get to know Daniswara's

5.5K 526 4
                                    

TAMA

Karena weekend ini Sheila menginap di rumah orang tuanya, gue memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua gue. Udah lama juga nggak ngerasain sarapan bareng mereka pagi-pagi gini.

"Semalam tekan jam piro toh, le? (Semalam sampai jam berapa?) Kok bapak ibu nggak tau...,"

"Jam sebelasan, Bu. Bapak Ibu udah tidur, jadi nggak aku bangunin," semalam gue memang sampai agak larut karena ada beberapa pekerjaan yang masih harus diselesaikan.

"Temanmu yang waktu itu masuk rumah sakit piye kabare, Lé? Atau udah jadi pacar sekarang?"

"Ehm... " pertanyaan Bapak sukses membuat gue kesulitan menelan kerupuk yang baru aja gue kunyah, "baik kok, Pak...,"

"Temanmu yang mana, Tam? Udah pernah main ke sini belum?" pertanyaan lanjutan dari Ibu hampir membuat gue yang lagi minum tersedak.

"Namanya Sheila, Bu... belum pernah ke sini anaknya...," jawab gue jujur sambil berusaha menampilkan ekspresi wajar walaupun dalam hati deg-degan takut salah ngomong.

"Yo sekali-sekali diajak ke rumah..," ucap Bapak lagi. Gue hanya bisa menatap Bapak dan mengangguk pelan. Untuung nggak ada Mbak Riris, kalau ada pasti gue diinterogasi habis-habisan.

"Assalamualaikum, selamat pagi, semuanya...," suara yang gue takutkan barusan tiba-tiba terdengar dari arah pintu depan.

"Eh, ada adek kesayangan aku nih," ujar Mbak Riris sambil merangkulku dari belakang, "what did I miss?"

"Iki lho adikmu punya pacar tapi belum dikenalin...," ucap Ibu dengan gamblangnya.

Gue melotot menatap Ibu lalu memijat pelipis gue pelan. Duh Gusti Kanjeng Ibu...

"Heh... nggak mau tau abis sarapan lo harus cerita...," todong Mbak Riris sambil menoyor kepalaku pelan lalu menarik kursi di sebelahku.

Ada yang bisa tolongin gue nggak? Ajak gue futsal atau ngeband deh yuk, sekarang?

***

"Jadi, siapa yang berhasil bikin adek gue yang jomblo bertahun-tahun ini luluh?" tanya Mbak Riris saat kami sedang duduk di gazebo halaman belakang sambil mengunyah keripik singkong.

Gue memutar mata ke kakak satu-satunya ini, "Cuma tiga tahun ya, Mbak, bertahun-tahun kesannya gue menjomblo seumur hidup gitu lho,"

Mbak Riris terkekeh mendengar respon gue, "Iya, tiga tahun deh... why now?"

Mengalirlah semua cerita tentang Sheila dari A sampai Z, semua pertemuan kami yang sudah terjadi tiga bulan belakangan ini. Mulai dari nonton bola, Sheila on 7, sampai waktu Sheila diopname waktu itu. Mbak Riris mendengarkan cerita gue dengan serius, sesekali ia menaikkan alisnya karena terkejut dengan kesamaan minat yang gue dan Sheila miliki.

"It seems like you met you, woman version, don't you think?" tanya Mbak Riris setelah gue menyelesaikan cerita gue.

"Nah! Iya kan? In terms of what we like and what we love to do ya... kalau personality agak ada bedanya sih..."

"Iya... yaa semoga sama Sheila Sheila ini, lo bisa menemukan yang lo butuhkan ya... I'm happy with the way you talk about her, you must love her a lot, mustn't you?"

Gue tersenyum lebar. 

"Tam, Bapak baru lihat ini kamu pakai ankle support lagi?" tanya Bapak yang baru saja ikut duduk di gazebo bersama kami. Ibu mengikuti di belakangnya sambil membawa empat gelas teh manis hangat dan sepiring pisang goreng. Nyaman sekali apalagi di cuaca habis hujan seperti ini.

"Iya, Pak, kambuh lagi habis main futsal kemarin...," jawab gue jujur.

"Iya tuh, Pak, terus kesenengan soalnya dirawat sama pacar barunya gitu deeh," Mbak Riris, everyone, kakak gue yang mulutnya kayak keran bocor.

"Lho... Sheila itu dokter toh?" tanya Ibu.

"Ndak, Bu... Sheila anak psikologi, kerjanya jadi HRD, tapi dia pemain futsal juga, terus pernah punya teman fisioterapis yang...," cerita gue mengalir lagi untuk kedua kalinya di rumah ini. Ya ampun. Do you realize how fast you take over my world, Lady?

"Lé, lék wis yakin, ojo kesuwen yo... kamu itu udah mau 30 lho...," titah Ibu Suri yang membuat mata gue terbelalak.

"Bu, baru juga 3 bulan ini deketnya. Aku nggak mau buru-buru. Nanti orangnya malah kabur terus aku piye...?" ucap gue yang disambut dengan gelak tawa tiga orang di sekeliling gue.

"Paak, pak, coba ini anaknya udah lama nggak deket sama perempuan terus jadi bucin gini...," Mbak Riris hari ini kayaknya puas banget bisa ngeledekin gue seharian. Hhh... nasib... nasib...

"Bucin?" tanya Bapak dengan kening berkerut.

"Budak cinta, Bapak... istilahnya anak millenial sekarang...," terang Mbak Riris sambil terkekeh.

"Kalian ini... tapi dari cerita kamu, anaknya menarik sekali, Tama... coba waktu kita ketemu di rumah sakit, dia nggak lagi tidur ya, Tam...," goda Bapak.

"Hadeeuh... ini aku disuruh pulang cuma buat di-bully satu keluarga aja ya...," keluh gue sambil menutup muka dengan kedua tangan.

"Oh iya... bulan depan kan cucu Bapak Ibu ulang tahun ke-4, dirayain di sini aja ya, Pak, Bu? Tapi kita-kita aja... cuma tiup lilin sama potong kue aja...,"

"Ealaah... Ibu sampai lupa... iya iya boleh, Nduk..., nanti Ibu masak nasi uduk ya..., Lé, Sheila diajak ya, Ibu mau kenalan...," ucap Ibu Suri.

Mati gue. Ibu udah bersabda gini gue bisa apa? Sheila mau nggak ya diajak ke sini? Sementara gue berpikir, Mbak Riris tersenyum penuh arti sambil menepuk-nepuk kepala gue pelan. Emang paling-paling nih kakak gue satu.

"Tuuuh, Dek... kalo serius tuh dibawanya ke rumah, jangan cuma diajak ngamar di apartemen lo doang...,"

Halo, kantor polisi, boleh tolong digelandang aja ini perempuan di sebelah saya?

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang