Akhirnya, pada suatu hari setelah menerima petunjuk dari seorang kakek dusun yang sering menyeberangi gurun pasir dan pernah tersesat dan melihat istana itu dari jauh, kakak beradik seperguruan ini lalu nekat mengambil jalan menyeberangi gurun pasir yang amat berbahaya itu.
Kakek itu sudah memperingatkan mereka bahwa amatlah berbahaya menyeberangi gurun pasir itu dengan jalan kaki atau berkuda, sebaiknya adalah menunggang onta. Maka mereka lalu membeli dua ekor onta, membawa perbekalan secukupnya dan pada hari itu berangkatlah mereka menempuh perjalanan yang sukar itu, menyeberangi gurun pasir yang seperti laut tak bertepi itu!
Dan mulailah mereka mengalami hal-hal yang sangat aneh dan sengsara. Bahkan beberapa hari kemudian, saat mereka bingung karena tidak tahu ke mana harus menuju di tengah-tengah gurun pasir yang teramat luas itu, mereka diserang oleh badai! Badai di gurun pasir tidak kalah bahayanya dengan badai di tengah lautan. Seperti juga di lautan, di mana badai menciptakan gulungan ombak-ombak besar dan air laut yang bergelombang, di tengah gurun itu pun pasir menjadi seperti air laut dan bergelombang, membentuk dinding-dinding pasir berjalan yang menelan segala apa yang berada di depan dan menghalanginya.
Liong Tek Hwi dan Kim Cui Yan bersama onta mereka dapat berlindung di balik anak bukit batu yang cukup besar, akan tetapi setelah badai mereda, mereka telah teruruk pasir dan kalau mereka tidak memiliki ilmu kepandaian tinggi, tentu mereka sudah mati terkubur hidup-hidup di tempat itu!
Akhirnya, pada suatu senja, mereka tiba di belakang Istana Gurun Pasir! Bagaikan dalam mimpi, mereka memandang istana yang megah itu dari kejauhan, hampir tidak percaya kepada pandang mata mereka sendiri karena agaknya tidak masuk akal melihat sebuah bangunan megah di tengah-tengah gurun pasir seperti itu! Mereka lalu meninggalkan onta dan dengan hati-hati mereka mendekat.
Dan secara kebetulan sekali mereka melihat seorang anak laki-laki berusia lima tahun berkeliaran seorang diri di belakang istana itu, bermain layang-layang. Mungkin karena menarik tali layang-layang terlalu keras, atau juga karena angin terlalu kuat, maka tali di tangan anak itu putus! Kebetulan, sebelum layang-layang itu membubung ke atas, talinya lewat dekat Kim Cui Yan yang segera menangkapnya dan membawa layang layang itu kepada si anak kecil yang menjadi girang sekali.
"Anak yang baik, siapakah namamu?" tanya Cui Yan.
Karena orang itu telah mengembalikan layang-layangnya yang putus, anak itu tidak merasa takut dan menjawab, "Namaku Kao Cin Liong."
"Ahhh, kau tentu putera dari Si Naga Sakti, bukan?"
Anak itu memandang tajam, lalu balas bertanya, "Apakah engkau mengenal ayahku, Bibi?"
Cui Yan tersenyum ramah. "Ayahmu adalah putera Jenderal Kao Liang, bukan?"
Anak itu mengangguk. "Ayahku adalah Naga Sakti Gurun Pasir yang tiada bandingnya!" Sekecil itu, anak ini sudah pandai membanggakan ayahnya?
Kim Cui Yan berkedip kepada suheng-nya, kemudian berkata kepada anak itu, "Siapa bilang? Kami bertaruh dengan ayahmu bahwa dia tidak akan mampu mencari kami. Hayo kau ikut kami bersembunyi, biar dicari ayahmu, tanggung dia tidak akan mampu mendapatkan kita."
"Ahhh, tidak mungkin!" Anak ini belum mengenal kepalsuan manusia, tahunya hanya main-main saja, maka dia tertarik sekali ketika diajak main sembunyi-sembunyian agar dicari ayahnya.
"Mari kita sembunyi sekarang juga, ayahmu sudah mulai mencari!" Cui Yan memondong anak itu dan membawanya ke tempat mereka meninggalkan onta mereka.
"He-he, ayah akan dengan mudah melihat jejak kaki kalian!" Cin Liong mentertawakan mereka.
Mendengar ini, Liong Tek Hwi lalu menggerak-gerakkan kedua tangannya ke belakang mereka. Ada angin menyambar dan jejak kaki mereka menjadi rata kembali tertutup pasir yang diterbangkan oleh angin pukulannya!
Melihat ini Cin Liong tertawa, "He-he, kau hebat juga, Paman!" Dia mulai gembira dan ingin melihat apakah ayahnya dapat mencari mereka.
Demikianlah dua orang itu membawa Cin Liong dan Tek Hwi selalu menggunakan hawa pukulannya untuk mengusap jejak kaki onta mereka. Kini mereka menjalankan onta mereka ke selatan dan untuk melihat mana arah selatan, mereka kalau malam melihat letaknya bintang-bintang dan kalau siang melihat letaknya matahari.
Di waktu pagi mereka maju dengan matahari berada di sebelah kiri mereka dan di waktu sore matahari harus selalu berada di sebelah kanan mereka. Dengan pedoman matahari dan bintang, mereka tidak salah jalan dan dapat terus menuju ke selatan dan jejak mereka selalu langsung dihapus oleh pukulan-pukulan Tek Hwi dan Cui Yan yang mendatangkan angin, atau terhapus oleh angin lalu yang mengerakkan pasir.
Akhirnya mereka dapat meninggalkan padang pasir itu dan karena mereka maklum bahwa ayah dan ibu anak ini pasti mencari mereka, dan karena mereka maklum akan kesaktian ayah dan ibu anak itu, maka mereka melakukan perjalanan sambil sembunyi sembunyi dan sekalian mencari Jenderal Kao Liang.
Hanya karena ada Tek Hwi di situ maka Cui Yan tidak sampai membunuh anak itu! Tadinya Cui Yan merasa betapa amat berabe membawa-bawa anak keturunan musuh besarnya itu, lebih baik dibunuh saja untuk melampiaskan dendamnya. Akan tetapi Tek Hwi melarang keras dan memberi alasan yang kuat.
"Kalau kau melakukan itu, selama hidup engkau akan menjadi musuh Istana Gurun Pasir dan hidupmu tidak akan aman lagi. Pula, anak ini merupakan perisai yang baik bagi kita, siapa tahu sekali waktu kita akan dapat mempergunakannya sebagai sandera yang amat berharga. Selain itu, kau juga sudah berjanji untuk tidak mengikut sertakan keluarga Kao, Sumoi."
Demikianlah, dalam perjalanan itu, Tek Hwi dan Cui Yan akhirnya dapat juga bertemu dengan Jenderal Kao, akan tetapi usaha Cui Yan untuk membunuh jenderal itu gagal karena campur tangan Ang-siocia atau Kang Swi Hwa yang menyamar pria, bahkan kemudian mereka terpaksa mundur dan melarikan diri ketika muncul pendekar Siluman Kecil yang pernah menyelamatkan nyawa mereka ketika mereka hampir binasa di tangan Boan-wangwe yang amat lihai itu.
Maka, setelah kini banyak orang mencurigai mereka, di antaranya paling akhir ini adalah dara cantik berpayung yang kemudian dibela pula oleh seorang pemuda tampan sekali yang memiliki kesaktian luar biasa, mereka menjadi jeri dan menurut usul Liong Tek Hwi, mereka lalu menuju ke lembah yang dijadikan benteng oleh Liong Bian Cu, saudara misan dari Liong Tek Hwi.
Ketika mereka tiba di benteng lembah, setelah para penjaga melaporkan ke dalam, mereka disambut dengan girang sekali oleh Pangeran Liong Bian Cu. Sudah hampir sepuluh tahun lamanya Liong Bian Cu tidak pernah bertemu dengan saudara misannya ini, maka kini dia menyambut kedatangan adik misan ini dengan pelukan mesra. Bahkan ada air mata di mata kedua orang laki-laki yang masih ada hubungan keluarga amat dekat itu karena ayah mereka adalah kakak beradik. Mereka berdua sebenarnya adalah keponakan-keponakan dari Kaisar Kang Hsi sendiri!
Akan tetapi, terdapat banyak sekali perbedaan bentuk dan wajah di antara kedua orang ini. Yang seorang berkulit putih bermata biru dengan rambut kecoklatan, sedangkan yang kedua berkulit coklat kehitaman, hidungnya membengkok ke bawah, matanya cekung, hitam sekali dan rambutnya juga agak kecoklatan. Yang seorang berdarah campuran dengan ibu kulit putih, sedangkan yang kedua beribu Nepal.
"Ahhh, Adik Tek Hwi... betapa keluarga kita telah berantakan...," terdengar Pangeran Nepal itu berkata dengan hati terharu.
Liong Tek Hwi juga merasa terharu diingatkan akan keadaan keluarganya itu. Kakak misannya ini masih baik keadaannya karena ibunya adalah puteri raja sehingga dia merupakan cucu Raja Nepal, seorang pangeran yang masih memiliki keluarga dan kedudukan tinggi. Akan tetapi dia? Ayahnya telah terbasmi keluarganya, ibunya pun telah meninggal dan ibunya dahulu adalah seorang gadis kulit putih yang diculik orang Mongol dan dipersembahkan kepada ayahnya sehingga dia sudah tidak mempunyai keluarga lagi, kalau pun masih ada, maka tentu jauh di utara, di negeri Rusia. Dia sebatang kara, tidak seperti kakak misannya ini, seorang pangeran!
Melihat Tek Hwi juga melinangkan air mata, Pangeran Liong Bian Cu lalu menepuk nepuk pundak adiknya dan berkata, "Jangan kau berduka, adikku. Lihat, kakakmu yang akan membalaskan sakit hati kita, yang akan melanjutkan cita-cita ayah kita berdua, yang akan mengangkat derajatmu ke atas. Ehh, siapakah Nona ini, adikku?"
"Dia adalah sumoi Kim Cui Yan, dia adalah puteri dari mendiang Panglima Kim Bouw Sin."
Wajah Pangeran Nepal itu berseri. "Ahh! Sungguh kebetulan sekali!"
Dia mengatakan kebetulan karena gadis cantik berbaju hijau yang menjadi sumoi adik misannya ini ternyata puteri panglima yang pernah menjadi pembantu ayahnya itu, bahkan masih saudara dengan calon isterinya, dengan Hwee Li, yaitu puteri angkat Hek-tiauw Lo-mo, juga puteri kandung Kim Bouw Sin. Akan tetapi tentu saja dia tidak membuka rahasia ini, melainkan menjura kepada Cui Yan.
"Dan anak ini?"
Tek Hwi hendak menjawab, akan tetapi didahului oleh Cui Yan. "Dia ini adalah calon murid kami."
"Ah, bagus, bagus! Sebagai murid-murid Kim-mouw Nionio, kalian tentu telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kau telah melihat benteng kita, bukan? Nah, bagaimana pendapatmu?"
Tek Hwi dan Cui Yan memang tadi sudah mengagumi keadaan benteng itu dan merasa terkejut sekali dan heran. Tempat itu benar-benar merupakan benteng yang kokoh kuat dan terjaga rapi oleh pasukan-pasukan yang terlatih. Sama sekali Tek Hwi tidak pernah membayangkan betapa saudara misannya itu telah membuat persiapan seperti orang yang hendak melaksanakan perang!
"Hebat sekali!" Tek Hwi mengakui.
"Ha-ha-ha! Dan kau belum melihat siapa yang telah membantuku. Sayang beberapa orang di antara mereka sekarang sedang keluar untuk menangkap mata-mata. Marilah kuperkenalkan dengan dia yang telah membangun benteng ini dan kau akan terheran-heran, adikku!"
Benar saja, Tek Hwi terkejut bukan main, juga Cui Yan menjadi pucat wajahnya ketika mereka dihadapkan dengan Jenderal Kao Liang sendiri! Melihat kakek ini, Cin Liong lalu melepaskan tangan Cui Yan dan lari menubruk kakeknya. "Kong-kong...!" teriaknya.
Kini giliran Liong Bian Cu yang terkejut, dan Jenderal Kao Liang juga memeluk dan mengangkat cucunya itu. Dia segera mengenali Cin Liong. "Ahh, Cin Liong... kau... kau!" Dia tidak melanjutkan kata-katanya, melainkan menatap tajam kepada Liong Tek Hwi dan Kim Cui Yan.
"Ha-ha-ha, engkau pandai sekali menyembunyikan dia tadi, Nona Kim! Kiranya kalian telah berhasil pula menculik cucunya!" Pangeran Liong Bian Cu tertawa.
Jenderal Kao Liang menjadi pucat wajahnya, akan tetapi dia menekan perasaannya dan sambil memandang kepada kedua orang pendatang baru itu, dia bertanya tenang, "Siapakah kalian dan mengapa kalian menculik cucuku dari Istana Gurun Pasir?"
Mendengar ini, pangeran dari Nepal itu terkejut. "Adik Tek Hwi! Benarkah dia ini dari Istana Gurun Pasir?" tanyanya.
Tentu saja sebagai murid orang pandai, dia pernah mendengar nama Istana Gurun Pasir yang sama aneh dan keramatnya seperti nama Pulau Es! Tek Hwi mengangguk dengan bangga karena memang merupakan hal yang patut dibanggakan bahwa dia dan sumoi-nya sanggup menculik putera dari Si Naga Sakti Gurun Pasir!
"Hebat...! Bukan main kalian ini...!" Pangeran Liong Bian Cu berseru kagum, kemudian berkata kepada Jenderal Kao. "Kao-goanswe, perkenalkanlah, dia ini adalah Liong Tek Hwi, putera dari paman Pangeran Liong Bin Ong, sedangkan Nona ini adalah Nona Kim Cui Yan, puteri dari paman Panglima Kim Bouw Sin."
"Ahhhhh...!" Mengertilah kini Jenderal Kao mengapa dua orang itu menculik cucunya. Kiranya mereka ini yang menculik Cin Liong yang dicari-cari oleh ayah bundanya.
"Kao-goanswe, kini engkau tahu bahwa cucumu juga berada di antara keluargamu!" kata Pangeran Liong Bian Cu. "Lepaskan dia, biar dia bersatu dengan keluargamu."
Jenderal Kao Liang menarik napas panjang dan menurunkan cucunya dari pondongan. Dia lalu mengelus kepala anak itu sambil berkata, "Cin Liong, kau ikutlah bersama nenekmu, pamanmu, bibimu dan keluarga lain."
"Kong-kong, siapakah mereka ini? Dua orang ini menipuku, membawaku pergi sampai lama dan tidak mau membawaku kembali. Kong-kong, lawanlah mereka!" Cin Liong berkata, akan tetapi Jenderal Kao Liang hanya membuang muka lalu pergi. Cin Liong lalu ditangkap oleh dua orang pengawal atas isyarat pangeran itu dan dibawa pergi ke dalam ruangan tahanan di mana berkumpul keluarga Jenderal Kao Liang. Terhibur dan girang juga hati anak itu ketika bertemu dengan keluarga ayahnya.
Di dalam hatinya, Liong Tek Hwi tidak setuju sama sekali dengan semua rencana yang diambil oleh kakak misannya. Dia mendengar penuturan kakak misannya itu dan diam diam dia terkejut bukan main. Pemuda ini sudah dapat melihat kesalahan mendiang ayahnya yang memberontak, dan dia merasa menyesal sekali, bahkan sering kali dia membicarakan hal itu dengan sumoi-nya yang perlahan-lahan juga dapat melihat kesalahan ayahnya yang membantu pemberontak. Mereka berdua berjanji untuk menebus nama buruk ayah mereka, tetapi kini mereka malah akan diajak bersekutu untuk mengulangi lagi kesalahan ayah mereka yang lalu, yaitu memberontak!
Akan tetapi, melihat keadaan benteng yang kokoh kuat itu, dan melihat bahwa kakak misannya itu didukung oleh Nepal, Liong Tek Hwi tidak berani berkata apa-apa. Apa lagi karena dia dan sumoi-nya merasa girang bahwa musuh besar mereka telah berada di situ pula sehingga memudahkan mereka untuk membalas dendam.
Pangeran Liong Bian Cu tidak dapat lama melayani adik misannya yang baru datang bersama sumoi-nya. Setelah menyuruh pengawal membawa Cin Liong agar berkumpul dengan keluarga Jenderal Kao, dengan demikian memperkuat pengaruhnya atas diri jenderal itu, Pangeran Liong Bian Cu lalu mengundurkan diri karena dia masih menanti dengan hati khawatir akan hasil kedua orang pembantunya, yaitu Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang melakukan pengejaran terhadap Siluman Kecil yang membawa lari Hwee Li. Dua orang murid dari Kim-mouw Nionio itu dipersilakan untuk melihat-lihat keadaan di dalam benteng, berkenalan dengan para pembantu lain termasuk Mohinta, Hwa-i-kongcu dan para pembantunya, dan para tokoh dari Nepal lainnya.
Diam-diam Liong Tek Hwi makin khawatir melihat bahwa keadaan benteng itu benar benar kuat dan kakak misannya telah berhasil mengumpulkan orang-orang pandai yang amat banyak, bahkan kedudukan kakak misannya ini lebih kuat dari pada kedudukan pemberontakan mendiang ayahnya dahulu, hanya bedanya, sekarang kakak misannya didukung oleh Gubernur Ho-nan, yang tentu saja mempersiapkan pasukan yang cukup besar, sedangkan dulu ayahnya didukung oleh pasukan yang dipimpin oleh Panglima Kim Bouw Sin di utara.....
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RAJAWALI (seri ke 9 Bu Kek Siansu)
Acción(seri ke 7 Bu Kek Siansu) Jilid 1-62 Tamat