11

1.5K 107 17
                                    

Seusai menghangatkan tubuhnya dengan berolahraga, Kinan kembali menemui kedua orang tuanya di halaman rumah. Weekend adalah hari yang sangat Kinan tunggu, selain tak ada kegiatan Kinan juga bisa berkumpul bersama kedua orang tuanya. Seperti pagi ini Devan dan Melody sudah duduk menikmati matahari pagi dengan secangkir teh yang dibuat oleh cinta.

"Morning mi, pi." Kinan duduk diantara Devan dan Melody, menyapa kedua orang yang sangat ia cinta dalam hidupnya.

"Pagi, sayang." Melody mencium pipi Kinan dengan sayang.

"Ini teh kamu."

Di hirupnya aroma teh tersebut, matanya terpejam pelan hingga udara sejuk pagi ini ia biarkan masuk memenuhi rongga hidungnya. Ingatannya kembali ke beberapa hari lalu saat terakhir kalinya ia menemui Veranda. Rasa rindu langsung menyeruak ke relung hatinya. Sejak malam dimana ia dan Boby bertengkar, Kinan sudah bertekad untuk melupakan Veranda. Ia tidak mau merusak hubungan persahabatannya.

"Pagi-pagi udah ngelamun. Kesambet apa tadi di jalan?" Devan menutup buku yang baru saja selesai ia baca. Tangannya meraih secangkir teh yang masih mengepul hangat.

"Apaan sih pih, ngagetin aja." Kinan merebahkan kepalanya pada bahu Melody. Bahu yang mampu membuat seluruh rasa risaunya hilang.

"Mi, Kinan lagi sedih."

"Kenapa? Cerita sama mami." Melody mengusap wajah Kinan yang semakin terlihat tampan.

"Palingan masalah cewek, mi. Gak jauh-jauh dari itu." Devan menyeruput tehnya, matanya sesekali melirik anak semata wayangnya yang akhir-akhir ini lebih manja.

"Nah itu papi tau, berati papi banyak ceweknya." Kinan menegakkan tubuhnya, senyuman jahil siap ia lemparkan.

"Iyalah, dulu mantan papi banyak, makanya papi tau muka-muka kayak kamu nih."

"Eits mohon maaf muka Kinan itu mirip mami bukan papi."

"Yang bikin kamu ada di dunia ini siapa kalo bukan papi."

"Tuh mi liat kelakuan papi, sombong banget kan. Udah mantannya banyak sekarang ngaku-ngaku lagi. Kalo mami dulu gak mau sama papi juga sekarang Kinan gak mungkin duduk disini. Iya kan, mi?"

Melody tak menjawab pertanyaan Kinan, ia malah melemparkan tatapan tajam dengan cubitan pedas di perut suaminya.

"Oh jadi papi mantannya banyak? Iya? Oh pantesan HPnya sekarang di password. Mami udah duga ya dari kemarin papi pulangnya telat terus. Mantan mana yang papi datengin, hah?"

Kinan terbahak melihat papinya yang sedang di aniaya, rasa sedihnya seketika hilang.

"Mi, udah mi, kasian papi." Suara tawa Kinan masih menggema, Kinan sampai terjungkal saking puasnya melihat papinya yang gagah tunduk pada wanita yang hanya setinggi bahunya.

Tawa Kinan mereda setelah ia mendapat satu jeweran di telinga kanannya. Devan menjewer Kinan karena sudah menjebaknya, dan alhasil mereka berdua sedang di diamkan oleh Melody.

"Mamiii... Udahan dong marahnya, Kinan laper loh." Teriak Kinan dari arah luar. Melody tak menjawabnya. Entah karena tidak mendengar atau karena enggan menjawab teriakan anak dan suaminya.

"Miii..., papi ada janji loh sama pak Edgar."

"Pak, kata ibu jangan teriak-teriak. Ibu pusing katanya denger teriakan bapak sama mas Kinan." Bibi yang bertugas sebagai asisten rumah tangga tersebut kembali kedalam rumah setelah menyampaikan amanat dari majikannya.

"Ah gara-gara papi nih. Makanya kalo ngomong itu di rem." Kinan menghempaskan badannya pada rumput halaman. Keduanya di hukum berjemur hingga dua jam lamanya.

Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang