Sekelumit resah menohok relung hati terdalam Alvito, ditatapnya lekat tubuh polos di atas ranjangnya. Wangi manis tercium dari seluruh tubuh perempuan cantik itu. Dia menggeliat, tersenyum dengan bibir tipis, merah muda dan menggoda.
Alvito mematung, seharusnya di sini dia yang memegang kendali. Memangsa perempuan itu. Memaksanya melakukan hal-hal nakal, seperti seorang jalang.
Kemudian dia akan melampiaskan hasrat berbalut kebencian. Matanya tertutup kabut gairah, tapi gairah liar yang berbeda dari biasanya. Gairah yang datang karena keinginannya, memiliki wanita itu juga menyatukan diri dengannya. Nafas Alvito terengah. Keringat dingin terasa menyeruak di keningnya.
Suara manja seorang perempuan cantik merayu Alvito, memanggilnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Perasaan.
Perasaan, benarkah ini perasaan?
"Kenapa diam?" Dia berucap lirih. Wajar saja dia bertanya seperti itu, biasanya Alvito yang meminta, membujuk rayu, menyeretnya berkali-kali melakukan dosa indah. Alvito telah tenggelam dalam genangan hitam dan sulit membersihkan dirinya lagi.
Alvito mengingat kembali saat Mischa mengajaknya bercinta. Alvito mengiyakan tanpa sadar, memang itu yang dia inginkan. Mischa dan dia kemudian mandi, mereka dengan cepat bertemu lagi di kamar Alvito.
Mischa bersemu saat matanya memandang Alvito, terlihat binar penuh cinta di sana. Pipinya sedikit memerah, dia kemudian menggigit bibir bawahnya. Sangat memesona seperti ilusi yang menenggelamkan.
Membuat Alvito merasa gila.
Dengan kalap mereka saling bermesraan. Entah siapa membantu siapa. Tubuh Mischa dibimbingnya ke atas tempat tidur, dia pun naik ke sana. Kemudian dia mematung.
Melihatnya diam, Mischa kemudian duduk, bersandar dengan bantal, menghadap ke arahnya. Tanpa Alvito suruh seperti biasanya, dia bertingkah menggoda. Gemetaran seluruh tubuh Alvito menyaksikan Mischa. Kenapa dia melakukan itu?
"Bang Alv ...." Mischa memejamkan mata. Suaranya serak nan merdu.
Alvito menerjang tubuh Mischa. Dia tak peduli lagi, dia tak akan mengontrol diri, dia akan memberikan penyerahan dirinya pada Mischa. Dikuasai oleh keinginannya sendiri. Bukan karena kebencian atau apalah itu, hanya keinginannya. Ya, dia menginginkannya sedemikian rupa.
Alvito membisikkan kata cinta berulang kali, seolah dia tidak dapat mengontrolnya. Dia tidak sanggup melihat Mischa bersikap demikian, dia takut ... takut pada akhirnya Mischalah yang menjadi penguasa atas dirinya, bukan sebaliknya.
Alvito menciumi seluruh tubuh Mischa seperti lapar. Mischa menggeliat. Sesekali tertawa geli.
Siapa yang menjadi budak sekarang? Dia tak perduli lagi. Dia hanya ingin bersama Mischa saat ini. Ingin membuat Mischa bahagia karena dirinya, ingin membuat dirinya sempurna karena keindahan Mischa. Membuat mereka sama-sama memuaskan perasaan yang terpendam, hubungan terlarang dan sembunyi-sembunyi selama ini. Mischa memerintahnya kali ini. Alvito tidak keberatan.
Apapun sayang, apapun yang kamu mau akan abang lakukan, bisik Alvito.
Mischa mencium bibir Alvito dengan intens. Ciuman yang tak pernah dia lakukan sebelumnya. Mischa bahkan lebih dulu menjelajahi seluruh kulit Alvito yang terbuka. Mulai dari leher Alvito, dada kemudian ke perut yang rata. Alvito menikmati semua sentuhannya. Mischa seperti memberi tanda di seluruh tubuh Alvito, tapi dia menyukainya. Alvito benar-benar terdiam.
Bahkan Mischa mengucapkan kata-kata yang tak pernah terbayangkan akan dapat dia ucapkan sebelumnya. Alvito tertawa geli di antara gejolak hasratnya saat mendengar ceracauan sang wanita. Alvito menarik tangan Mischa. Mischa tersengal, nafasnya terengah.
Alvito mendudukkan Mischa di pangkuannya, membalikkan tubuh Mischa. Diciuminya punggung Mischa yang mulus. Dia selalu menyukai seluruh inchi kulit Mischa.
"Lihat ke depan sayang." Ada cermin besar di lemari kamar itu, sekarang Mischa dapat melihat tubuhnya di sana, di atas pangkuan Alvito.
"Cantik," bisik Alvito. Mischa merasa pipinya memerah. Tangan Alvito yang berurat halus melilit di perutnya.
Mischa, yang kita lakukan itu indah sayang. Mischa ingat kata-kata Alvito. Karena mereka melakukannya sebelum menikah itu dosa, tapi ... tapi ... dosa ini terlalu sulit untuk dilawan. Apalagi ...melakukannya dengan orang yang dicintai. Alvito menandainya lagi dan lagi. Alvito benar-benar menyihirnya.
***
Alvito membaringkan tubuh di sebelah Mischa. Menoleh ke arah Mischa yang masih dengan posisi tengkurap. Digenggamnya tangan Mischa lalu diciumnya.
"Mischa suka?" Entah kenapa dia selalu menanyakan itu sehabis mereka bercinta. Mischa tak menjawab. Nafasnya masih tersengal.
Mischa menatapnya lama, kemudian air matanya menetes. Mischa menangis.
Alvito seketika terlonjak. Ditariknya tubuh Mischa ke pelukannya. Air mata Mischa membasahi dada Alvito.
"Abang kasar, ya? Mischa nggak suka?" Alvito merasa bodoh, pendosa, sekarang hatinya sesak melihat air mata Mischa, dia tak ingin membuatnya kecewa.
"B-bukan itu." Mischa menjawab, suaranya gemetar.
"Jadi kenapa Mischa menangis?"
"Mischa ... Mischa menyukainya, sekarang Mischa selalu memikirkan itu, apa Mischa perempuan nakal?" Pipinya basah namun dia sangat cantik.
Alvito membelai rambut Mischa. "Mischa benci sama abang? Karena membuat Mischa melakukan ini?"
"Nggak. Mischa nggak benci abang. Mischa cuma merasa aneh. K-kemarin Mischa memikirkan bagaimana cara membuat abang semakin menyukai Mischa."
Alvito tersenyum kecil. Dia mengangkat dagu Mischa, matanya mengerjap, basah, "Kesayangan abang, kamu lucu sekali."
Alvito mencium Mischa dengan sangat lembut, semua perasaan tertumpah di sana. "Tanpa perlu kamu melakukan itu, abang sudah sangat menyukai kamu, sayang. Ah Mischa, beruntung sekali abang memiliki Mischa."
Mischa merapatkan tubuhnya lagi ke dekapan Alvito.
"Mischa masih minum pil yang abang kasih?" Alvito bertanya.
"Masih."
"Mischa nggak mau hamil anak abang?"
"Mau ... tapi bukan sekarang, Mischa kan masih kuliah." Mischa berkata pelan.
Hamillah sayang, abang menginginkannya. Diam-diam Alvito berucap.
Dia membohongi Mischa, pil pencegah kehamilan yang dia berikan pada Mischa itu cuma vitamin, obat penyubur hanya Alvito berikan sekali waktu itu, karena kata Tante Rika itu tidak boleh dikonsumsi sembarangan, terutama menimbulkan efek samping.
"Mischa tidur di kamar abang malam ini, Mischa belum pernah kan tidur di sini?"
"Iya." Sahut Mischa lirih. Selama ini Alvito yang kerap ke kamar Mischa, itupun tidak bisa sering-sering.
***
Tanpa kehadiran kedua orang tua mereka, hanya berdua di rumah yang besar. Membuat Alvito dan Mischa tidak takut apapun. Mereka menghabiskan waktu dengan bersantai berdua, Mischa bilang berkali-kali kalau dia sangat mencintai abangnya. Alvito diam dan mengalami dilema.
Mischa dan Alvito bersama setiap mereka menginginkannya, terkadang melewati batas-batas yang sebenarnya belum boleh mereka lewati. Mischa akan ke kampus dan Alvito ke kantor setiap pagi, kemudian saat pulang mereka akan saling bemesraan, memagut dan bercumbu tanpa memperdulikan apapun.
Alvito merasa dirinya gila, seluruh tubuh dan jiwanya selalu menginginkan Mischa. Dia membuat jejak percintaan mereka di mana-mana. Mischa bahkan tidak menolak malah membalasnya dengan semakin berani, membuat Alvito semakin liar. Setiap inci tubuh Mischa telah terekam jejak kepemilikannya. Alvito menyadari dirinya telah terlena saat mendekap Mischa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Your Smiles (END)
RomanceDalam satu malam hidup Mischa hancur, ya itu karena abangnya. Abangnya sejak 5 tahun yang lalu. Mischa tidak tahu apa yang membuatnya menjadi iblis seperti itu. Lelaki itu berkata mencintainya, membuat Mischa yang bodoh akhirnya larut dalam pesonany...