Entah hanya perasaan Alana saja atau hubungannya dengan Azarya memang perlahan mulai mencair. Alih-alih mengumpat dan melontarkan kata-kata kasar, kini keduanya nampak mulai saling memberi perhatian meski masih dalam porsi yang sangat kecil. Keduanya tidak menunjukkan hal itu secara terang-terangan, tidak perlu dilakukan dengan cara yang kelewat menonjol. Mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri. Menikmatinya, dan tanpa sadar mereka mulai saling memahami satu sama lain. Mereka berdua terkadang kedapatan sarapan atau makan siang bersama meski mereka berdalih semua yang terjadi adalah karena faktor kebetulan. Bagaimana mungkin sebuah kebetulan nyaris terjadi hampir setiap hari?
Selain Rafka, rupanya kedekatan yang terjadi antara Alana dan Azarya juga tercium hingga ke seluruh gedung. Sejak awal bekerja, gadis itu memang tidak dekat dengan siapapun selain Azarya dan Rafka. Awalnya mereka enggan mendekati Alana karena tahu bahwa gadis itu akan di tempatkan di ruang yang sama dengan Azarya. Pria tampan yang menggiurkan, misterius namun sulit di dekati. Menurut gosip yang beredar, siapapun gadis yang di tempatkan di ruang kerja itu biasanya tidak akan bisa bertahan lama. Hanya dalam hitungan minggu, gadis-gadis itu akan mengajukan pengunduran diri dan atau dipindahkan ke kantor cabang lainnya jika diperlukan. Tapi anehnya, gadis manapun yang sial atau mungkin beruntung untuk berada disana dan berkesempatan untuk lebih dekat dengan kedua pria tampan itu, biasanya tidak lagi terdengar kabarnya. Lenyap. Seolah mereka, siapapun yang bertanggung jawab atas nasib gadis-gadis itu berusaha untuk menutupinya dari publik.
"Kenapa aku dilibatkan dalam meeting kali ini?" tanya Alana yang kini tengah menikmati selembar roti dengan krim keju dan secangkir kopi hangat di meja kerjanya. Sementara pria yang menjadi lawan bicaranya juga melakukan hal yang serupa, sarapan.
"Jangan tanya padaku." jawab Azarya asal dan hal itu membuat Alana sedikit kesal.
"Tanganmu sudah baikan?" tanya gadis itu lagi namun kali ini nada suaranya terdengar lebih ketus.
"Menurutmu?"
"Ada apa sih denganmu? Aku pikir hubungan kita sudah sedikit lebih baik dibandingkan satu bulan lalu." Alana melahap rotinya dengan satu gigitan besar. Kesal karena pria itu mengabaikannya. Azarya menghela nafas pelan. Mengalihkan pandangannya dari layar komputer dan mengenakan kaca mata hitamnya. "Dan kapan aku bisa bicara padamu dengan cara normal? Berbicara layaknya manusia normal. Tanpa terganggu dengan kacamata hitam yang selalu menutupi matamu. Pasti akan sangat menyenangkan jika kita bisa serius, saling menatap satu sama lain dan_"
"Kedengarannya menyenangkan." gumam pria itu seraya tersenyum kecil. Meski kedua mata Azarya tertutup dengan kaca mata hitam, akan tetapi Alana bisa merasakan tatapan pria itu yang tertuju ke arahnya, menatapnya, intens. "Mungkin kita bisa mencobanya."
"Meetingnya di mulai sepuluh menit lagi, sebaiknya kalian bersiap_upss..maaf, apa aku mengganggu?"
"Seperti yang kau lihat." sindir Azarya. Rafka hanya tersenyum kecil, sadar bahwa dirinya baru saja menyela perbincangan pribadi yang dilakukan Alana dan Azarya.
"Aku pikir kalian sudah baikan."
"Aku pikir juga begitu, tapi sepertinya hari ini Azarya sedang datang bulan, itu sebabnya dia kembali bersikap menyebalkan." cibir Alana seraya meninggalkan ruangan itu, membawa serta sebuah notebook menuju ruang meeting.
***
Alana menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya yang empuk. Rapat kali ini berjalan cukup alot dan sedikit membosankan. Dan kahadirannya dalam rapat itu hanya karena alasan yang sangat sepele. Hanya karena pergelangan tangan Azarya memar dan pria itu tidak bisa menggunakan tangannya untuk mencatat materi rapat kali ini, dan sebagai gantinya, pria itu menunjuk Alana untuk menjadi notulen dan mencatat secara garis besar seluruh materi rapat. Gadis itu seolah beralih profesi dari bagian administrasi menjadi sekretaris pribadi. Dan konyolnya, Gunawan selaku pemimpin rapat sekaligus direktur utama perusahaan tersebut seolah tidak keberatan dengan keikutsertaan Alana yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Dan yang lebih anehnya lagi, Azarya dibiarkan tetap mengenakan kaca mata hitamnya meski mereka berada di dalam ruang rapat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Look Into My Eyes
Romance"Alana, bisakah kau berjanji satu hal padaku?" "Apa?" "Berjanjilah, jangan pernah sekalipun menatap mataku. Jangan pernah! Kecuali aku yang memintamu untuk melakukannya." "Tapi kenapa?" "Katakan 'iya', aku mohon..." Sejak pertemuan pertamanya denga...