingga akhir pekan Hari Buruh. Pelajar dan para lajang yang ingin bersenang-senang untuk menghabiskan waktu akan mendapatkan keinginannya, para keluarga yang mencari liburan ceria akan mendapatkan apa yang mereka cari, wanita profesional yang lelah — hanya menginginkan kesempatan mengurai kepenatannya dan bersantai di pinggiran teluk memesona ini — juga akan mendapatkan keinginannya. Yeorin merasa terlahir kembali setelah dua minggu liburan yang sarat kenikmatan.

Perhatian Yeorin tersita oleh perahu layar secerah kupu-kupu. Ia memperhatikan perahu itu dengan lambat berlayar menuju pantai. Ia begitu asyik mengamati perahu layar sehingga tidak sadar seseorang mendatangi teras, sampai pria itu menaiki undakan dan getaran lantai papan membuat Yeorin tersadar. Tanpa ragu, ia menoleh, gerakannya luwes dan tidak waswas, tapi sekujur tubuhnya mendadak tegang dan siap beraksi, meski ia tidak mengubah posisi tubuhnya yang santai.

Seorang pria jangkung berambut coklat gelap berdiri memperhatikan Yeorin, dan gagasan pertama yang melintas di benak Yeorin adalah penampilan pria itu tidak sesuai dengan tempat ini. Kuta —yang dikenal sebagai kota wisata —merupakan wilayah yang santai dan tidak formal. Pria itu memakai setelan abu-abu tiga potong yang rapi tak bercela, kakinya terbungkus sepatu kulit buatan Italia. Sesaat Yeorin berpikir, sepatu itu pasti penuh pasir gersang yang bisa menyusup ke segala celah.

“Nona Kim?” pria itu bertanya dengan sopan.

Yeorin melengkungkan punggung rampingnya karena heran, tapi menurunkan kaki dari susuran dan berdiri sambil mengulurkan tangan pada pria itu.

“Ya, saya Kim Yeorin. Dan Anda…?”

“Lee Jongkuk,” sahut pria itu sambil menyambut tangan Yeorin dan mengguncangnya dengan mantap. “Saya sadar kedatangan saya mengganggu liburan Anda, tapi penting sekali bagi saya untuk berbicara dengan Anda.”

Lie To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang