Keesokan harinya, suasana Ponpes Darul Hikmah terlihat sepi. Para tamu dari Solo telah pulang ba'da maghrib kemarin. Semilir angin membawa kesejukan ditengah teriknya sinar sang surya yang mulai berjalan ke ufuk barat. Para santri sedang belajar di kelas masing-masing. Beberapa ustadz baru terlihat duduk diteras kelas berdiskusi tentang sesuatu.
Lantunan ayat suci Alqur' an terdengar merdu dari arah masjid. Sayup-sayup lirih tapi menggugah kalbu yang rindu pada ketenangan jiwa untuk lebih mendekat dan menyimak tiap ayatnya. Syafiq tengah membaca surah Ar Rahman. Dengan fasih, tartil dan penuh penghayatan. Suara merdunya sungguh membahagiakan telinga yang mendengarnya.
Kiai Husin yang masih duduk tertunduk sembari berdzikir di tempat pengimaman dari selepas jama'ah sholat ashar, menoleh ke belakang. Ia melihat putranya bersandar pada salah satu tiang masjid, yang memegang kitab Alqur'an kecil bersampul hijau keemasan.Kiai Husin tahu bahwa anaknya yang satu ini pasti sedang berfikir tentang perjodohan kemarin. Belum sempat ia menanyai Syafiq setelah kepulangan kandidat calon besannya. 'Hah, padahal Syafiq adalah laki-laki, tapi malah banyak perempuan yang ingin meminangnya. Dunia benar-benar sudah tua.Terbalik semua', Kiai Husin bicara dalam hati.
Maka berdirilah beliau menghampiri putranya saat Syafiq hampir menyelesaikan bacaannya. Beliau duduk di hadapan Syafiq, menatap wajah putranya yang di usia 34 tahun ini belum juga membina rumah tangga. Syafiq mengakhiri ngajinya dan menutup kitabnya. Lalu mendongak memandang abahnya.
"Assalamu alaikum, Abah.." Syafiq mencium tangan sang pahlawan hatinya."Walaikum salam anakku.. Mendengar nada ngajimu, Abah merasa kalau hatimu sedang gelisah. Ada apa, Le? Apa yang mengganggu fikiranmu ?" tanya Kiai Husin dengan lembut.
"Tidak, Abah.. Hanya saja saya sedikit bimbang." jawab Syafiq.
"Tentang perkenalan kemarin ? " Kiai Husin menyipitkan matanya. Syafiq tersenyum melihat wajah abahnya.
"Apakah saya wajib menjadikan dia istri, Bah?"Kerutan di kening sang abah membuat Syafiq tersenyum lagi.
"Maksud saya, apa Abah ada janji, nazar atau semacamnya di dalam pertemuan kemarin ?"Kiai Husin menghela nafas, sepertinya mengerti apa maksud anaknya. Beliau menjawab, " Tidak ada Syafiq.. kalau boleh Abah tahu, yang satu ini apa kekurangannya? dari kacamata Abah dan Ummi, Annisa ideal buat kamu."
"Ngapunten, Bah.... Saya menghargai niatan mulya Abah dan Ummi, juga para orang tua yang begitu baiknya ingin mengamanahkan anak gadisnya kepada saya. Akan tetapi... Syafiq sangat mengharapkan, Syafiq sendirilah yang memilih siapa kelak yang akan mendampingi saya.... Bukan soal ideal atau sempurna, Bah... Tapi hati saya secara pribadi.... "
Kiai Husin geleng-geleng. " Kamu bikin Abah bingung,Le. Ya wes, nanti Abah kirimkan pesan pada Kiai Fatih. Semoga beliau dan keluarga tidak kecewa karena sepertinya Nisa tertarik sama kamu... dan lagi, cepatlah meminang seseorang. Abah sudah sungkan jika harus menolak lagi... Syafiq..Syafiq... Rasanya Abah seperti punya anak perawan saja".
Syafiq tersenyum,"Matur suwun, Bah atas pengertiannya."
Kiai Husin tersenyum, penepuk pundak anaknya lalu bangkit berdiri. Beliau berjalan keluar masjid meninggalkan Syafiq yang kembali membuka kitabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGGAPAI DUA SYURGA (END) - Sebagian part telah di hapus
RomanceEllia Hakim ingin selalu menjadi ma'mum untuk suaminya. Saat dia hidup bahkan hingga kelak setelah mati. Tapi maut bukan kehendaknya. Ahsan Hadi,suami tercintanya pergi untuk selamanya dan membuatnya menjadi janda di usia yang masih muda. Pertemuann...