Gita menatap pria paruh baya yang lari tergopoh-gopoh untuk membuka gerbang besar dihadapannya ini."Mbak Panda ya? Silahkan masuk sudah ditunggu bapak didalam"
Gita hanya tersenyum tipis sebagai bentuk hormat. Dia tau kalau pria paruh baya ini salah satu ajudan Papinya.
Gita mengikuti langkah kaki lebar didepannya ini yang sejak didepan tadi sudah mengambil alih kopernya untuk dibawa.
"Saya Hamid. Ajudan bapak"
"Iya saya tau pak"
Kini mereka tiba di sebuah ruangan yang sangat luas dan berinterior megah. Selera Papinya sekali.
"Bapak sedang ada dikamar bersama ibu. Ibu baru pulang dari rapat jadi mbak Panda mohon menunggu sebentar"
Gite menaikan alisnya sebelah saat mendengar kata ibu disebut oleh pak Hamid. Kemudian mengangguk pelan.
Ibu yah?
Gita melihat Pak Hamid beranjak pergi dari ruangan ini lalu seorang perempuan berpakaian rapih menghampirinya membawakan segelas jus jeruk.
"Silahkan diminum nona"
"Wahh repot-repot. Tapi saya gak suka jus jeruk mbak. Ganti es teh deh"
"Baik nona"
Perempuan tadi dengan sigap membawa kembali es jeruk dan membuatkannya es teh.
"Seakan kamu sudah lama disini Anggita Pandanita. Saya lihat kamu sangat cepat menyesuaikan diri"
Gita berbalik dan netranya menangkap pembantu itu yang kini sudah berpenampilan layaknya nyonya besar.
Menyelipkan rambutnya kebelakang telinga dan tersenyum tipis pada istri Papinya itu.
"Beradaptasi atau mati. Bukankah itu prinsip yang bagus?"
Ningtias berjalan dan duduk di sofa depan Gita dan tersenyum dingin.
"Hidup dialam bebas memang harus seperti itu" katanya pelan.
Perempuan tadi kembali dan meletakan segelas es teh diatas meja. Lalu pamit undur diri.
"Bagaimana rasanya menjadi pasangan resmi setelah sekian lama kumpul kebo dengan papi? Saya harap kamu tidak sakit jantung karena kesenangan Ningtias"
Mata Gita menyipit dan bibirnya tertarik sedikit membentuk senyuman saat mendengar tawa membahana keluar dari mulut berbisa wanita jalang didepannya ini.
"Kalau kamu begitu ingin tahu, jawabannya saya sangat senang. Menjadi istri Papi mu adalah impian setiap wanita miskin seperti saya ini Panda"
Senyuman Gita semakin melebar "memang sangat pantas. Wanita miskin harta dan moral seperti kamu. Apa yang bisa di banggakan?"
Ningtias menatap tajam pada anak dari suaminya ini. Dia kira setelah lama beradaptasi dengan lingkungan kalangan atas dia sudah pandai bermain kata.
Prang....
"Ups.. sorry. Saya sengaja" Gita memasang ekspresi sumringah saat tangannya dengan sengaja menggulingkan gelas berisi es teh tadi hingga jatuh kelantai dan pecah.
Gita masih tersenyum saat melihat ekspresi pura-pura ramah dari istri papi-nya itu luntur seketika.
Belum berubah. Di ingatannya masih jelas sekali bahwa perempuan pembantu ini sangat anti sekali dengan sesuatu yang tidak rapih dan bersih.
"Saya bisa banggakan tubuh saya karena dengan tubuh saya Papi kamu mau memperistri saya" Katanya dingin
"Saya pernah dengar kalau tidak ada sebutan wanita jalang tanpa bantuan lelaki bajingan. Tapi untuk kasus kamu dan papi tidak ada pembelaan sama sekali. Karena saya tahu kalau kalian memang benar pure wanita jalang dan lelaki bajingan"
"Apa sebenarnya tujuan kamu pindah kemari anak sialan?"
Gita tertawa keras sampai air matanya terlihat disudut mata.
"Tentu saja Membuat kamu menderita wanita sialan"
***
Pandu menatap datar pada Pria didepannya yang sudah menit ke sepuluh masih betah berdiam diri. Kalau bukan menyangkut Anggita rasanya malas sekali meladeni calon kakak iparnya ini."Kamu bisa memulai pembicaraan kamu sekarang. Kita berdua tahu kalau kita sama-sama lelah dari bekerja"
Yoga menatap Pandu saat lelaki itu bersuara. "Kamu tahu apa yang ingin saya katakan"
Pandu meletakan secangkir es teh-nya keatas meja sebelum akhirnya tersenyum meremehkan. "Saya bukan peramal"
"Jauhi Anggita"
Alis tebalnya naik sebelah saat mendengar pak polisi yang merupakan kakak tiri dari pacarnya itu berkata sedemikian rupa.
"Kenapa saya harus?"
"Kamu tidak pantas untuk dia"
Seketika itu Pandu tertawa sarkas. Tidak ada yang bisa memerintahnya untuk melepas Anggita. Tidak Mamanya ataupun keluarga Anggita sendiri.
"Jadi kamu yang pantas? Begitu? Saya rasa sebagai kakak yang baik kamu harus lebih tahu yang mana bisa membahagiakan Anggita dan mana yang tidak"
"Saya mengenal Anggita sudah lama dibanding kamu. Kamu hanya dosennya dan saya-"
"Dan kamu adalah kakak tirinya yang sialnya jatuh cinta pada adik tirinya sendiri. Perlu kamu ingat bahwa saya bukan hanya sekedar dosen untuk Anggita. Saya adalah kekasih dan sekaligus calon suami untuk dia"
Yoga tersenyum geli namun pandangannya meremehkan. "Calon suami? Kamu mungkin terlalu berharap. Mungkin saja Anggita terpaksa memilih kamu mengingat kamu adalah orang yang sangat dihindarinya dulu. Hanya saya yang bisa menenangkannya dan hanya saya yang bisa mengerti dia"
Pandu melipat lengan kemejanya hingga siku. "Kata kuncinya adalah dulu. Mungkin benar dulu dia menghindari saya, mungkin bahkan benci saya mengingat saya adalah dosennya dikelas. Tapi.. semua itu hanya dulu, masa lalu. Kamu harus melihat masa kini. Dimana saya dan Anggita telah bersama dan saya harap jangan pernah ada kamu diantaranya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]
Teen FictionGita memutuskan pindah ke rumah Papi-nya saat merasa tidak lagi sepemikiran dengan Mami dan juga Suami Maminya.