PROLOGUE

190 21 2
                                    

——— 𝕾𝖊𝖛𝖊𝖓𝖙𝖊𝖊𝖓 ———

Jimin berjalan menapaki koridor lantai tiga sekolahnya yang sudah sepi. Berniat mengingat kembali setiap detail sekolahnya dan kenangan yang pernah terjadi di sana.

Mendekat ke ruang musik, Jimin sayup-sayup mendengar suara lantunan piano yang dimainkan. Pikirannya seketika menariknya pada hari itu. Mungkinkah?

Mendekat terus, hingga kemudian berdiri tepat di depan pintu ruang musik yang terbuka, Jimin kembali melihat orang itu. Orang yang... Entahlah. Jimin tidak tahu harus menamainya apa.

Mungkin, orang yang berhasil memporak-porandakan hatinya. Orang yang berhasil menjungkir balikkan masa SMA-nya yang cenderung biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang ber..... Makna? Berkesan? Semacam itulah.

Lalu kemudian, permainan pianonya berhenti dan itu seakan menarik Jimin kembali ke permukaan. Wajahnya seketika ditundukkan, hanya mampu menatap sepatu Converse putihnya.

Orang itu diam, tidak berkata apapun, tidak juga bergerak apalagi beranjak dari tempatnya. Jimin yakin orang itu pasti sedang memandangi dirinya yang berdiri diam macam orang tolol di depan pintu.

Setelah lewat beberapa menit, barulah akhirnya orang itu membuka suara.

"Min, sepatu kita masih sama, ya?" Katanya, walau lebih ke arah pertanyaan. Dan omong-omong, Jimin berani bertaruh orang itu pasti tersenyum sambil mengatakannya.

Dan Jimin akhirnya mendongak untuk sekedar memeriksa perkataan orang itu. Benar. Sepatu keduanya masih sama. Converse berwarna putih. Jimin tersenyum kecil, walau matanya bekerja keras menahan agar air yang mulai menumpuk di pelupuknya tidak jatuh.

Ini jelas sama seperti hari itu. Hari pertemuan pertama mereka. Dimana orang itu, pria itu, dengan nama lengkap Min Yoongi, memainkan piano di ruang musik dengan pintu terbuka, dan Jimin yang tanpa sadar mengikuti denting suara piano, lalu mendapati Yoongi yang ternyata memainkannya, kemudian mereka berkenalan, lalu sadar akan sepatu keduanya yang sama persis.

Semuanya sama persis seperti hari itu. Yang membedakannya kali ini adalah mungkin, ini akan jadi terakhir kalinya Jimin mendengar dan memperhatikan Yoongi bermain piano, di ruang musik sekolah mereka, dengan masih mengenakan seragam sekolah yang sudah acak-acakan, dan sepatu Converse putih kebanggannya.

"Yoongi,"

Jimin akhirnya bersuara setelah keheningan menyelimuti mereka beberapa menit terakhir. Matanya masih bekerja keras menahan air mata, sementara bibirnya sudah bergetar saat ia mulai bicara.

"Ya, Min?"

"Serendipity."

Yoongi mengerutkan keningnya sebentar sebelum akhirnya tersenyum tipis. Oh, Jimin yakin Ia akan rindu senyum itu.

"Serendipity." Angguk Yoongi.

——— 𝕾𝖊𝖛𝖊𝖓𝖙𝖊𝖊𝖓 ———

YOONMIN LAGI HEHEHEHE! I would never got enough kalo soal YoonMin sorry ((not)) sorry >///< ~

icci
23:59 // Kamis, 5 Desember 2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seventeen 'yoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang