AYAH

219 12 28
                                    

Jika Pak Habibie mengenang Bu Ainun di dalam cerita dan filmnya. Maka ijinkan Aku untuk mengenang cinta sejati ku di dalam tulisan ini.

Sering kali, kita hanya mengerti arti kehilangan, tanpa tahu apa definisi kehilangan yang sebenarnya.

Ayah, lewat tulisan ini. Ku titipkan rinduku, yang tak akan dapat ku katakan langsung padamu.

Sebelum kalian baca cerita ini. Silahkan Play video dibawah dulu ya 🙂
biar Feelnya lebih terasa lagi.

Kamu dan segala kenangan, menyatu dalam waktu yang berjalan.
Dan aku kini sendirian, menatap dirimu dalam bayangan.
🌸

Tak ada yang lebih pedih, dari pada kehilangan dirimu.
🌸

Ayah... Dalam hening sepiku rindu.
🌸
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
🌸


Ada yang bilang, lebih baik ditinggal ayah, dari pada ditinggal ibu. Namun bagiku, tak ada yang lebih baik. Dari pada harus memilih ditinggalkan oleh siapa terlebih dahulu.

Ayah, sosok terbijaksana dalam hidupku. Menjadi cinta pertama pada anak perempuannya. Cinta ayah tulus, tanpa harapan balas budi dalam bentuk apapun.

Dulu, aku sempat memikirkan kata mereka. Jika bisa memilih, lebih baik kehilangan ayah terlebih dahulu, dari pada harus kehilangan ibu. Setelah aku merasakan apa definisi kehilangan yang sebenarnya. Aku gak pernah memilih harus ditinggalkan siapa terlebih dahulu.

Ini suratan dari Allah untukku, dan keluargaku. Tapi sakitnya kehilangan masih terasa hingga kini. Bahkan, kadang kala. Saat ku pejamkan mata ini. Masih terekam jelas jejak-jejak terakhir Ayah disini.

Masih ku ingat pelukan terakhir Ayah.
Masih teringat jelas, saat kucium pipimu, Ayah. sebelum kain putih itu membungkus tubuh ringkihmu.

Saat itu kau tersenyum di dalam tidurmu. Dan itu tidur terakhirmu yang kulihat, tapi itulah yang paling menyesakkan. Engkau tertidur, tapi saat ku panggil, engkau tak bisa bangun lagi. Jangankan untuk bangun, untuk mendengar panggilan ku saja, ayah pun tak akan bisa lagi.

Saat itu, perlahan senja menghitam, angin perlahan-lahan berhempus semakin kencang. Rintikkan air turun secara perlahan, Seakan-akan mengantar kepergianmu yang tak akan pernah kembali lagi ke sisiku, Ayah.

Aku kalut, Aku sedih, Aku menangis memanggilmu berulang-ulang kali. Berharap kali ini kau kembali.
Tapi apa? Ayah, engkau hanya tersenyum di dalam tidurmu yang panjang.

Pernah saat itu, saat aku masih bisa merangkulmu, memeluk tubuh sakitmu, menghapus air mata yang perlahan turun dari mata senduhmu. Ayah bilang, kalo ayah gak ada,
Ayah takut kami melarat.
Ayah takut kami hidup kesusahan. Ayah, takut kami tak bisa merasakan hidup yang berkecukupan.

Tapi apakah Ayah tahu?
Ada yang lebih menyedihkan dari pada hidup yang tak berkecukupan. Rindu yang semakin mencengkram sukmaku, menyesakkan dada, mengantarkanku pada pengadaian-pengadain lainya.

Ayah tenang, kami disini merasakan kecukupan yang harus kami syukuri di setiap hembusan nafas kami. Tapi apakah ayah tau? RINDUKU padamu yang membuat hidupku Seakan-akan merasakan tak berkecukupan, ayah. Aku rindu. Rindu yang tak pernah ku ucapkan saat kau masih ada dulu.
Aku menyesali, mengapa dahulu aku tak pernah megatakan jika "Aku Mencintaimu, Aku menyayangimu Ayah."

Memang benar, apa yang dinyanyikan oleh Maudy Ayunda dalam Ost Habibie Ainun3, Tak ada yang lebih pedih dari pada kehilangan dirimu.

Kini aku merasakan apa arti kehilangan, dan sekaligus kesedihan disaat bersamaan. Hanya menatap fotomu, mendoakanmu di sujud-sujudku. Hanya itu yang bisa mengobati segala rinduku padamu. "Ayah. Aku mencintaimu. sangat. Dan rasa kehilangan ini semakin meresapi hatiku di setiap harinya."

Tetesan Air mata perlahan turun dari pipiku, mengenai bantal yang kini berada di pangkuanku.

Aku tersenyum, di dalam tangisanku. Teringat saat ibu menceritakan cerita lucu tentangmu, tentangku dan dirimu yang ingin ku ulang kembali. Saat ini, aku menyesali, mengapa dahulu kita tak pernah menghabiskan waktu lebih banyak untuk membuat kenangan lucu yang akan ku kenang sepanjang hidupku. Yang akan ku kenang menjadi penawar rasa rinduku.

Kadang kala, aku iri pada mereka. Saat mereka tersenyum di hari bahagianya. Saat ayah mereka memuji "Ayah, bangga padamu nak". Saat momen wisuda, saat-saat ijab kabul, yang kata mereka menjadi momen yang paling menyesakkan tapi sekaligus membahagiakan karna putri mereka kini sudah dewasa, sudah memiliki tanggung jawab yang bisa mereka pikul hingga nanti, hingga mereka tua dan perlahan-lahan pasti meninggalkan dunia.

Aku menatap nisanmu, tersenyum merasapi kerinduan yang perlahan mengantar butir-butir air mata yang mengalir secara pasti ke pipiku. Berharap bisa seperti mereka.

Tapi tak apa, jika dibandingkan melihat ayah harus merinti kesakitan disepanjang hari. Aku ikhlas, ikhlas seikhlas-ikhlasnya merelakan kepergian ayah.

Ayah, terhebat.
Ayah, terbaik.
Ayah, pahlawanku.
Ayah, guru terbaiku.
Ayah, lelaki yang tak pernah menyakitiku.
Ayah, pemilik pelukan terhangat yang ku punya.
Ayah, orang yang selalu memikirkanku, setelah ibu.
Ayah, Heroku.
Dan Ayah, Aku mencintaimu, melebihi rasa cintaku pada laki-laki pilihanku nanti.

Ditulis : Kamis, 2 Januari 2020
Dipublikasikan : Kamis, 2 Januari 2020. Pukul : 15:06

ONESHOOT MELISA ❤️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang