1

3.8K 236 2
                                    

Alarm sudah berulang kali berbunyi, bahkan matahari sudah tinggi menyapa bumi, tapi HwaYoung masih saja memeluk guling di dalam selimutnya.

"HwaYoung astaga! Udah jam berapa ini? Jeongin udah mau berangkat di bawah dan kamu masih aja tidur?!"

Mama HwaYoung langsung menarik selimut yang masih menutupi tubuh HwaYoung.

"Eeerh Mama, emagnya ini jam berapa?" HwaYoung mengambil hp yang tergeletak di meja di samping tempat tidurnya.

"Huaaa Mama kenapa ga ngebangunin HwaYoung Maaaaah." HwaYoung yang kaget langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi.

"Haduh astaga anak itu, paldahal udah dibangunin berapa kali juga." Mama HwaYoung menggelengkan kepalanya.







"Ma, Jeongin udah berangkat?" Tanya HwaYoung yang sudah siap namun tetap terburu buru.

"Udah Young. Kalo dia nungguin kamu nanti malah ikutan telat." Ucap Mama sambil menyiapkan bekal untuk HwaYoung.

"Terus HwaYoung gimana Ma? Lima belas menit lagi masuk Ma." HwaYoung memelas.

"Ya terima resiko. Nonton film kok sampe larut, paginya kan ngantuk jadinya. Naik bus sana." Perintah Mama.

"Mama tega nih. Kan ada mobil Ma.." HwaYoung memasang muka melas supaya dikasihani Mamanya.

"Tik tok waktu berjalan Young. Sana naik bus. Jeongin aja tadi naik bus."

"Yudah deh HwaYoung bol..."

"Gaada bolos! Sana buruan berangkat." Semprot Mama.

HwaYoung akhirnya mengalah setelah cek cok panjang. Mamanya tidak pernah memanjakanya, dengan alasan HwaYoung adalah anak pertama.





HwaYoung berjalan cepat untuk sampai ke halte bus yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ditambah lagi HwaYoung harus berlari saat pintu bus sudah tertutup dan bus mulai jalan.

"Hhhh mah..makasih Pak." HwaYoung berterimakasih pada supir bus yang berhenti dan membiarkan dia masuk ke dalam bus.

HwaYoung gelisah selama perjalanan yang menempuh waktu selama lima belas menit untuk sampai ke sekolahnya itu.

Benar saja, HwaYoung sampai di sekolah pukul tujuh lewat empat puluh. Sedangkan jam masuk sekolahnya adalah tujuh lewat tiga puluh.

HwaYoung berpikir, ia tidak mungkin lewat depan karena satpam yang lumayan galak. HwaYoung teringat dengan cerita anak anak yang suka terlambat. Mereka selalu lewat jalan belakang. Maka dari itu HwaYoung memutari sekolah menuju tempat yang dimaksud.

HwaYoung menemukan tempat itu, tapi ia tidak tahu bagaimana cara memanjat tembok yang cukup tinggi dihadapannya ini. HwaYoung mencoba melompat namun tidak sampai.

"Ngapain lo?"

"Aaaargh, ampun pak saya ga ngapa ngapain sumpah." HwaYoung kaget dan langsung menoleh ke belakang. Sedangkan pemilik suara tadi menatapnya aneh.

"Ah bikin kaget aja sih." HwaYoung menghela napas lega.

"Lo yang aneh." Jawab anak itu. Minho namanya. Anak investor yayasan yang suka membuat ulah.

"Gue mau manjat, tapi ketinggian. Lo bisa bantu gue ga? Sekali aja." HwaYoung memohon.

"Ya lo pake otak lah." Minho mengambil tangga yang tampaknya memang disembunyikan di balik tanaman yang menjalar di tembok.

"Ya mana gue tau kalo ada tangga di situ." Suara HwaYoung meninggi karena sedikit tersinggung. Memangnya dia tidak punya otak?

"Tuh, tinggal naik." Kata Minho setelah menyandarkan tangga di tembok.

"Pinjem jaket lo." HwaYoung meminta jaket yang Minho pakai.

"Buat apa sih? Takut kotor?" Minho enggan memberinya.

"Ya buat nutupin rok gue lah Minho." Kata HwaYoung jengah.

"Gue gaakan ngintip juga." Minho masih menolak.

"Gada yang jamin." Kata HwaYoung galak.

"Ck cewe aneh." Minho akhirnya melepas jaketnya dan memberinya ke HwaYoung.

"Nah, kan aman kalo gini." HwaYoung mulai memanjat.

Minho naik juga setelah HwaYoung berhasil melewati tembok.

"Anjir, langsung ke kelas itu cewe?" tanya Minho yang sudah tidak melihat HwaYoung.

"Ah jaket gua!" Minho sadar jaketnya masih ada di HwaYoung.

😽😽😽😽😽







Hai readeeeers let's enjoy this storyyyy 😚

Last Dance [Lee Know] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang