Chapter 5

18 3 1
                                    

Sore ini langit tampak semringah, guratan warna senja tampak di penghujung barat. Seperti biasa Ailsha selalu menghabiskan waktu sorenya untuk membaca Matsurat di kursi panjang taman yang berada di samping pondoknya.

" Assalammualaikum.., " Suara bariton seorang lelaki memecah keheningan senja ini.

" Wa alaikum sal..." belum selesai Ailsha menjawab salam tersebut, selongsong peluru seakan tepat mengenai jantungnya. Ailsha terkejut mendapati seorang lelaki bersarung putih dengan baju taqwa berwarna putih pula, dengan kopyah hitam dan seulas senyum indah yang menghias wajah bersihnya. Wajah lelaki itu tampak begitu tampan, bahkan nyaris tak ada goresan sedikitpun. Zafran. gumam Ailsha pelan

" Ailsha kamu disini ternyata."ucap Zafran membuyarkan lamunan Ailsha.

" ehh... maaf, anda salah orang saya bukan Ailsha. Saya Asiyah." Jawab Ailsha beralibi. 

" Ailsha jangan berpura-pura, saya tau itu kamu walaupun kamu berusaha menutupi jati dirimu dengan  memakai cadar." ujar Zafran masih dengan keyakinannya.

" Maaf saya harus pergi, masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan. saya pamit dulu. Assalammualaikum."

"Jika kamu benar bukan Ailsha, lalu mengapa menghindar dari saya? saya masih mengenali kamu, meski kamu berada dibalik cadar." Terang Zafran, membuat langkah Ailsha tertahan.

" Ailsha, saya mau minta maaf, atas kelancangan saya waktu itu. semua diluar kendali saya Ailsha. Akan saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Ucap Zafran, mengutarakan maksud kedatangannya pada Ailsha. Kejadian itu pun berputar kembali dalam memori Ailsha, Air mata menggenang pada pelupuk Ailsha, kemudian jatuh dan membasahi cadar Ailsha, segera Ailsha membalikkan tubuhnya, dan betapa terkejutnya ia mendapati sosok Zafran tengah berdiri dengan gagahnya di hadapan Ailsha. Sepasang mata yang kini beradu tatap dalam keheningan senja, bersama semilir angin yang berhilir, menyatukan hati yang telah lama hilang terombang-ambing dalam ego masing-masig. Apakah ini waktunya.?

" Ailsha...,"

Masih tetap tanpa suara, kini Ailsha menundukkan pandangannya. Zafran pun mendekat dan kemudian mengatakan,

" Bersediakah kau menjadi pendamping hidupku sampai ajal menjemput ku di akhir hayat nanti."

Degg... kata-kata itu mencelos begitu saja, merasuki qalbu Ailsha, menyelami setiap bagian qalbunya. Sukmanyapun terguncang untuk seperkian detik. Detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, lidahnya kelu tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

" Saya tahu, tak mudah bagimu memaafkan saya. Tapi saya ingin bertanggung jawab atas apa yang telah saya lakukan padamu saat itu Ailsha. Dengan menikahimu mungkin kan menebus semua kesalahan saya padamu. ya habibati."

" tapi saya bukanlah wanita yang sempurna buat antum. Saya hanyalah seorang wanita akhir zaman yang berusaha meraih syurga-Nya. saya tidak pantas dengan lelaki seperti antum. Maaf." Jelas Ailsha dengan sopan. 

" Kita berada dalam proses yang sama Ailsha, kita sama-sama dalam fase hijrah. Maka dari itu, izinkan saya menjadi teman antum untuk meraih ridho-Nya, kita hijrah bersama dalam ikatan pernikahan Ailsha." Tegas Zafran tanpa ada beban sedikitpun. 

" Ailsha, percayalah saya telah menunggu antum selama ini. Sejak kejadian itu saya sering dihinggapi rasa bersalah. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menghampiri ke rumahmu, karna beberapa hari tidak masuk kerja dan berniat untuk melamarmu. Akan tetapi, ketika saya sudah sampai dirumah mu dan mengutarakan maksud kedatangan saya kesana, Abang mu berkata bahwa kamu tengah belajar disuatu pondok di banten dan menyarankan saya untuk menemuimu disana sekaligus memperdalam ilmu agama agar dapat menjadi imam yang sempurna untukmu nantinya." Terang Zafran panjang lebar berusaha meyakinkan Ailsha atas keinginannya selama ini.

" Saya tau Ailsha kamu juga mencintaiku, maka tak ada salahnya bila cincin ini kamu mengenakan." Zafran bertekuk lutut sembari menyodorkan sebuah cincin bermata kristal. Beribu harapan tergambar jelas pada binar mata Zafran. Hati Ailsha rasanya luluh seketika, tapi ia tak bisa langsung menerima cincin itu, ia masih butuh bukti akan ketulusan cinta Zafran.

" Jika apa yang antum ucapkan itu benar, maka katakan hal tersebut dihadapan orang tua saya  orang tua antum,Pak Kyai, Bu Nyai dan seluruh bagian pondok ini, saya ingin semua menjadi saksi kesungguhan antum atas keinginan tersebut." Ujar Ailsha.

" Baiklah akan saya lakukan, tunggulah." Jawab Zafran.










Khimar AilshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang