VII. Edmund

81 16 1
                                    

"Pangeran Edmund, Yang Mulia Raja memanggil" pelayan dari bangsa manusia, berpakaian layaknya pakaian pelayan menghampiriku. Tidak lain tidak bukan hanya untuk menyampaikan pesan yang sama seperti pelayan sebelumnya.

"Abaikan saja" jawabanku singkat tanpa memandangnya --acuh tak acuh--

"Kali ini, saya sangat memohon Yang Mulia" aku tidak menjawabnya, aku tidak peduli, terlalu banyak pelayan yang memohon kepadaku. Sedikit membuatku muak.

"Kalau tidak, saya akan dibunuh Yang Mulia Raja seperti pelayan sebelumnya, saya mohon dengan sangat Pangeran Edmund " mata gadis pelayan ini berkaca-kaca seperti mengingat kembali bangsanya yang dibunuh hanya karna masalah sepele --jika itu benar--

Untuk kali ini, pelayan berhasil mengambil perhatianku. Aku menoleh ke arahnya. Dia terus menunduk menyembunyikan air matanya, tangannya bergetar sambil meremas-remas bajunya.

"Kau bilang apa ? Pelayan sebelumnya?"

"Pelayan sebelumnya diberikan hukuman dengan dalil tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik. Dia-- Dia dipenggal. Apa kau tidak mengetahuinya? Maaf maksudku, apa pangeran tidak mengetahuinya? "

        Kakiku melangkah dengan terburu-buru untuk memenuhi panggilan Ayahku, raja Xeverius. Langkahku terburu-buru nafasku jadi tidak beraturan, naik turun naik turun dengan cepat. Dua pengawal dari klan Fulgur --pengendali logam-- berdiri dengan singgap di depan pintu ruang pribadi Raja Xeverius. Ketika mata mereka melihat ke arahku, mereka langsung membuka pintu baja setinggi 4,5meter, satu-satunnya pintu disini yang tidak memiliki kunci retina mata. Hal ini, dikarenkan pintu yang ukurannya maha besar ini. maka dari itulah mereka ditugaskan menjaga pintu ruang pribadi Raja Xeverius. Tidak ada yang bisa membuka pintu maha besar ini tanpa merusak pintunya selain klan Fulgur misalkan saja klan Ignis -pengendali api- dia mungkin akan melelehkan baja pintu ini.

        Kakiku seperti diseret, berat sekali untuk memasuki ruang pribadi raja Xeverius. Walaupun begitu, kakiku tetap melangkah masuk. Mataku dimanjakan dengan apa yang ada di dalam ruangan ini. Ukiran emas yang rumit di setiap dinding, pilar-pilar yang berdiri dengan tegas yang menghimpit kursi berwarna merah tua, kursi kerajaan Ratu dan Raja. Lampu hias yang maha besarnya bergelantungan di setiap ruangan. Jika dihitung ada lima lampu hias dan yang paling besar berada tepat di atas kursi Raja dan Ratu. Hamparan karpet merah memenuhi seluruh ruangan ini.

       Di sebelah kiri dan kanan, kursi Raja dan Ratu berhiaskan simbol bangsa Endless. Symbol yang sama pada ruangan dansa, warna semua klan di gabungkan -kali ini Ayahku cukup adil-. Tidak lupa lukisan turut serta menghiasi ruangan ini. Tidak seperti di ruang dansa, lukisan di ruang pribadi Raja Xeverius hanya foto keluarga. Tentu saja, ada lukisanku terpajang dimana Anna berada disampingku, Anna dilukiskan sedang menggendong Scarlet. Saat dilukis, umur Scarlet baru beranjak 1 tahun 5 bulan dimana saat-saat kebahagiaanku berada di atas puncak, dimana semua begitu sangat ringan untuk dilewati.

        Semua benda yang terdapat di ruangan ini terbuat dari emas seperti meja, kursi, ukiran dinding, bingkai lukisan,perapian, lemari buku dan lainnya. percayalah, aku bisa merasakan rasa logamnya.

"AYAH, aku tidak bisa melakukan ini. Jangan paksa aku" aku langsung saja menentangnya karena kali ini hal yang diminta sang Raja sangat sulit untuk kupenuhi.

"Berfikir jernihlah, Edmund " Raja Xeverius memandangiku dengan sangat dalam dari kursi nya yang berjarak meter dari tempatku berdiri

"Seandainya aku bisa..."

"Suka atau tidak suka. Aku sudah memerintahkanmu dan perintahku itu mutlak. Tidak bisa diubah dan tidak bisa ditawar"

"Mengerti, yang Mulia Raja Xeverius" aku melunak, sadar betul kalau di jawab, Ayahku semakin jadi, semakin emosi.

"Kuingatkan, aku memanggilmu kesini bukan untuk negoisasi, tidak ada negoisasi dalam perintahku. Lakukan atau kau mati saja" Nada bicaranya ditekankan yang berarti dia sangat marah dan aku harus melunak.

"Baik yang Mulia Raja Xeverius. Akan kulakukan"

        Dengan langkah cepat kakiku berjalan keluar dari ruang eksekusi ini. Memang tidak begitu enak menjadi anak dari raja yang kehilangan ratu. Ibuku adalah klan Nix, mereka disatukan sama seperti pendahulunya. Ibuku bertarung di ruang dansa kerajaan ini, sama seperti istriku mempertaruhkan nyawa demi pria yang mengambil nyawanya. Ironis ....

Keesokan harinya, setelah kupikir-pikir akan lebih baik kalau aku berpamitan dengan Scarlet, Aku sadar betul anakku sangat keras sama seperti ibunya.

"Scarlet, kau sudah bangun? "

        Aku sengaja tidak menggunakan retinaku untuk membuka pintu Scarlet, walaupun hal itu bisa menghemat waktuku akan tetapi jauh di dalam lubuk hati ku yang mengatakan bahwa aku tidak perlu melakukan itu untuk memperlambat waktu sebaik mungkin sambal mempersiapkan mentalku. Kuketuk pelan-pelan --datar-- sambil berharap semoga Scarlet tidak menjawabku.

"Sudah, Kau tahu Ayah fungsi retinamu untuk apa selain melihat"

Dan Scarlet menjawabku.



Bangsa EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang