Two

719 48 7
                                    

Lidya mengerjapkan matanya, tidak terasa rembulan telah menghekang Sang Surya dari angkasa.

Ia mencari sosok suaminya dan akhirnya ia menemukannya. Suaminya seakan sedang berbicara dengan orang lain di balik telepon.

Rasa kantuk sedikit menguap hingga ia dapat mendengar percakapan mereka. Zhiro tidak menyadari jika pendampingnya kini telah terbangun.

"Bagaimana? Proyek di Air Intan? Maksudmu aku harus memantau langsung di sana selama beberapa bulan ini? Untuk apa?"

Lidya menyadari keganjilan dari ucapan Zhiro, ia mengetahui jika proyek ini lumayan menguntungkan.

"Maaf, aku sepertinya tidak akan mengambil proyek ini. Aku belum ada pemikiran untuk pulang ke Air Intan." Setelah mengatakan hal itu Zhiro langsung menutup sambungan teleponnya.

Lidya beranjak dari tempat tidur, ia menggapai suaminya itu. Dengan lembut ia memegang pundak lelaki itu dan berhasil membuatnya menoleh.

"Kau telah bangun? Kau merasa lapar? Duduklah di dekatku, aku telah menyiapkan makanan untukmu." Zhiro menarik Lidya ke sebuah sofa yang tidak jauh dari posisinya.

Lidya duduk di sebelahnya namun bukan untuk makan, namun wanita itu kembali tersandar di pundaknya. Zhiro semakin tertawa kecil karena tidak menyangka Lidya akan menjadi manja seperti ini setelah menikah. Dengan lembut Zhiro membelai rambut wanita itu seraya mencium keningnya. "Ada apa?"

"Ambil saja proyek itu dan kita kembali ke Air Intan. Itu sangat menguntungkan Groye's Group dan kesempatan tidak akan datang dua kali," bujuk Lidya sambil melingkarkan lengannya ke lengan Zhiro.

"Tidak perlu, hal itu tidak membuat kami rugi. Kita harus selalu di sini karena di sini ada saudaramu dan aku tidak tega membuatmu bersedih," bantah Zhiro perlahan.

"Siapa bilang aku bersedih? Di Air Intan aku tidak akan merasa sepi karena ada Papa dan Mama. Di sana juga masih ada The~D yang tersisa. Dan ketika kau sibuk akan proyek itu aku akan membangun sebuah perusahaan Guarda di sana, karena aku akan mengetahui perhatianmu kepadaku akan kalah terhadap perhatianmu ke proyek itu. Tenang saja, aku akan selalu bahagia jika bersama denganmu. Kau suamiku, ke mana pun kau akan melangkah aku akan mengikutimu. Lagipula seingatku sebelum kau membawaku pulang, kau mengatakan jika permintaanku adalah perintah bagimu," gumam Lidya berargumen.

Zhiro menatap lekat bidadarinya tersebut seraya mengangguk di setiap arguman yang Lidya katakan. "Istriku memang pintar membujuk. Kapan kita akan pulang?"

"Hari ini," jawab Lidya dengan semangat. Zhiro hanya terkekeh melihat binaran mata Lidya.

"Tetapi, kau harus makan terlebih dahulu. Aku tidak ingin membawamu pulang dalam keadaan tidak sehat," pinta Zhiro akan syaratnya. Ia mengambil sebuah piring yang telah ditutupi.

"Kau ingin memakan yang ini atau aku harus mengambil yang baru untukmu?" tawar Zhiro sembari menunjukkan makanan di piring tersebut.

"Ini saja tetapi kau harus menyuapiku dan setelah itu aku juga menyuapimu," angguk Lidya setuju.

"Kapan aku menolak permintaanmu?"

Seketika makanan tersebut tandas tidak bersisa sedikitpun, mereka memutuskan untuk tidur.

***

Surya telah merangkak naik ke singgasana, menghangatkan seluruh dunia dengan sinarnya. Lidya dan Zhiro telah bersiap dengan rapi, mereka meninggalkan koper mereka dalam dalam kamar dan keluar menuruni tangga.

"Mau ke mana kalian? Kalian terlihat lebih rapi," gumam Aluna sambil menyilangkan tangannya. Oxy menatap kehadiran mereka dari sebuah sofa.

"Kami akan pulang," jawab Zhiro terdengar dengan penuh wibawa.

"Pulang? Ke rumah Guarda?" duga Aluna sambil memakai sepatunya.

"Tentu saja ke rumah Groye," gumam Lidya menyambut dugaan Aluna.

Aluna langsung mengurungkan niatnya dan akhirnya melempar sepatunya jauh-jauh. Ia berjalan lemas ke arah Lidya. "Kakak? Kau tidak bercanda, kan? Ini tidak akan menjadi guyonan yang sangat lucu. Ada apa? Apa aku sangatlah nakal sampai hatimu merasa terpukul? Jangan pergi, jangan tinggalkan aku dengan lelaki seperti Oxy. Lihat saja! Ia tidak mampu mengurus hidupnya sendiri. Bagaimana dia bisa mengurusku?"

Aluna tak hentinya merengek, namun Lidya hanya membalas dengan kekehan. Aluna tidak hilang akal, ia mendekati Zhiro. "Kak Zhir, apa yang kau lakukan? Mengapa kau membawa cahaya penyelamatku pergi meninggalkankanku? Hidupku akan suram sebentar lagi, tidak akan ada yang menolongku. Bagaiman jika aku bertarung dengannya?"

"Jika kalian bertarung, aku pastikan kalian akan terluka bersama, lalu mengalami kematian bersama. Benar-benar hubungan saudara yang suci, lalu kami? Kami akan mengurus pemakamanmu dengan sangat hormat dan meraup harta kalian," kekeh Lidya seraya memotong pembicaraan Zhiro dan adik tirinya.

"Apa yang membuat kalian meninggalkan rumahku?" Oxy menyingkirkan Aluna dari hadapan Zhiro dan melemparnya begitu saja di sembarang tempat.

Aluna merengut kesal. Ia mengambil sepatunya yang telah ia lempar dan merutuki sifat kakaknya. "Lihat! Bagaimana dia memperlakukan walaupun raga kalian masih di ambang pintu? Tidak punya hati!"

"Tidak ada alasan yang kuat, hanya saja kami butuh waktu berdua." Zhiro terlihat sombong ketika mengatakan itu. Dengan mendongakkan kepalanya dan tersenyum sinis sambil merangkul istrinya.

"Jaga adikku baik-baik dan tentangmu? Aku tidak berharap kau selalu baik-baik saja.... Dan satu lagi, jangan pernah merepotkan adikku," pesan Oxy dengan menatap Zhiro seakan-akan ia tengah berbincang dengan satpam barunya.

"Aku akan..." ucapan Zhiro terpotong ketika dering handphone Lidya berbunyi. Lidya mengangkatnya sambil melangkah menjauh dari mereka.

Setelah beberapa menit ia melangkah ke arah meja di dekat sofa, tempat biasa Oxy selalu menyimpan beberapa senjata. "Zhir, ada urusan yang harus kita selesaikan sebelum kepergian kita."

***

Pintu rumah Guarda tiba-tiba didobrak dengan sangat kuat, semua orang yang berada di luar kini memasuki rumah megah tersebut. Gio dan Lulu berlari ke arah ruang tamu, mereka melihat pemandangan yang tidak menyejukkan mata.

Pasukannya kini berusha menahan pasukan yang lain, mereka berada di dalam keadaan diserang.

"Jaga dirimu baik-baik," pesan Gio terhadap Lulu. Langsung saja, Rian dan teman-temannya memblokade arah angin yang hendak mencapai Lulu.

Baju tidur masih melekat di tubuh Gio, dengan senjatanya ia maju dan melampaui batas kemampuan. Ia berusaha melindungi istrinya dengan segala jiwa dan raganya.

Namun kesialan sepertinya menghampirinya. Ia diterjang dengan kuat, ia tidak bisa mengambil keputusan tentang siapa yang menjadi dalang dari kejadian ini.

Ia terjerembab jatuh dan dari sudut bibirnya mengeluarkan cairan merah. Ia mengelap darah di sudut bibirnya, hatinya merasa terpukul ketika Rian hampir kalah dari mudahnya.

Semuanya berhenti ketika orang yang sebelumnya menerjang Gio kini mengangkat tangan seakan itu adalah isyarat. Dia mendekat ke arah Gio dan mengangkat Gio berdiri dengan ekspresi yang teramat ganas dan brutal.

Ketika Gio berdiri ia melemparkan Gio ke arah Lulu. "Apa yang kau inginkan? Ambil saja harta yang kau ingin, tetapi jangan pernah sakiti istriku."

Orang itu melemparkan senjatanya ke bawah, melihat keadaan itu Gio langsung mengambil kesempatan dengan meraih samurainya lagi dan menodongkannya ke arah musuhnya.

Sedetik dari hal itu, para pasukan musuhnya mengangkat senjata api mereka dan mengarahkan tepat ke arah Lulu dan Gio yang menjadi sasaran utama.

"Turunkan senjatamu! Kau tidak tau siapa aku?" duga orang itu terdengar murka.

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang